Soal Lockdown Corona, Demokrat Kritisi Lemahnya Koordinasi Pusat dan Daerah

Selasa, 17 Maret 2020 - 14:28 WIB
Soal Lockdown Corona, Demokrat Kritisi Lemahnya Koordinasi Pusat dan Daerah
Soal Lockdown Corona, Demokrat Kritisi Lemahnya Koordinasi Pusat dan Daerah
A A A
JAKARTA - Jumlah pasien positif terjangkit virus Corona (Covid-19) di Indonesia kian bertambah menjadi 134 orang per Senin (16/3/2020) kemarin. Artinya ada peningkatan 17 kasus dibandingkan Minggu (15/3) yang berjumlah 117 kasus positif.

Partai Demokrat menilai bahwa opsi social distancing masih tidak efektif membatasi mobilitas masyarakat. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah juga dinilai masih sangat lemah. (Baca juga: DPR Sesalkan Masyarakat Tidak Patuhi Imbauan Jokowi soal Kerja dari Rumah )

“Saya melihat, social distancing yang disarankan pemerintah kurang efektif, masyarakat tetap keluar rumah dan justru malah menimbulkan keramaian yang mempermudah penyebaran virus di tempat umum ataupun sarana transportasi. Antrean yang menumpuk, masyarakat diliburkan malah pergi berlibur, perusahaan yang masih memperkerjakan karyawannya, ini artinya pemerintah belum berhasil mengontrol masyarakatnya untuk melakukan ‘perang dengan Corona’,” ujar Anggota Fraksi Demokrat Putu Supadma Rudana saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (17/3/2020).

“Saran saya segera lockdown, saya tidak tidak rela jika presiden, wapres dan menteri lainnya juga terkena corona,” desaknya.

Menurut Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) ini, lockdown jangan dipahami secara berlebihan oleh pemerintah, karena lockdown mempunyai tiga kategori, yaitu Total Lockdown, Partial Lockdown, Local Lockdown.

Dia pun menjelaskan tiga jenis lockdown tersebut. Total lockdown adalah kebijakan yang diterapkan di Spanyol, Perancis dan Eropa. Itu adalah kebijakan shutdown dan pihak keamanan menjaga tiap sudut agar masyarakat tidak keluar rumah, jika keluar rumah pun hanya untuk membeli kebutuhan kesehatan dan kebutuhan pokok, itupun sangat dibatasi jumlahnya perkeluarga.

Partial lockdown, lanjut dia, itu adalah kebijakan yang sudah dilakukan di Indonesia yang mana, sekolah dan perguruan tinggi ditutup, banyak instansi meliburkan para pekerjanya dengan bekerja di rumah, penutupan tempat tempat hiburan, tempat keramaian seperti Pemda DKI menutup sejumlah tempat wisata.

”Sementara local lockdown bisa dimaknai sebagai kondisi dimana perorangan mengisolasi diri, keluarga tidak bepergian hanya di rumah, satu kawasan dilockdown, satu desa di lockdown, ataupun satu area di lockdown. Jadi pemerintah Jokowi jangan over reaction dengan kata lockdown,” ucap Anggota Komisi VI itu.

Menurut Putu, ketiga kategori lockdown tadi memerlukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah, salah satu contoh DKI Jakarta dan Pusat, DKI mengambil sikap proaktif cepat tapi pemerintah pusat terkesan gagap dan lambat sehingga kedua pihak tidak dapat bersinergi dan sinkronisasi dan terjadi lah kondisi dimana masyarakat yang dirugikan karena lemahnya koordinasi. (Baca juga: Fahri: Jangan Partisan Sikapi Isu Corona, Bukan Soal Anies atau Jokowi )

“Di sinilah peran presiden menjadi ‘dirijen’ agar melakukan orchestrasi nasional dalam menangkal pandemi corona ini,” tandasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5933 seconds (0.1#10.140)