Majelis Hakim PT DKI Jakarta Perberat Vonis Kolektor Otomotif

Selasa, 08 September 2020 - 04:15 WIB
loading...
Majelis Hakim PT DKI Jakarta Perberat Vonis Kolektor Otomotif
Majelis hakim PT DKI Jakarta memperberat vonis pidana penjara kolektor otomotif, Suteja Setiawan dari 2 tahun 8 bulan penjara menjadi 3 tahun 6 bulan penjara. FOTO/DOK.PT DKI JAKARTA
A A A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis pidana penjara kolektor otomotif sekaligus pengusaha, Suteja Setiawan dari 2 tahun 8 bulan penjara menjadi 3 tahun 6 bulan penjara.

Hal ini tertuang dalam putusan banding nomor: 331/PID.SUS/2020/PT.DKI atas nama Suteja Setiawan. Di tahap banding, perkara atas nama Suteja ditangani dan diadili oleh majelis hakim yang dipimpin Nyoman Dedy Triparsada dengan anggota Ahmad Shalihin dan Yonisman.

Majelis hakim banding menyatakan, telah membaca dan mempelajari berkas perkara dan turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Jakareta Utara (PN Jakut) nomor 1594/Pid.Sus/2020/PN.Jkt.Utr tertanggal 22 Juni 2020, memori banding yang diajukan penasihat hukum Suteja Setiawan, dan memori banding dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (Kejari Jakut). ( )

Majelis hakim berpendapat bahwa fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan sebagai mana terurai dalam putusan hakim tingkat pertama (PN Jakut) yang menyatakan unsur-unsur dalam dakwaan pertama telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa Suteja Setiawan. Karenanya terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama sebagai yang turut melakukan penyelundupan di bidang impor dapat dibenarkan.

Menurut majelis hakim, terpenuhinya unsur dakwaan pertama itu telah sesuai dengan fakta persidangan dan peraturan perundangan yang berlaku. Di sisi lain, majelis hakim menyatakan tidak sepakat mengenai pidana selama 2 tahun 8 bulan penjara kepada Suteja yang dijatuhkan hakim tingkat pertama. Karenanya majelis hakim tingkat banding menyatakan, lamanya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Suteja harus diubah.

Majelis hakim banding menyatakan, mengadili dua hal. Satu, menerima permohonan banding dari penasihat hukum terdakwa dan JPU. Dua, mengubah putusan PN Jakut yang dimintakan banding tersebut sekadar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Suteja. ( )

"Sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut, satu, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp500.000.000 dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," tegas Ketua Majelis Hakim Banding Nyoman Dedy Triparsada saat pengucapan putusan, sebagaimana dikutip KORAN SINDO dan MNC News Portal, di Jakarta, Senin (7/9/2020).

Dua, menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Suteja dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Tiga, menguatkan putusan PN Jakut untuk selebihnya. Empat, memerintahkan agar Suteja tetap berada dalam tahanan. Lima, membebankan biaya perkara pada kedua tingkat peradilan kepada Suteja yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp2.500.

Putusan ini diambil dalam permusyawaratan majelis hakim PT DKI Jakarta pada Selasa, 25 Agustus 2020 oleh Nyoman Dedy Triparsada sebagai ketua majelis bersama Ahmad Shalihin dan Yonisman masing-masing sebagai hakim anggota. Putusan diucapkan oleh ketua majelis dalam sidang terbuka untuk umum pada Kamis, 27 Agustus 2020, dengan didampingi oleh dua hakim anggota tersebut dan dibantu oleh Dewi Rahayu sebagai panitera pengganti. Pengucapan putusan tanpa dihadiri JPU dan terdakwa.

Majelis hakim banding menggariskan, ada enam pertimbangan utama pidana penjara terhadap Suteja diperberat. Pertama, lamanya pidana 2 tahun 8 bulan penjara kepada terdakwa kurang memenuhi rasa keadilan. Musababnya, apabila tidak tertangkap penyelundupan barang tersebut yang jumlah dan jenisnya cukup banyak akan menimbulkan kerugian yang besar bagi pendapatan negara.

"Selain itu peranan terdakwa dalam dalam terjadinya tindak pidana ini sangat menentukan sebab terdakwalah yang memberikan data jenis dan jumlah barang yang akan di impor oleh PT Tahta Jaya Indonesia," bunyi pertimbangan putusan banding atas nama Suteja.

Kedua, pemberitahuan jenis barang kepada importir oleh terdakwa sebagaimana tersebut dalam dokumen bill of leading B/L Nomor 00LU4103343390 tidak sesuai dengan fakta di lapangan karena ternyata barang yang tiba seharusnya membayar bea masuk yang sangat besar bila dilihat dari jumlah satuannya.

"Menimbang, bahwa oleh karenanya hukuman pidana kepada terdakwa harus lebih berat agar menimbulkan efek jera bagi kegiatan impor ilegal baik oleh terdakwa maupun pihak lainnya," tegas majelis hakim banding.

Keempat, atas putusan hukum hakim tingkat pertama, penasihat hukum terdakwa dalam memori bandingnya telah mengajukan keberatan yang secara garis besarnya menguraikan bahwa penjatuhan pidana kepada terdakwa adalah tidak tepat. Pihak penasihat hukum beralasan, kesalahan dalampemberitahuan jenis barang kepada importir adalah kesalahan administrasi yang menurut undang-undang seharusnya diwajibkan membayar denda. Selain itu kesalahan yang terjadi adalah akibat perbuatan Faisal Akbar karena Suteja mempercayakan pengurusan impor barang milik Suteja kepada Faisal.

Kelima, majelis hakim banding tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut alasan penasihat hukum seperti di atas dan harus dikesampingkan. Pasalnya, Pengadilan Tinggi telah membenarkan pertimbangan hakim tingkat pertama. Keenam, majelis hakim banding mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan pada diri Suteja.

"Yang memberatkan: perbuatan terdakwa telah merugikan penerimaan negara dari beamasuk. Yang meringankan: terdakwa masih berusia muda yang punya masa depan yang lebih baik dan terdakwa belum pernah dihukum," kata majelis hakim banding dalam pertimbangan putusan.

Perkara ini bermula saat Suteja Setiawan sebagai kolektor otomotif telah membeli 12 jenis barang. Masing-masing yakni 1 unit mobil Jeep TJ tahun 2000, 1 unit mobil Toyota Supra Tahun 1999, 1 unit mobil Suzuki Jimmy Kansai Tahun 1999, 1 unit mobil BMW Cabriolet Tahun 2004 warna hijau, 1 unit mobil BMW Cabriolet Tahun 2004 warna biru, 1 unit mobil Mercy Wagon Tahun 2004 warna silver, 1 unit motor Motocompo, 1 unit motor Suzuki Vanvan, 1 unit motor Yamaha SR 400, 2 unit motor merk Triumph, 1 unit motor Honda CR80, dan 1 unit motor Harley Davidson Sportster.

Barang-barang tersebut diimpor Suteha dari Jepang dan dalam keadaan terurai atau pretel. Kemudian pada Mei 2019, Suteja berkeinginan untuk mengimpor barang-barang tersebut ke Indonesia. Suteja mencari jasa importasi barang. Singkat cerita Suteja menggandeng Faisal Akbar selaku Direktur PT Cipta Jaya Transindo dan menggunakan perusahaan Faisal untuk impor barang-barang milik Suteja.

Faisal lantas mencari perusahaan lain untuk impor karena PT Cipta Jaya Transindo belum lengkap izinnya. Faisal menghubungi Halil Razaki dan Halil merekomendasikan nama PT Tahta Jaya Indonesia. Halil juga menghubungi Muhammad Nasir selaku Marketing PT Tahta Jaya Indonesia guna meminjam nama PT Tahta Jaya Indonesia untuk melakukan importasi barang milik terdakwa Suteja.

Menurut JPU pada Kejari Jakut dan majelis hakim PN Jakut, akibat perbuatan Suteja Setiawan bersama-sama dengan Faisal Akbar melakukan penyelundupan di bidang impor, potensi penerimaan negara yang tidak tertagih yaitu bea masuk dan pajak impor daribarang-barang tersebut yaitu sebesar Rp1.728.610.463. Tapi, majelis hakim PN Jakut tidak memutus penjatuhan pidana denda sebesar Rp1.728.610.643 subsider pidana kurungan selama 6 bulan yang sebelumnya juga dituntut JPU.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2168 seconds (0.1#10.140)