Digelar di Tengah Pandemi, Deteksi Dini Potensi Konflik Pilkada

Rabu, 09 September 2020 - 08:02 WIB
loading...
Digelar di Tengah Pandemi, Deteksi Dini Potensi Konflik Pilkada
Foto: dok/SINDOnews/Haryudi
A A A
JAKARTA - Potensi konflik diyakini masih akan terjadi di beberapa wilayah saat berlangsungnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang akan digelar 9 Desember nanti. Terlebih pilkada kali ini digelar di tengah pandemi Covid-19.

Selain dimensi sosial politik, persoalan yang paling banyak muncul adalah tidak netralnya aparatur sipil negara (ANS). Persoalan lainnya, pemberian uang (money politics), barang, atau jasa kepada pemilih pada masa kampanye. (Baca: Gugus Tugas Waspadai Klaster Pilkada Serentak di Jabar)

Mabes Polri sudah mendeteksi sejumlah kerawanan yang akan muncul. Bahkan lebih dari itu, Korps Bhayangkara sudah menyiapkan antisipasi untuk meredam konflik tersebut. Dari total 300.152 tempat pemungutan suara (TPS), 266.220 di antaranya masuk kategori aman. Di tempat itu, per 10 TPS akan dijaga atau dikawal dua anggota polisi.

Pada 34.863 TPS kategori rawan dijaga oleh dua polisi per dua TPS. Selanjutnya 5.113 TPS kategori sangat rawan akan diamankan oleh dua polisi per satu TPS. Terakhir, pada 732 TPS berkategori khusus akan diterjunkan dua personel per satu TPS.

“Jumlah personel yang akan diterjunkan sebanyak 137.729 orang untuk mengamankan 300.152 TPS. Kendati begitu, masing-masing wilayah diserahkan kepada Kasatwil untuk menentukan jumlah personel sesuai karakteristik kerawanan wilayah,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono kemarin.

Pemetaan daerah rawan tersebut sebagaimana tertuang dalam kesiapan pengamanan pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah Pandemi Covid-19 dengan sandi Operasi Mantap Praja 2020. Menurut Argo, setelah memetakan potensi kerawanan, Polri selanjutnya akan melakukan antisipasi dan upaya pencegahan dini dengan melibatkan TNI.

“Setiap tahapan punya kerawanan masing-masing dan itu sudah kami antisipasi. Misalnya mengedukasi daerah yang rawan dengan melibatkan tokoh agama dan masyarakat. Kita ajak mereka untuk menyukseskan pilkada,” ungkap Argo. (Baca juga: Demonstrasi Antirasisme Memanas di Kota-Kota AS)

Jenderal bintang dua ini mengajak masyarakat menyukseskan pilkada dengan aman, damai, dan tenteram walaupun memiliki pandangan dan pilihan yang berbeda. “Karena pilkada ini masih di suasana Covid-19, kami menghimbau masyarakat untuk mengutamakan protokol kesehatan,” ucapnya.

Sebelumnya Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menerbitkan surat telegram mengenai dimulainya Operasi Mantap Praja 2020 untuk menyukseskan pengamanan Pilkada Serentak 2020. Operasi Mantap Praja 2020 itu sebagaimana tertuang dalam Surat Telegram Nomor : STR/387/VI/OPS.1.3./2020 tanggal 30 Juni 2020 tentang Rencana Dimulainya Operasi Mantap Praja 2020 terhitung mulai 3 September 2020.

Mengingat pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 digelar di tengah pandemi Covid-19, Kapolri pun memerintahkan kepada seluruh jajarannya untuk selalu siap menghadapi situasi apa pun dalam menyukseskan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Seluruh kekuatan yang dilibatkan dalam tiap tahapan akan disesuaikan dengan tingkat kerawanan dan kebutuhan dari masing-masing wilayah.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono menambahkan, Polri sudah memetakan kerawanan saat pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2020. Menurut dia, ada tiga hal yang perlu diantisipasi. Berdasarkan hasil evaluasi Pilkada sebelumnya, terdapat sejumlah kerawanan yang mungkin saja terjadi di antaranya keterlambatan pencetakan dan pendistribusian. “Kemudian logistik dicuri, digandakan, dipalsukan, bahkan dibakar atau rusak dan korupsi pengadaan,” katanya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Polri akan menjalankan skema pengamanan dari perusahaan percetakan logistik, pengawalan distribusi, sampai gudang penyimpanan logistik pilkada. “Pada tahap pemungutan suara, tepat 9 Desember 2020, Polri telah melakukan klasifikasi terhadap TPS, total 137.729 personel akan disiagakan untuk mengamankan 300.152 TPS,” ujarnya. (Baca juga: Mengenal Penyakit Batu Empedu Sejak Dini)

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan membeberkan sejumlah daerah dengan tingkat kerawanan ketidaknetralan ASN tinggi. Daerah-daerah tersebut Kabupaten Manokwari Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kota Makassar, Kabupaten Lamongan, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Agam.

“Kalau dari dimensi konteks politik ada 10 daerah yang kami kategorikan indeks kerawanan pilkada (IKP) terkait netralitas ASN cukup tinggi. IKP menjadi early warning bagi kami untuk menentukan strategi pengawasan,” katanya.

Abhan sengaja membeberkan daerah-daerah tersebut agar ada upaya antisipasi. Dengan begitu, saat Pilkada 2020 berjalan netralitas ASN bisa tetap terjaga. “Mohon maaf ini kami sebutkan untuk melakukan upaya antisipasi. Ini agar persoalan (rendahnya) netralitas ASN di sana tidak terjadi secara masif,” ungkapnya.

Apalagi, menurut Abhan, ada banyak petahana yang berpotensi maju kembali dalam pilkada kali ini. Hal ini sangat rentan dengan penyalahgunaan kewenangan. Terutama berkaitan dengan ASN di daerah. “Apalagi dari pemetaan kami 270 daerah yang potensi terdapat calon petahana ada 22. Nanti kita lihat pasca 23 September setelah tahap pencalonan apakah betul semua maju,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan kondisi lebih buruk jika petahana pecah kongsi, di mana kepala daerah dan wakilnya saling berhadapan di pilkada. “Apalagi kalau di daerah incumbent pecah kongsi. Kemudian ditambah sekretaris daerahnya yang hampir pensiun mencalonkan diri sehingga ASN harus betul-betul teguh menjaga netralitas," desaknya. (Baca juga: Kemendikbud Khawatirkan Banyak Anak Putus Sekolah Akibat Covid-19)

Anggota Bawaslu, M Afifuddin, mengatakan, indeks kerawanan pemilu meningkat karena pandemi Covid-19. Dia menyebut kerawanan tersebut terjadi pada dimensi sosial, politik, infrastruktur daerah dan pandemi Covid-19. "Dimensi pertama yang diukur adalah sosial, yaitu ada gangguan bencana tetapi terkait bencana alam dan bencana sosial serta kekerasan atau intimidasi pada penyelenggara," katanya.

Konteks selanjutnya yakni dimensi politik. Potensi kerawanannya pada keberpihakan penyelenggara pemilu, rekrutmen penyelenggara pemilu yang bermasalah, ketidaknetralan ASN, dan penyalahgunaan anggaran. Pada konteks sosial sebanyak 40 kabupaten dan kota memiliki indeks kerawanan tinggi dan 211 lainnya pada tingkat sedang. Untuk dimensi politik, ada 50 kabupaten/kota memiliki indeks kerawanan tinggi dan 211 lainnya pada kondisi sedang. (Lihat videonya: Kesultanan Buton yang Tidak Pernah Dijajah Negara Eropa)

Dalam konteks infrastruktur daerah, Bawaslu mengukurnya dengan dua aspek, yaitu dukungan teknologi informasi di daerah dan sistem informasi yang dimiliki penyelenggara pemilu. Pada konteks infrastruktur daerah, tidak ada kabupaten kota yang rawan rendah. Ada 117 kabupaten/kota terindikasi rawan tinggi dan 144 rawan sedang.

“Keempat, soal pandemi. Potensi kerawanannya ada pada anggaran pilkada dan data terkait Covid-19, dukungan pemerintah daerah, resistensi masyarakat terhadap penyelenggaraan pilkada, dan hambatan pengawasan pemilu akibat pandemi,” papar Afif. (M Yamin/Dita Angga)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1119 seconds (0.1#10.140)