Tragedi Terbesar Soekarno: Berjaya dan Jatuh dalam Kesenyapan

Senin, 28 September 2020 - 06:56 WIB
loading...
A A A
Seberapa pun tingginya jabatan, kedua nama yang disebut terakhir dalam aspek gagasan tidak bisa menggantikan posisi Sjahrir dan Hatta. Nasution dan Djuanda bukanlah teman diskusi yang setara bagi Soekarno. Djuanda adalah seorang proto teknokrat yang pernah ada sebelum munculnya nama-nama, seperti Widjojo Nitisastro atau Ali Wardana.

Demikian dengan Nasution. Hubungan Soekarno dan Nasution semata-mata politis, masing-masing berkepentingan dalam menjaga kontinuitas kekuasaan. Beberapa kali usul Nasution pernah ditolak Soekarno. Salah satunya saat mencalonkan Mayjen TNI Gatot Soebroto sebagai KSAD untuk menggantikannya.

Sementara itu, Djuanda sejak masih berstatus mahasiswa Technische Hoogeschool te Bandoeng atau ITB sekarang hingga menjadi menteri dikenal sebagai figur a-politis. Sulit membayangkan terjadi perdebatan bermuatan ideologis antara Djuanda dan Soekarno. Apa yang ada dalam pikiran Djuanda kurang lebih adalah "kerja, kerja, dan kerja".

Akhir Kisah Kekuasaan
Setelah kematian Djuanda, pada November 1963, posisi Djuanda digantikan Soebandrio yang menjabat Menteri Luar Negeri. Dibanding pendahulunya, Soebandrio lebih politis tapi dari segi gagasan tetap saja tidak bisa mengimbangi Soekarno. Soebandrio lebih memikirkan mengamankan kekuasaannya sendiri.

Situasi yang hampir mirip terjadi pada pengganti Nasution selaku KSAD, yakni Mayjen Ahmad Yani. Dalam aspek gagasan, level Yani masih di bawah Nasution, karena Yani lebih sebagai tipikal perwira lapangan. Oleh sebab itu, Yani harus mencari ruang lain agar bisa masuk dalam lingkaran pertama Soekarno.

Mencari ruang kesesuaian antara Yani dan Soekarno tidaklah sulit. Keduanya dikenal sebagai figur flamboyan dan sangat menikmati kehidupan. Beda dengan Nasution yang lebih puritan. Mungkinkah sebuah kebetulan, kesesuaian hubungan antara Soekarno dan Yani meski dengan cara berbeda, menjadikan nasib mereka juga mirip, sirna dari panggung sejarah setelah Peristiwa 30 September 1965.

Demikian akhir kisah kekuasaan Soekarno, berada dalam kesenyapan, jauh dari teman-teman seperjuangannya dalam mencapai Indonesia Merdeka. Praktis tidak ada lagi perdebatan dan adu gagasan tentang arah perjuangan bangsa di antara mereka. Kekuasaan sudah menjadi monolitik, perbedaan dalam pandangan politik dianggap seteru politik. Politik kekuasaan menjadi sebatas gelora dan gemuruh saling adu kekuatan serta pengumpulan massa. Di titik inilah perlahan kejayaan Soekarno sebagai pemimpin mulai meredup. Pasca-peristiwa 30 September 1965, Soekarno harus meninggalkan istana dengan meninggalkan segala atribut kebesaran, kenangan, dan koleksi benda-benda seni kesayangannya.
(ras)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Rekomendasi
UTBK 2025 Diwarnai Kecurangan,...
UTBK 2025 Diwarnai Kecurangan, Panitia Temukan 10 Joki Lintas Provinsi
SMKN 2 Marabahan Terpilih...
SMKN 2 Marabahan Terpilih Jadi Sekolah New T-TEP General Repair 2025
Pengguna Mobil Listrik...
Pengguna Mobil Listrik Makin Marak, SPKLU dari Jepang Perluas Infrastruktur
Berita Terkini
Wamen Isyana Tekankan...
Wamen Isyana Tekankan Pentingnya Kehadiran Ayah dalam Pola Asuh Anak
39 menit yang lalu
Menteri PPPA Sebut Womens...
Menteri PPPA Sebut Women's Inspiration Awards 2025 Perayaan atas Kekuatan, Kecerdasan, dan Ketangguhan Perempuan Indonesia
1 jam yang lalu
Momen Kedatangan Jenderal...
Momen Kedatangan Jenderal Ahmad Yani ke Padang yang Bikin PRRI Hengkang
1 jam yang lalu
Polemik Ijazah Jokowi...
Polemik Ijazah Jokowi Berujung Laporan Polisi, Rismon Hasiholan: Kajian Ilmiah Harus Dilawan dengan Kajian Ilmiah
2 jam yang lalu
Daftar Lengkap Penerima...
Daftar Lengkap Penerima Penghargaan Women's Inspiration Awards 2025
3 jam yang lalu
Survei Rumah Politik,...
Survei Rumah Politik, Mayoritas Publik Puas dengan Kinerja Gibran
3 jam yang lalu
Infografis
3 Alasan Ukraina Selalu...
3 Alasan Ukraina Selalu Didukung Barat dalam Melawan Rusia
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved