Antisipasi Teror di Masa Pendemi Covid-19

Senin, 04 Mei 2020 - 07:36 WIB
loading...
Antisipasi Teror di...
Foto: dok/SINDOphoto
A A A
Ferdinand T. Andi Lolo
(Pengajar Departemen Kriminologi Universitas Indonesia)

Akhir April 2020, angka penderita positif Covid-19 terus menanjak hingga mendekati angka 10.000. Ketika semua perhatian tertuju kepada pandemi yang menimbulkan gejolak ekonomi dan tekanan sosial bagi semua lapisan masyarakat, kita tidak boleh lupa untuk tetap waspada terhadap berbagai ancaman yang lain.

Ancaman yang dimaksud adalah aksi terorisme. Ketika banyak kegiatan mulai dari belajar, bekerja, aktivitas olahraga dan seni hingga perdagangan berhenti atau berkurang secara signifikan, aksi-aksi teror tidak menunjukkan gencatan.

Pada Maret lalu terjadi berbagai serangan teror di Afghanistan dan Irak, Boko Haram menewaskan ratusan aparat keamanan di Chad dan Nigeria. Kemudian April gelombang serangan teror terjadi di Mozambik, Mali dan Maladewa. Dalam negeri sendiri berbagai aksi teror berhasil diungkap dan direspons aparat di tengah-tengah pemerintah dan masyarakat melakukan segala daya upaya untuk menahan laju pandemi ini.

Sasaran klasik kelompok teror adalah tempat-tempat yang masuk ke dalam ranah publik dengan akses yang relatif mudah serta sarana berkumpulnya warga. Sasaran sipil dengan tingkat keamanan yang relatif rendah (sering disebut sebagai soft targets atau vulnerable targets) dipilih karena profilnya cocok dengan tujuan terorisme yaitu memaksimalkan korban serta menciptakan publisitas.

Kombinasi korban dan publisitas diharapkan oleh kelompok teror memicu ketakutan massal sehingga menimbulkan keresahan sosial akibat hilangnya rasa aman dan timbulnya rasa tidak percaya kepada pemerintah. Pada akhirnya kelompok teror dapat memaksakan konsesi-konsesi dari otoritas untuk mewujudkan ide-ide intoleransi mereka.

Dalam konteks pemilihan sasaran, upaya pemerintah melalui kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) merupakan disinsentif bagi kelompok teror. Office of Counter Terrorism Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengidentifikasi beberapa tempat sebagai sasaran teror yang rentan. Di antaranya tempat kegiatan peribadatan, olahraga skala besar, pusat kegiatan kaum urban dan tempat rekreasi.

PSBB melarang atau membatasi berkumpulnya massa di tempat-tempat tersebut sebagai implementasi jarak fisik dan jarak sosial untuk memutus rantai penyebaran pandemi. Margareth Thatcher (perdana menteri Inggris 1979-1990) pernah menyatakan bahwa “media publicity is the oxygen for terrorism”. Jika teroris menjalankan aksinya di tempat-tempat publik yang kosong tentu tidak menarik untuk diberitakan sehingga tujuan aksi itu tidak tercapai karena aksi dan publisitas oleh media tidak terkolaborasi.

Dalam konteks pendanaan dan rekrutmen PSBB yang implementasinya termasuk pembatasan pergerakan orang juga berdampak buruk bagi kelompok teror. Pendanaan aksi teror sedikit banyak tergantung pada kontribusi finansial dari para pendukung atau simpatisan yang seideologi.

Dalam situasi dimana sektor ekonomi terguncang hebat sehingga berimbas pada turunnya penghasilan atau bahkan kehilangan pekerjaan hingga pada titik orang-orang hanya bertahan hidup atau bahkan hanya bergantung pada bantuan sosial dari pemerintah atau anggota masyarakat lain yang baik (good Samaritan). Para donatur aksi teror tentu mengalami hal yang sama sehingga kontribusinya berkurang secara signifikan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2060 seconds (0.1#10.140)