Satgas Akui PSBB Bisa Cegah Potensi Penularan Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak akan berguna untuk menurunkan angka penambahan kasus Covid-19 jika tidak diikuti dengan disiplin protokol kesehatan. Karena itu seluruh lapisan masyarakat harus bersama-sama mengimplementasikan gaya hidup sehat demi menghentikan perseebaran virus tersebut.
Seruan itu disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito merespons kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menarik rem darurat penanganan pandemi dengan mengembalikan PSBB transisi ke PSBB seperti pada masa sebelum transisi karena alasan kondisi darurat Covid-19 di Jakarta. (Baca: Kisah Mengharukan Ayah dan Anak berebut Jihad di Perang Badar)
Hingga kemarin penambahan kasus Covid-19 di Jakarta masih tertinggi, 964 kasus. Adapun total penambahan di Tanah Air mencapai 3.737 kasus sehingga akumulasinya sebanyak 210.940 orang.
“PSBB hanya mencegah pada saat PSBB -nya, (kasus) akan turun. Nanti PSBB dibuka, (kasus) kembali (naik) lagi. Jadi yang penting itu adalah disiplin. Mau PSBB atau tidak PSBB kalau kita disiplin, kasusnya pasti akan terkendali,” ungkap Wiku dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.
Wiku mengakui PSBB untuk membatasi mobilitas penduduk bisa mencegah potensi penularan Covid-19. Namun sekali lagi dia menandaskan, pembatasan mobilitas juga tetap mesti diiringi dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.
“Jadi sebenarnya kalau mereka disiplin menjalankan protokol kesehatan, adanya mobilitas yang tidak bisa dicegah, terutama pada kegiatan-kegiatan yang esensial, harusnya tidak meningkatkan kasus,” imbuhnya.
Dia lantas menilai masyarakat saat ini belum terbiasa dengan disiplin protokol kesehatan. Salah satunya masyarakat belum terbiasa menggunakan masker sehingga hal ini juga berkontribusi pada penambahan kasus Covid-19. (Baca juga: Besok, Pembicaraan Damai Afghanistan Digelar di Qatar)
“Jadi memang kenyataannya adalah masyarakat belum terbiasa menggunakan masker secara disiplin terus-menerus dan ini berkontribusi terhadap kondisi yang ada di Indonesia, khususnya pada peningkatan kasus,” sebutnya.
Sebelumnya, untuk menegakkan disiplin tersebut, pemerintah mengatakan akan menggelar operasi yustisi. Operasi ini untuk melakukan pengawasan ketat agar masyarakat berdisiplin dalam protokol kesehatan untuk mencegah terpapar Covid-19. Langkah ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Menurut dia, operasi yustisi ini akan melibatkan TNI-Polri. Bahkan dia mengatakan operasi ini juga akan dijalankan di perkantoran. Untuk mematangkan rencana tersebut, kementerian dan lembaga terkait sudah melakukan koordinasi, termasuk dengan melibatkan TNI dan Polri.
Untuk diketahui, sebagai tindak lanjut PSBB, Pemprov DKI memutuskan menutup seluruh mal atau pusat perbelanjaan di Jakarta mulai Senin, 14 September mendatang. Meski menutup mal, pihaknya tetap mengizinkan supermarket dan restoran di dalam mal untuk beroperasi, tetapi hanya melayani layanan pesan-antar.
Pengetatan juga akan diberlakukan terhadap perusahaan dan perkantoran. Terhadap mereka yang melanggar protokol kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta mengancam akan memberi sanksi.
Sementara itu Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Erick Thohir menegaskan, sejak awal pemerintah menjadikan masalah kesehatan sebagai fokus utama sebelum ekonomi. Hal ini penting untuk mempercepat proses pemulihan Indonesia dari pandemi. (Baca juga: Inilah Negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu Ledak Nuklir)
Menurut dia, sejak awal Komite Penanganan Covid-19 tidak pernah bicara bahwa ekonomi didahulukan. Pihaknya selalu mengatakan bahwa kesehatan menjadi prioritas utama. Setelah kesehatan, baru bisa diharapkan ekonomi akan tumbuh dengan baik.
"Program Indonesia Sehat menjadi bukti keseriusan kami. Misalnya kami selalu mendorong agar masyarakat meningkatkan disiplin menggunakan masker, menjaga jarak, menggunakan faceshield, selalu mencuci tangan, dan lainnya," kata Erick saat orasi ilmiah pada Dies Natalis Unpad Ke-63 secara virtual kemarin.
Tak hanya itu, Menteri BUMN ini juga menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar operasi yustisi. Tujuannya untuk menggalakkan disiplin kepada masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pandemi menuntut bangsa Indonesia untuk melakukan adaptasi dan percepatan penanganan. Karena saat ini negara dihadapkan pada ancaman krisis ekonomi, krisis kesehatan, dan lainnya. Namun ekonomi dan kesehatan menjadi persoalan yang tidak mudah.
"Semua negara menghadapi ini. Negara maju, negara berkembang, negara miskin, semua tidak punya formulanya. Semua mencari jalan terbaik. Tapi ini menjadi challange bagi kita, tidak boleh sia-siakan kesempatan, menjadi momen kebangkitan bangsa agar lebih mandiri," beber dia. (Baca juga: WHO Peringatkan Dunia Lebih Siap untuk Pandemi Berikutnya)
Perlu 55% Penduduk Tinggal di Rumah
Pakar kesehatan masyarakat sekaligus pengajar di Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr Iwan Ariawan, mengatakan untuk menurunkan transmisi persebaran Covid-19 di DKI diperlukan 55% penduduk untuk tinggal di rumah.
“Kalau dari analisis kita untuk kota besar seperti Jakarta itu diperlukan 55% atau lebih penduduk untuk tinggal di rumah saja untuk menurunkan transmisi Covid-19 ini,” kata Iwan dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.
Untuk mewujudkan kondisi itulah diperlukan kebijakan PSBB yang sesuai dengan aturan agar penduduk dengan transmisi tinggi persebaran Covid-19 mesti tinggal di rumah. “Jadi kita harus memperbanyak penduduk yang tinggal di rumah saja. Itu kan bisa dilakukan dengan PSBB karena sesuai dengan aturan diminta untuk tinggal di rumah saja,” katanya. (Baca juga: Haornas, Momentum Kebangkitan Olahraga Nasional)
Iwan menjelaskan dari data yang ada, membatasi mobilitas penduduk melalui pemberlakuan PSBB akan menekan angka penambahan kasus Covid-19. Di sisi lain walaupun PSBB diperlonggar, dengan diiringi disiplin protokol kesehatan, hal itu juga akan mencegah naiknya kasus Covid-19.
“Seharusnya ini tidak terjadi kalau protokol kesehatan yang dilakukan karena dari penelitian yang ada sebetulnya protokol kesehatan bisa mencegah naiknya kasus setelah PSBB dilonggarkan. Asal dilakukan dengan cakupan yang besar, konsisten, dan benar. Nah kita masih punya masalah di sini,” sebutnya.
Lebih jauh dia memaparkan, sebanyak 85% penduduk yang berdisiplin memakai masker akan menurunkan transmisi kasus Covid-19 seperti saat diberlakukan PSBB. “Kemudian kalau nanti PSBB-nya sudah mau dilonggarkan, kalau mulai terkendali kemudian PSBB dilonggarkan lagi, itu dari penelitian yang ada itu harusnya cakupan memakai masker 85%. Baru kita bisa mempertahankan seperti kita lakukan PSBB,” lanjutnya.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito membenarkan mobilitas penduduk berkontribusi terhadap penambahan kasus Covid-19 di Tanah Air. Wiku pun membandingkan data mobilitas penduduk saat PSBB dan PSBB transisi yang diberlakukan di DKI. (Lihat videonya: Razia Masker, Banyak Pengendara Motor Nekat Kabur)
“Jadi kalau kita lihat antara PSBB dan PSBB transisi, terlihat sekali pada PSBB garis-garisnya (pergerakan mobilitas penduduk) tidak terlalu padat, cukup padat tapi tidak terlalu padat dan kelihatan relatif merata di Pulau Jawa,” katanya. (Binti Mufarida/Bima Setiyadi/Arif Budianto)
Seruan itu disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito merespons kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menarik rem darurat penanganan pandemi dengan mengembalikan PSBB transisi ke PSBB seperti pada masa sebelum transisi karena alasan kondisi darurat Covid-19 di Jakarta. (Baca: Kisah Mengharukan Ayah dan Anak berebut Jihad di Perang Badar)
Hingga kemarin penambahan kasus Covid-19 di Jakarta masih tertinggi, 964 kasus. Adapun total penambahan di Tanah Air mencapai 3.737 kasus sehingga akumulasinya sebanyak 210.940 orang.
“PSBB hanya mencegah pada saat PSBB -nya, (kasus) akan turun. Nanti PSBB dibuka, (kasus) kembali (naik) lagi. Jadi yang penting itu adalah disiplin. Mau PSBB atau tidak PSBB kalau kita disiplin, kasusnya pasti akan terkendali,” ungkap Wiku dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.
Wiku mengakui PSBB untuk membatasi mobilitas penduduk bisa mencegah potensi penularan Covid-19. Namun sekali lagi dia menandaskan, pembatasan mobilitas juga tetap mesti diiringi dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.
“Jadi sebenarnya kalau mereka disiplin menjalankan protokol kesehatan, adanya mobilitas yang tidak bisa dicegah, terutama pada kegiatan-kegiatan yang esensial, harusnya tidak meningkatkan kasus,” imbuhnya.
Dia lantas menilai masyarakat saat ini belum terbiasa dengan disiplin protokol kesehatan. Salah satunya masyarakat belum terbiasa menggunakan masker sehingga hal ini juga berkontribusi pada penambahan kasus Covid-19. (Baca juga: Besok, Pembicaraan Damai Afghanistan Digelar di Qatar)
“Jadi memang kenyataannya adalah masyarakat belum terbiasa menggunakan masker secara disiplin terus-menerus dan ini berkontribusi terhadap kondisi yang ada di Indonesia, khususnya pada peningkatan kasus,” sebutnya.
Sebelumnya, untuk menegakkan disiplin tersebut, pemerintah mengatakan akan menggelar operasi yustisi. Operasi ini untuk melakukan pengawasan ketat agar masyarakat berdisiplin dalam protokol kesehatan untuk mencegah terpapar Covid-19. Langkah ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (10/9/2020).
Menurut dia, operasi yustisi ini akan melibatkan TNI-Polri. Bahkan dia mengatakan operasi ini juga akan dijalankan di perkantoran. Untuk mematangkan rencana tersebut, kementerian dan lembaga terkait sudah melakukan koordinasi, termasuk dengan melibatkan TNI dan Polri.
Untuk diketahui, sebagai tindak lanjut PSBB, Pemprov DKI memutuskan menutup seluruh mal atau pusat perbelanjaan di Jakarta mulai Senin, 14 September mendatang. Meski menutup mal, pihaknya tetap mengizinkan supermarket dan restoran di dalam mal untuk beroperasi, tetapi hanya melayani layanan pesan-antar.
Pengetatan juga akan diberlakukan terhadap perusahaan dan perkantoran. Terhadap mereka yang melanggar protokol kesehatan, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta mengancam akan memberi sanksi.
Sementara itu Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Erick Thohir menegaskan, sejak awal pemerintah menjadikan masalah kesehatan sebagai fokus utama sebelum ekonomi. Hal ini penting untuk mempercepat proses pemulihan Indonesia dari pandemi. (Baca juga: Inilah Negara-negara di Dunia yang Memiliki Hulu Ledak Nuklir)
Menurut dia, sejak awal Komite Penanganan Covid-19 tidak pernah bicara bahwa ekonomi didahulukan. Pihaknya selalu mengatakan bahwa kesehatan menjadi prioritas utama. Setelah kesehatan, baru bisa diharapkan ekonomi akan tumbuh dengan baik.
"Program Indonesia Sehat menjadi bukti keseriusan kami. Misalnya kami selalu mendorong agar masyarakat meningkatkan disiplin menggunakan masker, menjaga jarak, menggunakan faceshield, selalu mencuci tangan, dan lainnya," kata Erick saat orasi ilmiah pada Dies Natalis Unpad Ke-63 secara virtual kemarin.
Tak hanya itu, Menteri BUMN ini juga menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan menggelar operasi yustisi. Tujuannya untuk menggalakkan disiplin kepada masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pandemi menuntut bangsa Indonesia untuk melakukan adaptasi dan percepatan penanganan. Karena saat ini negara dihadapkan pada ancaman krisis ekonomi, krisis kesehatan, dan lainnya. Namun ekonomi dan kesehatan menjadi persoalan yang tidak mudah.
"Semua negara menghadapi ini. Negara maju, negara berkembang, negara miskin, semua tidak punya formulanya. Semua mencari jalan terbaik. Tapi ini menjadi challange bagi kita, tidak boleh sia-siakan kesempatan, menjadi momen kebangkitan bangsa agar lebih mandiri," beber dia. (Baca juga: WHO Peringatkan Dunia Lebih Siap untuk Pandemi Berikutnya)
Perlu 55% Penduduk Tinggal di Rumah
Pakar kesehatan masyarakat sekaligus pengajar di Departemen Biostatistika dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr Iwan Ariawan, mengatakan untuk menurunkan transmisi persebaran Covid-19 di DKI diperlukan 55% penduduk untuk tinggal di rumah.
“Kalau dari analisis kita untuk kota besar seperti Jakarta itu diperlukan 55% atau lebih penduduk untuk tinggal di rumah saja untuk menurunkan transmisi Covid-19 ini,” kata Iwan dalam diskusi di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.
Untuk mewujudkan kondisi itulah diperlukan kebijakan PSBB yang sesuai dengan aturan agar penduduk dengan transmisi tinggi persebaran Covid-19 mesti tinggal di rumah. “Jadi kita harus memperbanyak penduduk yang tinggal di rumah saja. Itu kan bisa dilakukan dengan PSBB karena sesuai dengan aturan diminta untuk tinggal di rumah saja,” katanya. (Baca juga: Haornas, Momentum Kebangkitan Olahraga Nasional)
Iwan menjelaskan dari data yang ada, membatasi mobilitas penduduk melalui pemberlakuan PSBB akan menekan angka penambahan kasus Covid-19. Di sisi lain walaupun PSBB diperlonggar, dengan diiringi disiplin protokol kesehatan, hal itu juga akan mencegah naiknya kasus Covid-19.
“Seharusnya ini tidak terjadi kalau protokol kesehatan yang dilakukan karena dari penelitian yang ada sebetulnya protokol kesehatan bisa mencegah naiknya kasus setelah PSBB dilonggarkan. Asal dilakukan dengan cakupan yang besar, konsisten, dan benar. Nah kita masih punya masalah di sini,” sebutnya.
Lebih jauh dia memaparkan, sebanyak 85% penduduk yang berdisiplin memakai masker akan menurunkan transmisi kasus Covid-19 seperti saat diberlakukan PSBB. “Kemudian kalau nanti PSBB-nya sudah mau dilonggarkan, kalau mulai terkendali kemudian PSBB dilonggarkan lagi, itu dari penelitian yang ada itu harusnya cakupan memakai masker 85%. Baru kita bisa mempertahankan seperti kita lakukan PSBB,” lanjutnya.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito membenarkan mobilitas penduduk berkontribusi terhadap penambahan kasus Covid-19 di Tanah Air. Wiku pun membandingkan data mobilitas penduduk saat PSBB dan PSBB transisi yang diberlakukan di DKI. (Lihat videonya: Razia Masker, Banyak Pengendara Motor Nekat Kabur)
“Jadi kalau kita lihat antara PSBB dan PSBB transisi, terlihat sekali pada PSBB garis-garisnya (pergerakan mobilitas penduduk) tidak terlalu padat, cukup padat tapi tidak terlalu padat dan kelihatan relatif merata di Pulau Jawa,” katanya. (Binti Mufarida/Bima Setiyadi/Arif Budianto)
(ysw)