Novel Baswedan-Alexander Marwata Silang Pendapat dalam Sidang Uji UU KPK
loading...
A
A
A
Dia menggariskan, keterangan ini bukan berarti Novel sebagai penyidik KPK tidak mau diawasi. Musababnya, kata dia, dengan UU lama disertai dengan peraturan KPK maupun standar operasional prosedur (SOP) yang sebelumnya ada telah berjalan proses pengawasan secara berjenjang di internal KPK. Selain itu, pengawasan dari pihak eksternal pun telah berlangsung. Bahkan untuk penyadapan juga diaudit oleh pihak eksternal.
Dia melanjutkan, aspek berikutnya berkaitan dengan akuntabilitas. Menurut dia, akuntabilitas KPK tidak terjamin dengan berlakunya UU baru misalnya terkait dengan wewenang KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan. Selanjutnya, tim KPK berpotensi kehilangan kemampuan mendeteksi korupsi dengan cepat. Pasalnya, penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan harus lebih dulu mendapat izin atau persetujuan Dewas.
"Proses-proses yang ada melemahkan KPK dalam penegakan hukum. MK adalah benteng terakhir untuk menjaga agar (KPK) tidak ada penyimpangan dari konstitusi," ucapnya.
Alexander Marwata selaku Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 dan periode 2019-2023 menyatakan, KPK secara kelembagaan terus melakukan tugas dan kewenangannya baik saat proses revisi UU lama KPK maupun saat UU baru KPK disahkan dan berlaku. Menurut Alexander, sejak UU baru berlaku hingga kini tidak ada hambatan apapun dari Dewas KPK terkait dengan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti.
Alexander mengatakan, sejauh ini kalau dianggap ada hambatan mungkin tidak. Karena semua permohonan yang disampaikan KPK selalu disetujui oleh Dewas. Di sisi lain, dia mengakui bahwa tim KPK memang membuat waktu cukup lama untuk melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti karena menunggu persetujuan Dewas.
"Jadi sejauh ini kalau dianggap ada hambatan mungkin tidak karena semua permohonan selalu disetujui oleh Dewan Pengawas. (Misalnya) terkait dengan penyadapan, ini dengan keberadaan Dewas apakah ada hambatan? Sebetulnya sejauh ini kalau dianggap hambatan mungkin juga tidak, karena semua permohonan penyadapan yang diajukan itu selalu disetujui oleh Dewas," ujar Alexander.
Di sisi lain, menurut dia, untuk waktu pemberian izin atau persetujuan dari Dewas KPK terkait dengan penyitaan, penggeledahan, dan penyitaan harus diatur lebih detil dan baik. Pasalnya kata Alexander, tim KPK acap kali membutuhkan tingkah langkah tersebut dengan segera dan di saat mendesak.
"Pada praktiknya izin bisa dipercepat dan anggota Dewas responsif dengan surat-surat permohonan yang diajukan penyidik," katanya.
Lebih dari itu mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor Jakarta ini menggariskan, dengan adanya UU baru, maka kemudian ada mekanisme baru pengajuan permohonan izin kepada Dewas yang kemudian menempatkan pimpinan KPK hanya sebagai pengantar permohonan. Menurut Alexander, mekanisme seperti itu kurang tepat karena quality assurance (QA) malah berada di tangan Dewas. Harusnya QA itu berada di tangan pimpinan KPK.
"Bagi kami rasa-rasanya kok ya kurang tepat karena seharusnya quality assurance berbagai kegiatan di KPK menjadi tanggung jawab pimpinan. Tetapi apakah ada kaitan dihilangkan-nya pasal penanggung jawab tertinggi KPK adalah pimpinan atau tidak saya kurang mengetahui," ucapnya.
Dia melanjutkan, aspek berikutnya berkaitan dengan akuntabilitas. Menurut dia, akuntabilitas KPK tidak terjamin dengan berlakunya UU baru misalnya terkait dengan wewenang KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan. Selanjutnya, tim KPK berpotensi kehilangan kemampuan mendeteksi korupsi dengan cepat. Pasalnya, penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan harus lebih dulu mendapat izin atau persetujuan Dewas.
"Proses-proses yang ada melemahkan KPK dalam penegakan hukum. MK adalah benteng terakhir untuk menjaga agar (KPK) tidak ada penyimpangan dari konstitusi," ucapnya.
Alexander Marwata selaku Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 dan periode 2019-2023 menyatakan, KPK secara kelembagaan terus melakukan tugas dan kewenangannya baik saat proses revisi UU lama KPK maupun saat UU baru KPK disahkan dan berlaku. Menurut Alexander, sejak UU baru berlaku hingga kini tidak ada hambatan apapun dari Dewas KPK terkait dengan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti.
Alexander mengatakan, sejauh ini kalau dianggap ada hambatan mungkin tidak. Karena semua permohonan yang disampaikan KPK selalu disetujui oleh Dewas. Di sisi lain, dia mengakui bahwa tim KPK memang membuat waktu cukup lama untuk melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan barang bukti karena menunggu persetujuan Dewas.
"Jadi sejauh ini kalau dianggap ada hambatan mungkin tidak karena semua permohonan selalu disetujui oleh Dewan Pengawas. (Misalnya) terkait dengan penyadapan, ini dengan keberadaan Dewas apakah ada hambatan? Sebetulnya sejauh ini kalau dianggap hambatan mungkin juga tidak, karena semua permohonan penyadapan yang diajukan itu selalu disetujui oleh Dewas," ujar Alexander.
Di sisi lain, menurut dia, untuk waktu pemberian izin atau persetujuan dari Dewas KPK terkait dengan penyitaan, penggeledahan, dan penyitaan harus diatur lebih detil dan baik. Pasalnya kata Alexander, tim KPK acap kali membutuhkan tingkah langkah tersebut dengan segera dan di saat mendesak.
"Pada praktiknya izin bisa dipercepat dan anggota Dewas responsif dengan surat-surat permohonan yang diajukan penyidik," katanya.
Lebih dari itu mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor Jakarta ini menggariskan, dengan adanya UU baru, maka kemudian ada mekanisme baru pengajuan permohonan izin kepada Dewas yang kemudian menempatkan pimpinan KPK hanya sebagai pengantar permohonan. Menurut Alexander, mekanisme seperti itu kurang tepat karena quality assurance (QA) malah berada di tangan Dewas. Harusnya QA itu berada di tangan pimpinan KPK.
"Bagi kami rasa-rasanya kok ya kurang tepat karena seharusnya quality assurance berbagai kegiatan di KPK menjadi tanggung jawab pimpinan. Tetapi apakah ada kaitan dihilangkan-nya pasal penanggung jawab tertinggi KPK adalah pimpinan atau tidak saya kurang mengetahui," ucapnya.