Digelar di Tengah Pandemi, Deteksi Dini Potensi Konflik Pilkada

Rabu, 09 September 2020 - 08:02 WIB
loading...
A A A
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menambahkan, Polri sudah memetakan kerawanan saat pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020. Menurut dia, ada tiga hal yang perlu diantisipasi. Berdasarkan hasil evaluasi Pilkada sebelumnya, terdapat sejumlah kerawanan yang mungkin saja terjadi di antaranya keterlambatan pencetakan dan pendistribusian. “Kemudian logistik dicuri, digandakan, dipalsukan, bahkan dibakar atau rusak dan korupsi pengadaan,” katanya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Polri akan menjalankan skema pengamanan dari perusahaan percetakan logistik, pengawalan distribusi, sampai gudang penyimpanan logistik pilkada. “Pada tahap pemungutan suara, tepat 9 Desember 2020, Polri telah melakukan klasifikasi terhadap TPS, total 137.729 personel akan disiagakan untuk mengamankan 300.152 TPS,” ujarnya. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan membeberkan sejumlah daerah dengan tingkat kerawanan ketidaknetralan ASN tinggi. Daerah-daerah tersebut Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Agam.

“Kalau dari dimensi konteks politik ada 10 daerah yang kami kategorikan indeks kerawanan pilkada (IKP) terkait netralitas ASN cukup tinggi. IKP menjadi early warning bagi kami untuk menentukan strategi pengawasan,” katanya.

Abhan sengaja membeberkan daerah-daerah tersebut agar ada upaya antisipasi. Dengan begitu, saat Pilkada 2020 berjalan netralitas ASN bisa tetap terjaga. “Mohon maaf ini kami sebutkan untuk melakukan upaya antisipasi. Ini agar persoalan (rendahnya) netralitas ASN di sana tidak terjadi secara masif,” ungkapnya.

Apalagi, menurut Abhan, ada banyak petahana yang berpotensi maju kembali dalam pilkada kali ini. Hal ini sangat rentan dengan penyalahgunaan kewenangan. Terutama berkaitan dengan ASN di daerah. “Apalagi dari pemetaan kami 270 daerah yang potensi terdapat calon petahana ada 22. Nanti kita lihat pasca 23 September setelah tahap pencalonan apakah betul semua maju,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan kondisi lebih buruk jika petahana pecah kongsi, di mana kepala daerah dan wakilnya saling berhadapan di pilkada. “Apalagi kalau di daerah incumbent pecah kongsi. Kemudian ditambah sekretaris daerahnya yang hampir pensiun mencalonkan diri sehingga ASN harus betul-betul teguh menjaga netralitas," desaknya. (Baca juga: Kemendikbud Khawatirkan Banyak Anak Putus Sekolah Akibat Covid-19)

Anggota Bawaslu, M Afifuddin, mengatakan, indeks kerawanan pemilu meningkat karena pandemi Covid-19. Dia menyebut kerawanan tersebut terjadi pada dimensi sosial, politik, infrastruktur daerah dan pandemi Covid-19. "Dimensi pertama yang diukur adalah sosial, yaitu ada gangguan bencana tetapi terkait bencana alam dan bencana sosial serta kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara," katanya.

Konteks selanjutnya yakni dimensi politik. Potensi kerawanannya pada keberpihakan penyelenggara pemilu, rekrutmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan ASN, dan penyalahgunaan anggaran. Pada konteks sosial sebanyak 40 kabupaten dan kota memiliki indeks kerawanan tinggi dan 211 lainnya pada tingkat sedang. Untuk dimensi politik, ada 50 kabupaten/kota memiliki indeks kerawanan tinggi dan 211 lainnya pada kondisi sedang. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)

Dalam konteks infrastruktur daerah, Bawaslu mengukurnya dengan dua aspek, yaitu dukungan teknologi informasi di daerah dan sistem informasi yang dimiliki penyelenggara pemilu. Pada konteks infrastruktur daerah, tidak ada kabupaten kota yang rawan rendah. Ada 117 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dan 144 rawan sedang.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1083 seconds (0.1#10.140)