Demi Kepastian Hukum, RUU Cipta Kerja Diharapkan Bisa Segera Disahkan

Senin, 14 September 2020 - 15:16 WIB
loading...
Demi Kepastian Hukum, RUU Cipta Kerja Diharapkan Bisa Segera Disahkan
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Bandung, Aldrin Herwany berharap, Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja bisa disahkan tahun ini. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Bandung, Aldrin Herwany berharap, agar Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja bisa disahkan tahun ini. Hal ini, ujar dia, berkaitan dengan kepastian hukum dalam berusaha.

(Baca juga: Ketua Komisi X: RUU Ciptaker Bisa Jadikan Indonesia Pasar Bebas Pendidikan)

Indonesia, kata dia, tidak boleh kalah dari negara tetangga untuk menarik investor asing. Selama pandemi Covid-19 (virus Corona) ini, investor tentu mencari negara yang aman dari sisi kesehatan dan hukum ketika menaruh modal.

(Baca juga: UU Omnibus Law Target Diketok Oktober Mendatang, Jika Benar Super Cepat)

"Posisi Indonesia untuk penanganan Covid-19 saja sudah kalah sama Vietnam. Bahkan, dengan Thailand juga jauh tertinggal. Malaysia sekarang sudah menyalip. Artinya rebutan kue untuk investasi di dunia ini, orang akan melihat, investor akan melihat, mana yang aman," kata Aldrin, Senin (14/9/2020).

Aldrin yakin, UU Cipta kerja dapat menjadi salah satu solusi bagi Indonesia menghadapi resesi. Selain itu menurutnya, Omnibus Law RUU Ciptaker juga berpihak kepada para calon buruh, seperti pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pelajar yang baru lulus setelah menyelesaikan studi.

Sebab kata dia, Omnibus Law RUU Cipta Kerja berpotensi menghasilkan banyak lapangan kerja setelah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah.

"Dalam sebuah kebijakan, yang dilihat manfaat dan mudaratnya. Kalau dia (RUU Ciptaker, red) bisa menyerap tenaga kerja yang banyak, kenapa enggak. Gitu, kan," ucap Aldrin.

Namun kata dia, keberpihakan Omnibus Law RUU Ciptaker ke para calon buruh ini tidak dipandang jernih beberapa kelompok. Kemudian menarasikan aturan itu buruk secara keseluruhan.

Kelompok itu, kata Aldrin, lantas melayangkan aksi menolak Omnibus Law RUU Ciptaker. Jika pun terdapat keberatan, ujar dia, sebaiknya melakukan revisi atas satu atau dua pasal, tanpa menarasikan tolak Omnibus Law RUU Ciptaker.

"Kalau dia mau diakomodir, kan, bisa direvisi satu atau dua pasal. Tanpa harus digeneralisir semuanya jelek. Enggak begitu juga. Seolah Omnibus Law tidak berpihak ke buruh, padahal yang dibela adalah calon buruh. Bukan buruh, calon buruh yang banyak ter-PHK," beber Ekonom Universitas Padjadjaran itu.

Saat ini kata dia, orang yang terkena PHK dan pelajar yang lulus studi sangat membutuhkan pekerjaan. Terlebih lagi, situasi perekonomian sedang tidak menentu sebagai imbas pandemi Covid-19.

"Orang sekarang kalau sudah dapat kerja, kan, alhamdulillah. Orang butuh makan, menyekolahkan anak. Kalau mau revisi, revisi saja perpasal. Jangan digeneralisir seolah tidak berpihak, tidak juga. Calon buruh ini yang sebenarnya orang lupa," beber dia.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2438 seconds (0.1#10.140)