Ahli Hukum Pidana Nilai Kasus Nurhadi Terkesan Didramatisasi

Minggu, 15 Maret 2020 - 20:17 WIB
Ahli Hukum Pidana Nilai Kasus Nurhadi Terkesan Didramatisasi
Ahli Hukum Pidana Nilai Kasus Nurhadi Terkesan Didramatisasi
A A A
JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir menilai kasus yang disangkakan kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi terkesan didramatisasi. Dalam beberapa hari ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset milik Nurhadi.

Dirinya menilai, kasus hukum tidak bisa hanya mengira-ngira bahwa aset kekayaan Nurhadi dari hasil tindak pidana atau perkara yang dilakukannya. "Buktikan dulu perbuatannya, dan perbuatan itu menghasilkan uang, uang itu pakai beli mobil gitu loh," katanya, Minggu (15/3/2020).

Menurut dia, harus ada korelasi antara harta benda yang dimiliki dengan perbuatan pidana. "Jadi kalau dia berbuat jahat, dia sudah punya mobil puluhan tahun yang lalu masa juga disita. Jadi harus ada korelasi, kausalitas antara keberadaan mobil itu dengan perbuatan pidana lainnya," ucapnya.

Maka itu, dia meminta KPK menemukan terlebih dulu bukti permulaan yang kuat untuk menetapkan Nurhadi sebagai tersangka. Pasalnya, jeratan terhadap Nurhadi bukan operasi tangkap tangan (OTT) sehingga barang buktinya dinilai sulit untuk ditemukan KPK. "Saya agak bingung kenapa KPK membuat DPO, KPK menyita dan sebagainya, saya agak tanda tanya itu jahatnya Nurhadi ini dengan KPK apa," ujarnya.

Dia juga menilai kasus suap dan gratifikasi yang menjerat Nurhadi belum jelas perbuatan tindak pidananya. Terlebih, penetapan tersangka terhadap Nurhadi serta menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto dilakukan empat hari sebelum lengsernya pimpinan KPK Agus Rahardjo Cs.

Kekalahan Nurhadi dalam Praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun disesalkan. Padahal, proses penyidikan yang dilakukan KPK masih belum jelas. "Karena pada saat itu enggak jelas tersangka ini karena alat bukti yang mana perbuatan yang mana," katanya.

Mudzakir menjelaskan, jeratan suap dan gratikasi oleh KPK berdasar pada adanya dugaan proyek fiktif yang masuk ke Rezky dari Hiendra. Suap itu diduga untuk Nurhadi, namun belum jelas suap itu diperuntukan untuk kasus apa.

"Ketika dia mengirim transaksi bisnis dianggap sebagai itulah perbuatan suap, inilah yang menjadi tanda tanya besar. Seharusnya kalau ingin menilai ini bisnis fiktif atau tidak, tanya dong pada OJK. Karena investasi yang dilakukan itu benar-benar ada. Ada dalam arti kata semua dokumen dipersiapkan semuanya dan perspektifnya itu semuanya ada," bebernya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5181 seconds (0.1#10.140)