Catatan Yunarto Wijaya tentang PSBB serta Koordinasi Pusat dan Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat politik Yunarto Wijaya memberikan catatan kritis terhadap kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 14 September 2020.
(Baca juga: Bertambah 3.806 Kasus Baru, Total 214.746 Orang Positif Covid-19)
Meski menyatakan sepakat perlu ada pengetatan lantaran tingginya angka penularan virus Corona (Covid-19) di Jakarta, Yunarto mengatakan Pemprov DKI Jakarta perlu mengevaluasi apakah penegakan pada masa PSBB transisi sudah dilakukan. Sebab fakta di lapangan menunjukkan bahwa protokol kesehatan hanya menjadi pemanis bibir.
"Jelas kok di depan mata kepala kita sendiri, di resto atau kaki lima, protokol kesehatan hanya jadi lipstik, kerumunan sudah jadi hal yang seakan normal. Hal ini jadi penting, sehingga PSBB yang diberlakukan sekarang tidak mengulangi kebocoran pada saat PSBB transisi selama lima kali," kata Yunarto, Sabtu (12/9/2020).
(Baca juga: Satgas Sebut Pembatasan Mobilitas Penduduk Cegah Potensi Penularan Covid-19)
Yunarto mengatakan, protokol kesehatan akan jalan apabila payung hukum diterjemahkan menjadi enforcement, dan enforcement akan berjalan ketika insentif buat warga diberikan.
"Dan dengan segala hormat, di pandangan saya pribadi kelemahan Anies Baswedan selama ini adalah terkait implementasi kebijakan, walau selalu kuat dari sisi konsep dan ini membutuhkan kerja sama dengan pihak lain," ucap Yunarto.
Terkait kerja sama dengan pihak lain, Yunarto mengatakan, keputusan memberlakukan PSBB di Jakarta pada 14 September 2020 tidak dikoordinasikan dengan stakeholder lain, baik pemerintah pusat atau kepala daerah lain. Padahal menurutnya, konsekuensi dari kebijakan ini berefek ke multi sektor dan lintas wilayah.
Yunarto mencontohkan, ketika PSBB diberlakukan kembali, ada kompensasi yang harus diberikan oleh negara terhadap warga terdampak, salah satunya bansos. Dalam perkara ini kata Yunarto, Pemprov pasti butuh dukungan anggaran dari Kemensos untuk pastikan warga yang terkena PSBB teringankan dampaknya.
"Contoh lain, pemprov dan pusat juga bisa rumuskan insentif buat industri terdampak. Sehingga peluang terjadinya lay off bisa lebih kecil. Karena tugas negara selain menjaga keselamatan warganya tapi juga bertanggung jawab terhadap kelayakan hidupnya saat pandemi," kata Yunarto.
Sementara terkait koordonasi dengan daerah lain, Yunarto mengatakan Anies belum memiliki konsep PSBB yang jelas lantaran belum berkoordinasi dengan kepala daerag atau gubernur yang memimpin wilayah di sekitar DKI Jakarta.
Yunarto berharap, tidak adanya koordinasi dalam penetapan kebijakan ini bukan ditujukan karena ingin dapatkan efek kejut secara publikasi seperti diutarakan di awal Corona.
"Sebagai warga negara yang khawatir dengan kondisi Covid, saya berharap dan percaya Pak Anies bukan orang yang akan manfaatkan situasi pandemi untuk kepentingan citra apalagi elektoral. Sama dengan harapan yang saya titipkan juga kepada presiden Jokowi yang menurut saya belum bekerja optimal dalam penanganan Covid," jelas Yunarto.
(Baca juga: Bertambah 3.806 Kasus Baru, Total 214.746 Orang Positif Covid-19)
Meski menyatakan sepakat perlu ada pengetatan lantaran tingginya angka penularan virus Corona (Covid-19) di Jakarta, Yunarto mengatakan Pemprov DKI Jakarta perlu mengevaluasi apakah penegakan pada masa PSBB transisi sudah dilakukan. Sebab fakta di lapangan menunjukkan bahwa protokol kesehatan hanya menjadi pemanis bibir.
"Jelas kok di depan mata kepala kita sendiri, di resto atau kaki lima, protokol kesehatan hanya jadi lipstik, kerumunan sudah jadi hal yang seakan normal. Hal ini jadi penting, sehingga PSBB yang diberlakukan sekarang tidak mengulangi kebocoran pada saat PSBB transisi selama lima kali," kata Yunarto, Sabtu (12/9/2020).
(Baca juga: Satgas Sebut Pembatasan Mobilitas Penduduk Cegah Potensi Penularan Covid-19)
Yunarto mengatakan, protokol kesehatan akan jalan apabila payung hukum diterjemahkan menjadi enforcement, dan enforcement akan berjalan ketika insentif buat warga diberikan.
"Dan dengan segala hormat, di pandangan saya pribadi kelemahan Anies Baswedan selama ini adalah terkait implementasi kebijakan, walau selalu kuat dari sisi konsep dan ini membutuhkan kerja sama dengan pihak lain," ucap Yunarto.
Terkait kerja sama dengan pihak lain, Yunarto mengatakan, keputusan memberlakukan PSBB di Jakarta pada 14 September 2020 tidak dikoordinasikan dengan stakeholder lain, baik pemerintah pusat atau kepala daerah lain. Padahal menurutnya, konsekuensi dari kebijakan ini berefek ke multi sektor dan lintas wilayah.
Yunarto mencontohkan, ketika PSBB diberlakukan kembali, ada kompensasi yang harus diberikan oleh negara terhadap warga terdampak, salah satunya bansos. Dalam perkara ini kata Yunarto, Pemprov pasti butuh dukungan anggaran dari Kemensos untuk pastikan warga yang terkena PSBB teringankan dampaknya.
"Contoh lain, pemprov dan pusat juga bisa rumuskan insentif buat industri terdampak. Sehingga peluang terjadinya lay off bisa lebih kecil. Karena tugas negara selain menjaga keselamatan warganya tapi juga bertanggung jawab terhadap kelayakan hidupnya saat pandemi," kata Yunarto.
Sementara terkait koordonasi dengan daerah lain, Yunarto mengatakan Anies belum memiliki konsep PSBB yang jelas lantaran belum berkoordinasi dengan kepala daerag atau gubernur yang memimpin wilayah di sekitar DKI Jakarta.
Yunarto berharap, tidak adanya koordinasi dalam penetapan kebijakan ini bukan ditujukan karena ingin dapatkan efek kejut secara publikasi seperti diutarakan di awal Corona.
"Sebagai warga negara yang khawatir dengan kondisi Covid, saya berharap dan percaya Pak Anies bukan orang yang akan manfaatkan situasi pandemi untuk kepentingan citra apalagi elektoral. Sama dengan harapan yang saya titipkan juga kepada presiden Jokowi yang menurut saya belum bekerja optimal dalam penanganan Covid," jelas Yunarto.
(maf)