Kuartal IV-2020 yang Sarat Tantangan
loading...
A
A
A
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Umum, Kadin Indonesia
KUARTAL IV-2020 menjadi periode sarat tantangan dan kerja. Sejumlah persoalan riil segera bermunculan dalam periode ini. Selain berlanjutnya pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya, perubahan musim pun tak jarang mengeskalasi masalah. Untuk meminimasir ekses, semua pemerintah daerah (Pemda), dan juga kepolisian daerah (Polda), dituntut semakin responsif dan bekerja ekstra keras.
Bagi masyarakat kebanyakan, periode waktu menuju akhir 2020 boleh jadi tidak begitu menyenangkan. Sebab, sejumlah persoalan bermunculan. Gambaran tentang sarat masalah dan sarat tantangan sepanjang kuartal IV-2020 – bahkan mungkin hingga akhir kuartal I 2021– bukan mengada-ada. Segala sesuatunya telah nyata dan sudah menjadi pengetahuan bersama. Masyarakat bersama pemerintah dan semua Pemda, diharapkan realistis menghadapi persoalan-persoalan itu. Dengan bersikap realistis, akan muncul semangat bersama meminimalisir ekses dari ragam persoalan itu.
Pertama, menyimak data harian tentang perkembangan kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir membuat semua orang merasa semakin tidak nyaman. Tak berhenti sampai di situ, semua elemen masyarakat akhirnya harus menerima kenyataan bahwa perekonomian nasional sudah memasuki zona resesi. Kemudian, ketika semua orang masih menghitung dampak resesi, beban pekerjaan bersama pun bertambah karena persoalan musiman yang mulai muncul dan segera dihadapi, yakni dampak perubahan musim. Ekses akibat perubahan musim sudah dirasakan langsung oleh warga di beberapa daerah dalam beberapa hari terakhir ini.
Hingga Rabu (23/9) pukul 12.00 WIB, kasus Covid-19 di dalam negeri sudah berjumlah 257.388, karena tambahan 4.465 kasus baru pada hari itu. Dengan rata-rata tambahan 4.000 kasus baru per hari, perkembangan pandemi Covid-19 di dalam negeri memang mulai mengkhawatirkan, terhitung sejak kasus pertama terdeteksi pada 2 Maret 2020. Di hari-hari mendatang, tingkat kesulitan dari upaya mengendalikan penularan Covid-19 akan tereskalasi, karena dimulainya agenda kampanye Pilkada 2020. Hari pertama kampanye pada 26 September, berlangsung selama 71 hari hingga 5 Desember 2020 di 270 daerah pemilihan.
Faktor yang menjadi kekhawatiran bersama adalah kepatuhan para pasangan calon (Paslon), tim sukses dan simpatisan mereka mematuhi protokol kesehatan selama melakoni kampanye. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di pusat maupun daerah telah merumuskan beberapa pendekatan untuk mencegah munculnya klaster baru dari proses Pilkada 2020. Bawaslu misalnya, telah membentuk kelompok kerja (Pokja) yang melibatkan TNI-Polri serta Satgas Covid-19 untuk mencegah pelanggaran atas protokol kesehatan dan mengantisipasi pengerahan masa kampanye. Bawaslu juga merekomendasi para Paslon menerapkan metode kampanye dengan media daring atau Medsos, serta membuka kemungkinan mengurangi jumlah DPT (daftar pemilih tetap) di setiap TPS (tempat pemungutan suara) guna meminimalisir potensi penularan Covid-19.
Apakah semua ketentuan itu akan dilaksanakan pada waktunya? Mau tak mau, harus ada kepastian dan keberanian untuk melaksanakan semua aturan main itu dengan konsisten dan konsekuen. Setidaknya, 270 Pemda dan Polda atau kepolisian wilayah harus mewaspadai potensi pelanggaran atas protokol kesehatan itu. Sebab, semua kalangan menuntut para Paslon dan simpatisannya patuh protokol kesehatan. Masyarakat juga berharap semua satuan tugas yang berwenang menindak siapa saja yang melanggar protokol kesehatan tidak ragu untuk bertindak tegas. Bagaimana pun, 71 hari durasi kampanye itu adalah periode sangat krusial bagi upaya memutus rantai penularan Covid-19.
Resesi dan Perubahan Musim
Masih di kuartal IV-2020, selain faktor pandemi Covid-19, semua elemen masyarakat tak bisa menghindar dari kenyataan tentang resesi ekonomi dan gangguan alam seperti banjir dan tanah longsor akibat perubahan musim. Jelang penghujung September ini, pemerintah telah memastikan perekonomian nasional tumbuh negatif 1,7%. Pada kuartal III- 2020, terjadi kontraksi 2,9%. Oleh karena kuartai II-III 2020 tumbuh negatif, perekonomian nasional secara teknikal masuk zona resesi. Tak bisa dipungkiri bahwa resesi ekonomi membuat banyak orang takut atau tidak nyaman.
Namun, resesi ekonomi tak perlu didramatisir lagi karena sudah diprediksi sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada pekan kedua Maret 2020. Bakal terjadinya resesi ekonomi global sangat mudah untuk diprediksi oleh orang awam sekalipun. Ketika banyak negara menerapkan penguncian (lockdown) atau pembatasan sosial yang ekstrim untuk merespons pandemi itu, dampaknya terhadap semua sub-sistem ekonomi pasti sangat serius.
Ekstrimnya, sebagian besar kerja mesin perekonomian global harus dinon-aktifkan. Pabrik ditutup, jumlah karyawan dikurangi, volume perdagangan diturunkan, volume penerbangan dikurangi, hingga menurunnya kegiatan bongkar-muat barang di pelabuhan. Semua penurunan aktivitas perekonomian itu dengan sendirinya membuka jalan menuju zona resesi. Semua orang yang terdampak akibat menurunnya aktivitas perekonomian itu secara tidak langsung sudah merasakan dampak langsung resesi. Misalnya, karyawan yang gajinya dipotong atau pekerja harian yang kehilangan sumber pendapatan. Ketika banyak orang juga butuh bantuan sosial (bansos), bantuan langsung tunai hingga tunjangan gaji dari pemerintah, semua itu mencerminkan dampak resesi.
Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Umum, Kadin Indonesia
KUARTAL IV-2020 menjadi periode sarat tantangan dan kerja. Sejumlah persoalan riil segera bermunculan dalam periode ini. Selain berlanjutnya pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya, perubahan musim pun tak jarang mengeskalasi masalah. Untuk meminimasir ekses, semua pemerintah daerah (Pemda), dan juga kepolisian daerah (Polda), dituntut semakin responsif dan bekerja ekstra keras.
Bagi masyarakat kebanyakan, periode waktu menuju akhir 2020 boleh jadi tidak begitu menyenangkan. Sebab, sejumlah persoalan bermunculan. Gambaran tentang sarat masalah dan sarat tantangan sepanjang kuartal IV-2020 – bahkan mungkin hingga akhir kuartal I 2021– bukan mengada-ada. Segala sesuatunya telah nyata dan sudah menjadi pengetahuan bersama. Masyarakat bersama pemerintah dan semua Pemda, diharapkan realistis menghadapi persoalan-persoalan itu. Dengan bersikap realistis, akan muncul semangat bersama meminimalisir ekses dari ragam persoalan itu.
Pertama, menyimak data harian tentang perkembangan kasus Covid-19 dalam beberapa pekan terakhir membuat semua orang merasa semakin tidak nyaman. Tak berhenti sampai di situ, semua elemen masyarakat akhirnya harus menerima kenyataan bahwa perekonomian nasional sudah memasuki zona resesi. Kemudian, ketika semua orang masih menghitung dampak resesi, beban pekerjaan bersama pun bertambah karena persoalan musiman yang mulai muncul dan segera dihadapi, yakni dampak perubahan musim. Ekses akibat perubahan musim sudah dirasakan langsung oleh warga di beberapa daerah dalam beberapa hari terakhir ini.
Hingga Rabu (23/9) pukul 12.00 WIB, kasus Covid-19 di dalam negeri sudah berjumlah 257.388, karena tambahan 4.465 kasus baru pada hari itu. Dengan rata-rata tambahan 4.000 kasus baru per hari, perkembangan pandemi Covid-19 di dalam negeri memang mulai mengkhawatirkan, terhitung sejak kasus pertama terdeteksi pada 2 Maret 2020. Di hari-hari mendatang, tingkat kesulitan dari upaya mengendalikan penularan Covid-19 akan tereskalasi, karena dimulainya agenda kampanye Pilkada 2020. Hari pertama kampanye pada 26 September, berlangsung selama 71 hari hingga 5 Desember 2020 di 270 daerah pemilihan.
Faktor yang menjadi kekhawatiran bersama adalah kepatuhan para pasangan calon (Paslon), tim sukses dan simpatisan mereka mematuhi protokol kesehatan selama melakoni kampanye. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di pusat maupun daerah telah merumuskan beberapa pendekatan untuk mencegah munculnya klaster baru dari proses Pilkada 2020. Bawaslu misalnya, telah membentuk kelompok kerja (Pokja) yang melibatkan TNI-Polri serta Satgas Covid-19 untuk mencegah pelanggaran atas protokol kesehatan dan mengantisipasi pengerahan masa kampanye. Bawaslu juga merekomendasi para Paslon menerapkan metode kampanye dengan media daring atau Medsos, serta membuka kemungkinan mengurangi jumlah DPT (daftar pemilih tetap) di setiap TPS (tempat pemungutan suara) guna meminimalisir potensi penularan Covid-19.
Apakah semua ketentuan itu akan dilaksanakan pada waktunya? Mau tak mau, harus ada kepastian dan keberanian untuk melaksanakan semua aturan main itu dengan konsisten dan konsekuen. Setidaknya, 270 Pemda dan Polda atau kepolisian wilayah harus mewaspadai potensi pelanggaran atas protokol kesehatan itu. Sebab, semua kalangan menuntut para Paslon dan simpatisannya patuh protokol kesehatan. Masyarakat juga berharap semua satuan tugas yang berwenang menindak siapa saja yang melanggar protokol kesehatan tidak ragu untuk bertindak tegas. Bagaimana pun, 71 hari durasi kampanye itu adalah periode sangat krusial bagi upaya memutus rantai penularan Covid-19.
Resesi dan Perubahan Musim
Masih di kuartal IV-2020, selain faktor pandemi Covid-19, semua elemen masyarakat tak bisa menghindar dari kenyataan tentang resesi ekonomi dan gangguan alam seperti banjir dan tanah longsor akibat perubahan musim. Jelang penghujung September ini, pemerintah telah memastikan perekonomian nasional tumbuh negatif 1,7%. Pada kuartal III- 2020, terjadi kontraksi 2,9%. Oleh karena kuartai II-III 2020 tumbuh negatif, perekonomian nasional secara teknikal masuk zona resesi. Tak bisa dipungkiri bahwa resesi ekonomi membuat banyak orang takut atau tidak nyaman.
Namun, resesi ekonomi tak perlu didramatisir lagi karena sudah diprediksi sejak Covid-19 ditetapkan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada pekan kedua Maret 2020. Bakal terjadinya resesi ekonomi global sangat mudah untuk diprediksi oleh orang awam sekalipun. Ketika banyak negara menerapkan penguncian (lockdown) atau pembatasan sosial yang ekstrim untuk merespons pandemi itu, dampaknya terhadap semua sub-sistem ekonomi pasti sangat serius.
Ekstrimnya, sebagian besar kerja mesin perekonomian global harus dinon-aktifkan. Pabrik ditutup, jumlah karyawan dikurangi, volume perdagangan diturunkan, volume penerbangan dikurangi, hingga menurunnya kegiatan bongkar-muat barang di pelabuhan. Semua penurunan aktivitas perekonomian itu dengan sendirinya membuka jalan menuju zona resesi. Semua orang yang terdampak akibat menurunnya aktivitas perekonomian itu secara tidak langsung sudah merasakan dampak langsung resesi. Misalnya, karyawan yang gajinya dipotong atau pekerja harian yang kehilangan sumber pendapatan. Ketika banyak orang juga butuh bantuan sosial (bansos), bantuan langsung tunai hingga tunjangan gaji dari pemerintah, semua itu mencerminkan dampak resesi.