Hentikan Wabah Virus Corona, Saatnya Taubat dan Bermunajat
A
A
A
JAKARTA - Berbagai ikhtiar untuk menghentikan wabah corona (Covid-19) perlu dilakukan. Selain menggunakan metode kedokteran dan sains lain, langkah yang menggunakan pendekatan sosiologis dan politis juga sudah diambil. Namun, tak kalah pentingnya adalah langkah spiritual.
Pendekatan keagamaan ini patut dijalankan dengan pemahaman bahwa corona juga makhluk Tuhan dan semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Dengan bertaubat, bermunajat, dan berdoa, diharapkan wabah corona berhenti dan kemudian umat manusia di muka bumi bisa kembali hidup normal.
Ikhtiar doa sudah diserukan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU)-Muhammadiyah dan para tokoh agama, termasuk dari non-Islam, dengan menyebarkan amalan-amalan yang dianggap memiliki khasiat penyembuhan maupun menghentikan wabah.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, misalnya, mengatakan, dalam kondisi seperti ini PBNU mengajak seluruh warga nahdliyin dan umat Islam pada umumnya, agar selalu berserah diri dan mendekat kepada Allah SWT, menebalkan iman dengan dasar bahwa tidak akan menimpa apa pun kecuali yang Allah SWT kehendaki. "Walaupun kita menghindar ke mana pun kalau Tuhan menghendaki maka kita tidak bisa menghindar. Sebaliknya, walaupun kita berada di tengah-tengah musibah, wabah, kalau Tuhan belum menghendaki kita terkena wabah tersebut kita akan selamat," tutur Kiai Said.
Dia pun mengajak semua umat Islam untuk meningkatkan iman dan tawakal, serta mengharapkan rida dan menerima ketentuan Allah SWT di tengah kondisi prihatin atas wabah corona. Kendati begitu, dia mengingatkan masyarakat juga harus terus berikhtiar melakukan sesuatu usaha agar terhindar dari mara bahaya.
NU bahkan berencana menggelar ”Doa Bersama dan Pertaubatan Global Bersatu Melawan Corona” yang akan digelar Kamis (9/4/2020). Sekretaris Jenderal PBNU HA Helmy Faishal Zaini menuturkan, acara tersebut merupakan ikhtiar batin untuk mengetuk pintu langit dan memohon kepada Allah agar musibah virus korona yang sedang melanda dunia segera diangkat oleh Allah. "Ikhtiar batin penting kita lakukan di samping usaha-usaha dan ikhtiar lahiriah. Kami berharap semoga dengan dimunajatkannya doa-doa, salawat Thibbil Qulub, syair Li-Khamsatun, dan amalan-amalan dari para kiai leluhur kita, wabah corona segera berlalu dan kita bisa melewatinya dengan keadaan selamat," ujarnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengungkapkan, Muhammadiyah menyerukan munajat dilakukan secara serentak, tapi dengan pelaksanaan yang bersifat pribadi. Menurut dia, Islam mengajarkan agar di tengah musibah yang sangat berat Muslim membaca qunut nazilah di setiap salat fardu serta memperbanyak istigfar. "Tetapi tentu saja, ikhtiar spiritual itu tetap harus disertai usaha kolektif dan gotong-royong sesuai prinsip ilmiah," ujarnya.
Dari sudut pandang teologi, pandemi ini adalah ujian Tuhan bagi umat manusia. Ujian itu bisa menjadi salah satu cara untuk menilai kualitas iman dan untuk meningkatkan derajat kehidupan umat manusia. Pandemi bisa terjadi sebagai akibat langsung atau tidak langsung atas perbuatan manusia yang tidak mematuhi ajaran Tuhan, yaitu menjaga kebersihan. "Agama, khususnya Islam, mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa hidup bersih baik secara fisik maupun spiritual, menjaga keseimbangan ekosistem, dan tidak eksploitatif terhadap alam. Pandemi adalah peringatan agar manusia kembali dan senantiasa berada pada jalan Tuhan," tuturnya. (Baca: Antisipasi Corona, Masyarakat Diimbau Pakai Masker)
Lebih jauh Abdul Mu'ti memaparkan, doa adalah usaha spiritual yang dilakukan oleh kaum beriman untuk menyelesaikan permasalahan. Secara spiritual doa memiliki dua makna. Pertama, permohonan pertolongan Tuhan sebagai Zat Yang Mahakuasa agar mengakhiri semua musibah dan kesulitan hidup. Kedua, memberi kekuatan agar tetap bisa bertahan dan keyakinan serta harapan bahwa Tuhan tidak akan menguji manusia melebihi batas kemampuan. "Musibah pasti ada batas akhir dan kehidupan baru yang lebih baik akan datang," tuturnya.
Dari organisasi non-Islam, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom juga menekankan perlunya doa bersama lintas agama untuk mengusir corona dari Indonesia. "Semua pihak perlu diajak berdoa bersama. Tentu yang saya maksud adalah doa bersama dari tempat masing-masing," ujar Pendeta Gomar Gultom kepada SINDOnews.com, Minggu (5/4/2020).
Menurut dia, akan sangat baik jika pemerintah yang menginisiasi atau mengajak para tokoh lintas agama untuk melakukan doa bersama itu. Doa bersama itu juga bisa disiarkan secara luas agar diikuti banyak masyarakat. ”Bisa dilakukan via Zoom Meeting, dan diumumkan secara meluas agar khalayak ramai bisa mengikuti," tuturnya.
Dari Katolik, Pastor Antonius Benny Susetyo mendukung ikhtiar melawan korona melalui jalur spiritual. Dia mendorong pemerintah dan pemuka agama tetap menyerukan agar ada kegiatan doa serentak di lingkup keagamaan masing-masing maupun lintas agama, tanpa harus berkumpul bersama. “Bisa dilakukan di rumah masing-masing, tidak perlu bertemu, serentak secara online. Seperti halnya beribadah (misa Katolik) yang kini dilakukan bersama melalui siaran langsung atau live streaming,” kata Benny.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menyebut bahwa pandemi global virus corona ini sebagai kiamat kecil karena telah menyerang hampir seluruh negara di dunia, tanpa mengenal batas negara, agama, bahkan tidak mengenal strata sosial. "Nah yang bisa menyembuhkan dan menghindarkan adalah dirinya sendiri dan Allah SWT. Meskipun orang yang dicintai pun, kalau sudah kena kita harus menghindar. Jadi siapa pun yang kena virus dia harus menyendiri dan harus melawan dengan dirinya sendiri bersama Tuhannya," tuturnya kemarin. (Baca juga: Riset: Kepercayaan Masyarakat Rendah terhadap Pemerintah Tangani Corona)
Menurut Jazil, dalam kondisi seperti ini yang dibutuhkan adalah kekuatan doa. Karena itu, dia mengajak setiap orang hendaknya berdoa dari tempat masing-masing, bermunajat, membangun kekuatan masing-masing untuk kemudian bisa melewati dan membangun kembali. "Sekarang pada situasi seperti ini kan tidak mungkin munajat di lapangan atau tempat-tempat ibadah, ya masing-masing individu saling mendoakan, saling membantu agar yang lain terhindar. Yang sudah terkena mudah-mudahan diberikan kesembuhan, yang belum mudah-mudahan terhindar," katanya.Pengingat untuk Semua
Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar menjelaskan, sejarah membuktikan para Nabi dalam menyelesaikan wabah virus yang menimpa umatnya dengan berdoa kepada Allah dan usaha dari manusia. Salah satunya seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Shalih AS.
Untuk itu, Kiai Nasaruddin mengimbau ulama dan tokoh agama untuk saatnya berdoa bersama bagi kebaikan bangsa, meski dilakukan di tempat berbeda dan tanpa harus dalam kegiatan bersama. "Saya juga mengingatkan kita ya, jadi selama ini yang kita imbau itu jangan mudik, sosial distancing dan jangan (salat) Jumat, jangan salat di masjid. Mestinya kan satu paket itu. Mari berdoa, mari kita ngaji bareng, mari kita evaluasi diri, mari kita ber-tahannus ya, apa yang salah," tutur Nasaruddin kepada SINDOnews.com, Sabtu (4/4/2020).
Dia memandang wabah corona yang melanda umat manusia sebenarnya menjadi pengingat untuk semua. Jangan-jangan manusia sebagai khalifah di bumi telah melampaui batas dari kehendak Tuhan. Guru Besar UIN Jakarta itu mengaku percaya di dalam konsep keagamaan, khususnya Islam, ketika manusia gagal menjadi khalifah di dunia maka yang terjadi seperti sekarang, wabah bisa tiba-tiba turun kepada mereka. Sebaliknya, jika kita tunduk pada kehendak Tuhan maka alam juga akan tunduk kepada kita sebagai khalifah.
"Nah, nanti kita perlu berdoa bersama, apa pun agama kita, apapun mazhab kita, jangan doakan keluarganya sendiri, pelit banget. Jadi kita doakan bangsa kita. Ya, doa qunut itu disebutkan fatwa MUI itu kan bagus itu, jangan hanya mendoakan dirinya dan keluarganya. Tapi doakan bangsa Indonesia, doakan umat manusia sedunia, agar virus corona ini tidak jadi fenomena internasional. Karena ini kan menurunkan martabat kemanusiaan saat ini," ucap profesor bidang ilmu Alquran itu.
Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat menilai munajat adalah upaya manusia beriman dalam menghadapi beragam tantangan dan munajat sebaiknya dilakukan secara beramai-ramai dalam kesendirian, masing-masing, agar lebih khusyuk (fokus). Menurut Komar, munajat merupakan tradisi keberagamaan yang sudah mapan di Indonesia dan bagus. (Baca juga: Elite Diminta Tak Berdebat di Depan Publik Terkait Penanganan Corona)
"Bahwa umat Islam itu dan umat agama yang lain kalau ada musibah nasional itu tidak hanya mengandalkan sains dan politik, tapi juga keagamaan. Secara teologis orang beragama pasti yakin bahwa Tuhan mendengarkan hamba-Nya. Semua peristiwa-peristiwa besar itu pasti ada campur tangan Tuhan dan itu keyakinan beragama,” ujarnya kemarin.
Dia mengapresiasi pendekatan sains yang dilakukan sekarang ini dan itu tindakan yang betul. Bahkan, ada banyak tenaga kesehatan yang telah berkorban dalam melawan pandemi ini. Tetapi, sains itu ada batasannya. “Tapi sains sendiri juga ada batasnya dan orang beragama yakin sekali bahwa sakit, kematian, itu kalau disikapi dengan iman itu pasti tidak sia-sia, pasti ada hikmah, ada blessing,” katanya.
Soal mekanisme munajat, Komar menjelaskan bahwa esensi dari munajat itu adalah melakukannya dengan hati yang khusyuk kepada Allah dan hal ini bisa dilakukan secara beramai-ramai ataupun sendiri. Atau bisa juga beramai-ramai dengan waktu yang berbarengan yakni malam hari, tetapi tidak harus di tempat yang sama. Karena (sebagai analogi) Nabi Muhammad SAW pun lebih menyukai melakukan salat tarawih sendiri di malam hari agar lebih khusyuk. (Abdul Rochim/Kiswondari/Harjono/Ahmad Antoni/Cahya Sumirat/Sindonews.com)
Pendekatan keagamaan ini patut dijalankan dengan pemahaman bahwa corona juga makhluk Tuhan dan semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. Dengan bertaubat, bermunajat, dan berdoa, diharapkan wabah corona berhenti dan kemudian umat manusia di muka bumi bisa kembali hidup normal.
Ikhtiar doa sudah diserukan organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU)-Muhammadiyah dan para tokoh agama, termasuk dari non-Islam, dengan menyebarkan amalan-amalan yang dianggap memiliki khasiat penyembuhan maupun menghentikan wabah.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, misalnya, mengatakan, dalam kondisi seperti ini PBNU mengajak seluruh warga nahdliyin dan umat Islam pada umumnya, agar selalu berserah diri dan mendekat kepada Allah SWT, menebalkan iman dengan dasar bahwa tidak akan menimpa apa pun kecuali yang Allah SWT kehendaki. "Walaupun kita menghindar ke mana pun kalau Tuhan menghendaki maka kita tidak bisa menghindar. Sebaliknya, walaupun kita berada di tengah-tengah musibah, wabah, kalau Tuhan belum menghendaki kita terkena wabah tersebut kita akan selamat," tutur Kiai Said.
Dia pun mengajak semua umat Islam untuk meningkatkan iman dan tawakal, serta mengharapkan rida dan menerima ketentuan Allah SWT di tengah kondisi prihatin atas wabah corona. Kendati begitu, dia mengingatkan masyarakat juga harus terus berikhtiar melakukan sesuatu usaha agar terhindar dari mara bahaya.
NU bahkan berencana menggelar ”Doa Bersama dan Pertaubatan Global Bersatu Melawan Corona” yang akan digelar Kamis (9/4/2020). Sekretaris Jenderal PBNU HA Helmy Faishal Zaini menuturkan, acara tersebut merupakan ikhtiar batin untuk mengetuk pintu langit dan memohon kepada Allah agar musibah virus korona yang sedang melanda dunia segera diangkat oleh Allah. "Ikhtiar batin penting kita lakukan di samping usaha-usaha dan ikhtiar lahiriah. Kami berharap semoga dengan dimunajatkannya doa-doa, salawat Thibbil Qulub, syair Li-Khamsatun, dan amalan-amalan dari para kiai leluhur kita, wabah corona segera berlalu dan kita bisa melewatinya dengan keadaan selamat," ujarnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengungkapkan, Muhammadiyah menyerukan munajat dilakukan secara serentak, tapi dengan pelaksanaan yang bersifat pribadi. Menurut dia, Islam mengajarkan agar di tengah musibah yang sangat berat Muslim membaca qunut nazilah di setiap salat fardu serta memperbanyak istigfar. "Tetapi tentu saja, ikhtiar spiritual itu tetap harus disertai usaha kolektif dan gotong-royong sesuai prinsip ilmiah," ujarnya.
Dari sudut pandang teologi, pandemi ini adalah ujian Tuhan bagi umat manusia. Ujian itu bisa menjadi salah satu cara untuk menilai kualitas iman dan untuk meningkatkan derajat kehidupan umat manusia. Pandemi bisa terjadi sebagai akibat langsung atau tidak langsung atas perbuatan manusia yang tidak mematuhi ajaran Tuhan, yaitu menjaga kebersihan. "Agama, khususnya Islam, mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa hidup bersih baik secara fisik maupun spiritual, menjaga keseimbangan ekosistem, dan tidak eksploitatif terhadap alam. Pandemi adalah peringatan agar manusia kembali dan senantiasa berada pada jalan Tuhan," tuturnya. (Baca: Antisipasi Corona, Masyarakat Diimbau Pakai Masker)
Lebih jauh Abdul Mu'ti memaparkan, doa adalah usaha spiritual yang dilakukan oleh kaum beriman untuk menyelesaikan permasalahan. Secara spiritual doa memiliki dua makna. Pertama, permohonan pertolongan Tuhan sebagai Zat Yang Mahakuasa agar mengakhiri semua musibah dan kesulitan hidup. Kedua, memberi kekuatan agar tetap bisa bertahan dan keyakinan serta harapan bahwa Tuhan tidak akan menguji manusia melebihi batas kemampuan. "Musibah pasti ada batas akhir dan kehidupan baru yang lebih baik akan datang," tuturnya.
Dari organisasi non-Islam, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom juga menekankan perlunya doa bersama lintas agama untuk mengusir corona dari Indonesia. "Semua pihak perlu diajak berdoa bersama. Tentu yang saya maksud adalah doa bersama dari tempat masing-masing," ujar Pendeta Gomar Gultom kepada SINDOnews.com, Minggu (5/4/2020).
Menurut dia, akan sangat baik jika pemerintah yang menginisiasi atau mengajak para tokoh lintas agama untuk melakukan doa bersama itu. Doa bersama itu juga bisa disiarkan secara luas agar diikuti banyak masyarakat. ”Bisa dilakukan via Zoom Meeting, dan diumumkan secara meluas agar khalayak ramai bisa mengikuti," tuturnya.
Dari Katolik, Pastor Antonius Benny Susetyo mendukung ikhtiar melawan korona melalui jalur spiritual. Dia mendorong pemerintah dan pemuka agama tetap menyerukan agar ada kegiatan doa serentak di lingkup keagamaan masing-masing maupun lintas agama, tanpa harus berkumpul bersama. “Bisa dilakukan di rumah masing-masing, tidak perlu bertemu, serentak secara online. Seperti halnya beribadah (misa Katolik) yang kini dilakukan bersama melalui siaran langsung atau live streaming,” kata Benny.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menyebut bahwa pandemi global virus corona ini sebagai kiamat kecil karena telah menyerang hampir seluruh negara di dunia, tanpa mengenal batas negara, agama, bahkan tidak mengenal strata sosial. "Nah yang bisa menyembuhkan dan menghindarkan adalah dirinya sendiri dan Allah SWT. Meskipun orang yang dicintai pun, kalau sudah kena kita harus menghindar. Jadi siapa pun yang kena virus dia harus menyendiri dan harus melawan dengan dirinya sendiri bersama Tuhannya," tuturnya kemarin. (Baca juga: Riset: Kepercayaan Masyarakat Rendah terhadap Pemerintah Tangani Corona)
Menurut Jazil, dalam kondisi seperti ini yang dibutuhkan adalah kekuatan doa. Karena itu, dia mengajak setiap orang hendaknya berdoa dari tempat masing-masing, bermunajat, membangun kekuatan masing-masing untuk kemudian bisa melewati dan membangun kembali. "Sekarang pada situasi seperti ini kan tidak mungkin munajat di lapangan atau tempat-tempat ibadah, ya masing-masing individu saling mendoakan, saling membantu agar yang lain terhindar. Yang sudah terkena mudah-mudahan diberikan kesembuhan, yang belum mudah-mudahan terhindar," katanya.Pengingat untuk Semua
Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nasaruddin Umar menjelaskan, sejarah membuktikan para Nabi dalam menyelesaikan wabah virus yang menimpa umatnya dengan berdoa kepada Allah dan usaha dari manusia. Salah satunya seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Shalih AS.
Untuk itu, Kiai Nasaruddin mengimbau ulama dan tokoh agama untuk saatnya berdoa bersama bagi kebaikan bangsa, meski dilakukan di tempat berbeda dan tanpa harus dalam kegiatan bersama. "Saya juga mengingatkan kita ya, jadi selama ini yang kita imbau itu jangan mudik, sosial distancing dan jangan (salat) Jumat, jangan salat di masjid. Mestinya kan satu paket itu. Mari berdoa, mari kita ngaji bareng, mari kita evaluasi diri, mari kita ber-tahannus ya, apa yang salah," tutur Nasaruddin kepada SINDOnews.com, Sabtu (4/4/2020).
Dia memandang wabah corona yang melanda umat manusia sebenarnya menjadi pengingat untuk semua. Jangan-jangan manusia sebagai khalifah di bumi telah melampaui batas dari kehendak Tuhan. Guru Besar UIN Jakarta itu mengaku percaya di dalam konsep keagamaan, khususnya Islam, ketika manusia gagal menjadi khalifah di dunia maka yang terjadi seperti sekarang, wabah bisa tiba-tiba turun kepada mereka. Sebaliknya, jika kita tunduk pada kehendak Tuhan maka alam juga akan tunduk kepada kita sebagai khalifah.
"Nah, nanti kita perlu berdoa bersama, apa pun agama kita, apapun mazhab kita, jangan doakan keluarganya sendiri, pelit banget. Jadi kita doakan bangsa kita. Ya, doa qunut itu disebutkan fatwa MUI itu kan bagus itu, jangan hanya mendoakan dirinya dan keluarganya. Tapi doakan bangsa Indonesia, doakan umat manusia sedunia, agar virus corona ini tidak jadi fenomena internasional. Karena ini kan menurunkan martabat kemanusiaan saat ini," ucap profesor bidang ilmu Alquran itu.
Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat menilai munajat adalah upaya manusia beriman dalam menghadapi beragam tantangan dan munajat sebaiknya dilakukan secara beramai-ramai dalam kesendirian, masing-masing, agar lebih khusyuk (fokus). Menurut Komar, munajat merupakan tradisi keberagamaan yang sudah mapan di Indonesia dan bagus. (Baca juga: Elite Diminta Tak Berdebat di Depan Publik Terkait Penanganan Corona)
"Bahwa umat Islam itu dan umat agama yang lain kalau ada musibah nasional itu tidak hanya mengandalkan sains dan politik, tapi juga keagamaan. Secara teologis orang beragama pasti yakin bahwa Tuhan mendengarkan hamba-Nya. Semua peristiwa-peristiwa besar itu pasti ada campur tangan Tuhan dan itu keyakinan beragama,” ujarnya kemarin.
Dia mengapresiasi pendekatan sains yang dilakukan sekarang ini dan itu tindakan yang betul. Bahkan, ada banyak tenaga kesehatan yang telah berkorban dalam melawan pandemi ini. Tetapi, sains itu ada batasannya. “Tapi sains sendiri juga ada batasnya dan orang beragama yakin sekali bahwa sakit, kematian, itu kalau disikapi dengan iman itu pasti tidak sia-sia, pasti ada hikmah, ada blessing,” katanya.
Soal mekanisme munajat, Komar menjelaskan bahwa esensi dari munajat itu adalah melakukannya dengan hati yang khusyuk kepada Allah dan hal ini bisa dilakukan secara beramai-ramai ataupun sendiri. Atau bisa juga beramai-ramai dengan waktu yang berbarengan yakni malam hari, tetapi tidak harus di tempat yang sama. Karena (sebagai analogi) Nabi Muhammad SAW pun lebih menyukai melakukan salat tarawih sendiri di malam hari agar lebih khusyuk. (Abdul Rochim/Kiswondari/Harjono/Ahmad Antoni/Cahya Sumirat/Sindonews.com)
(ysw)