Data Jadi Tambang Emas hingga Picu Konflik, RUU PDP Kian Mendesak
loading...

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Henri Subiakto mengatakan di era digital saat ini semua aktivitas selalu terkait dengan data pribadi. Foto/SINDOnews
A
A
A
JAKARTA - Desakan terhadap Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi ( RUU PDP ) terus bergaung. Beragam isu krusial terus bermunculan. Di sisi lain, berbagai kasus serangan atau peretasan data pribadi juga marak terjadi hingga memicu persoalan besar.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Henri Subiakto mengatakan di era digital saat ini semua aktivitas selalu terkait dengan data pribadi. Misalnya, bila aktif di media sosial maka data pribadi ada di media sosial tersebut. Saat ini, menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2018 diperkirakan lebih 171,17 juta jiwa atau 64,8% dari total populasi 267,7 juta penduduk Indonesia. (Baca juga: Banyak Regulasi Pelindungan Data Pribadi, Kominfo: Harus Disatukan di RUU PDP)
“Ini yang menyebabkan perlunya sebuah regulasi kuat, komprehensif untuk memastikan perlindungan data pribadi. Karena pengguna media di Indonesia sangat besar,” tutur Henri dalam diskusi daring, Rabu (9/9/2020).
Tak hanya itu, situasi sudah mulai berubah di mana telah terjadi pergeseran bisnis dari uang ke data. Di era ekonomi digital dunia, yang diperlukan kalangan kapitalis adalah menguasai data konsumen terkait dengan pola perilaku manusia di dunia digital. Misalnya, Google dan WhatsApp yang sudah menjadi media yang kini digunakan secara global, justru mereka mendapatkan keuntungan dari data pengguna.
“Jadi, data di masa sekarang dan ke depan akan menjadi rebutan, akan menjadi persoalan yang sangat penting bagi berbagai kekuatan yang ada di dunia maupun nasional. Sehingga ini harus diatur karena menjadi tambang emas, akan terjadi banyak konflik,” imbuh dia.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Henri Subiakto mengatakan di era digital saat ini semua aktivitas selalu terkait dengan data pribadi. Misalnya, bila aktif di media sosial maka data pribadi ada di media sosial tersebut. Saat ini, menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2018 diperkirakan lebih 171,17 juta jiwa atau 64,8% dari total populasi 267,7 juta penduduk Indonesia. (Baca juga: Banyak Regulasi Pelindungan Data Pribadi, Kominfo: Harus Disatukan di RUU PDP)
“Ini yang menyebabkan perlunya sebuah regulasi kuat, komprehensif untuk memastikan perlindungan data pribadi. Karena pengguna media di Indonesia sangat besar,” tutur Henri dalam diskusi daring, Rabu (9/9/2020).
Tak hanya itu, situasi sudah mulai berubah di mana telah terjadi pergeseran bisnis dari uang ke data. Di era ekonomi digital dunia, yang diperlukan kalangan kapitalis adalah menguasai data konsumen terkait dengan pola perilaku manusia di dunia digital. Misalnya, Google dan WhatsApp yang sudah menjadi media yang kini digunakan secara global, justru mereka mendapatkan keuntungan dari data pengguna.
“Jadi, data di masa sekarang dan ke depan akan menjadi rebutan, akan menjadi persoalan yang sangat penting bagi berbagai kekuatan yang ada di dunia maupun nasional. Sehingga ini harus diatur karena menjadi tambang emas, akan terjadi banyak konflik,” imbuh dia.
Lihat Juga :