Komunikasi Etnografi Kritikal dalam Menunjang DEI dan CSR Perusahaan

Kamis, 10 April 2025 - 21:48 WIB
loading...
Komunikasi Etnografi...
Muhammad Alfath Fiqhya Amrinagara. Foto/Dok Pribadi
A A A
Muhammad Alfath Fiqhya Amrinagara
Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta

DALAM proses komunikasi kritis yang semakin kompleks dan berkembangnya kesadaran dalam dinamika sosial, pendekatan kritis terhadap praktik hubungan publik menjadi semakin relevan dan dibutuhkan. Salah satu pendekatan yang menawarkan kerangka analisis mendalam terhadap kekuasaan, representasi, dan dinamika sosial adalah etnografi kritikal. Hal ini berasal dari tradisi antropologi dan ilmu sosial. Etnografi kritikal tidak hanya berupaya memahami budaya dan praktik sosial melalui observasi dan partisipasi, tetapi juga bertujuan untuk mengungkap serta menantang struktur ketimpangan dan dominasi dalam masyarakat. Hubungan publik sebagai salah satu strategi yang disusun untuk pembentukan citra, komunikasi strategis, dan manajemen untuk persepsi publik yang ditujukan untuk membuat imej yang baik untuk suatu perusahaan atau kampanye. Oleh dari itu, menggabungkan etnografi kritikal dalam praktik hubungan publik membuka peluang untuk membangun pendekatan komunikasi yang lebih reflektif, inklusif, dan transformatif.

Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi keterkaitan antara etnografi kritikal dan hubungan publik, serta bagaimana pendekatan ini dapat memperkaya praktik kehumasan , khususnya dalam konteks manajemen isu dan krisis. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan secara mendalam praktik manajemen isu dan krisis melalui pendekatan etnografi kritikal dalam konteks hubungan publik (PR) perusahaan yang berkomitmen terhadap nilai Diversity, Equity, and Inclusion (DEI). Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis, melainkan untuk mengeksplorasi, memahami, dan mendeskripsikan praktik komunikasi dan budaya organisasi yang berkaitan dengan upaya membangun relasi yang sehat antara perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

Pada zaman yang sudah semakin kritis ini, sebuah kampanye atau organisasi membutuhkan suatu usaha untuk membangun etnografi dalam kegiatannya. Menurut Hammersley and Atkinson (2007), etnografi adalah kegiatan melibatkan partisipasi etnografer, dalam kehidupan sehari-hari orang-orang dalam jangka waktu yang lama, untuk mengamati apa saja yang terjadi, mendengarkan apa yang dikatakan, dan mengajukan pertanyaan melalui wawancara secara informal maupun formal. Selain itu menurut Madison (2019), Etnografi tersebut akan menghasilkan sebuah interpretasi yang dapat menjelaskan apa yang dirasakan dari orang orang yang diwawancarai, dengan dilakukannya hal tersebut terhadap banyaknya orang akan menghasilkan sebuah strategi untuk menjawab dan melakukan hal hal yang didapat dari etnografi tersebut.

Menurut Sharrock & Hughes (2001), dalam melaksanakan etnografi, sang etnografer memiliki tugas untuk mengidentifikasi dan mengkonsepkan regularitas dari fenomena yang terjadi sehingga prosesnya cukup menyelidik. Oleh karena itu biasanya menggunakan pendekatan yang berakhir terbuka sehingga sang etnografer harus dapat menentukan siapa saja yang perlu diwawancarai, bagaimana cara mengembangkan interview tersebut, dan juga mendapatkan hasil yang dapat diproses menjadi suatu strategi yang dapat diimplementasikan.

Oleh karena itu, perusahaan dan juga kampanye yang menggunakan etnografi untuk menangani isu dan juga keharusan dan kebutuhan dari perusahaan tersebut, dimana sebuah perusahaan harus dapat melakukan komunikasi dua arah dengan pegawainya dan juga masyarakat. Komunikasi dua arah ini dapat dijelaskan dengan studi The Excellence Theory of Public Relation yang dilakukan oleh The International Association of Business Communicators Research Foundation dimana Grunig (2008) mengatakan bahwa nilai dari hubungan publik kepada masyarakat didasarkan oleh dari tanggung jawab sosial dan juga kualitas hubungan dengan pemegang saham, jika tidak, para pemangku kepentingan akan menekan organisasi untuk berubah atau menentangnya dengan cara yang menambah biaya dan risiko pada kebijakan dan keputusan organisasi.

Oleh karena itu, perusahaan juga berusaha untuk mendapatkan respons yang baik dari para pemegang saham, ditambah lagi dengan adanya panduan wajib yang harus diterapkan seperti melakukan aksi Corporate Social Responsibility (CSR) dan juga Environmental, Social, and Governance (ESG), dan lebih lanjutnya lagi menjadi kampanye DEI dalam ruang kerja. Menurut Brown (2025), DEI sendiri dapat dijelaskan dengan bagaimana keberagaman dalam aspek gender, usia, ras dan etnis dan juga kemampuan fisik, kesetaraan dalam perlakuan, dan juga inklusi terhadap perasaan seorang individu. Dalam kegiatannya untuk mendapat simpati dari para pemegang saham. Dalam kegiatan ini perusahaan perusahaan menggunakan kampanye yang ditujukan untuk membantu kegiatan sosial dari sisi yang dianggap penting oleh perusahaan untuk membalas budi kepada masyarakat dan juga budaya di sekitarnya. Dalam penerapan CSR dan DEI, suatu perusahaan juga menghasilkan sebuah laporan dimana kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut menjadi kegiatan hubungan publik yang diharapkan bermanfaat bagi kedua belah pihak.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh McKinsey (2020) mengenai sustainabilitas, perusahaan yang memiliki fokus untuk ESG memiliki kinerja finansial dibandingkan perusahaan yang tidak berfokus terhadap ESG. Hal tersebut dikarenakan oleh aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan tersebut memaksimalkan nilai finansial dengan cara memperbagus hubungan dengan pelanggan dan juga bagaimana membuat sustainabilitas menambahkan nilai pada usaha tersebut. Pada halnya di perusahaan yang berada di dalam negeri sudah mulai mengimplementasikan kegiatan kegiatan tersebut pada usahanya. Seperti contohnya, laporan yang dibuat oleh Unilever Indonesia pada laman daringnya yang menyatakan pencapaian DEI yang diraih pada tahun 2023.

Pada laman tersebut PT Unilever indonesia menceritakan pencapaian Kesetaraan Gender .Mereka menyebutkan perkembangan dalam jajaran komisaris, direksi, dan manajerialnya yang meningkat populasi gender perempuan, dan dukungannya terhadap representasi perempuan dalam tim dan juga penyandang disabilitas. Selain melakukan aksi hubungan publik, PT Unilever Indonesia juga melakukan gerakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik dengan kode etik Respect, Dignity, & Fair Treatment (RDFT) yang mempromosikan keberagaman, rasa saling percaya, menghormati hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan yang setara, tanpa diskriminasi. Selain itu PT Unilever Indonesia juga menerapkan kerjasama untuk melawan Bullying di tempat kerja.

Sama halnya dengan etnografi yang dilakukan pada perusahaan, dengan adanya wawancara yang dilakukan dengan mendalam terhadap karyawan dan juga orang orang yang termarginalisasi. Menurut teori dari Spradley (1979) tujuan dari etnografi dilakukan untuk melihat dan juga mendengar sebanyak mungkin untuk mendapatkan catatan dari wawancara yang dilakukan sebaik mungkin dan bisa mendapatkan cara untuk pemecahan masalah. Hal ini dapat berfungsi untuk kegiatan hubungan publik yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Kolaborasi yang dilakukan oleh etnografer dan juga tim CSR dapat menghasilkan hasil yang lebih rinci terhadap program CSR yang dilakukan oleh perusahaan, dikarenakan etnografer akan melakukan dengan cara interview dengan tim terkait mengenai informasi dari perusahaan tersebut dan juga apa yang diutamakan dalam program csr yang akan dilakukan, hal itu akan dilakukan pencocokan dengan keadaan sekitar yang menjadi target dari program tersebut. Hasil informasi dari etnografi mungkin tidak langsung mendapatkan apa yang dapat dilakukan, seperti contohnya bagaimana sebuah perusahaan yang memiliki banyak kerugian yang dihasilkan dari bagaimana mereka tidak dapat meraih calon pelanggan lokal, dapat diidentifikasi masalahnya, namun untuk usaha yang dapat dilakukan belum tentu dapat berhasil, namun dengan cara komunikasi kritis yang dibantu dengan etnografi, adanya kemungkinan bahwa daerah tersebut dapat dilayani dengan lebih baik.

Contoh dari pendekatan yang dilakukan perusahaan seperti PT Unilever Indonesia dalam melakukan pendekatan gender sebagai pesan kampanye yang dilakukan untuk mewakili gender yang saat ini masih menjadi kelompok marginal bahwa perusahaan melakukan gerakan yakni suatu jabatan tidak lagi harus memandang gender, ras, maupun latar belakang. Ditambah lagi dengan adanya kampanye tersebut, berita yang dikeluarkan secara internal dan juga eksternal akan mendukung bagaimana kaum marginal memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai posisi manajerial, direksi, maupun komisaris. Hal yang sama juga dilakukan pada kanal media sosial dari Unilever yang sempat merayakan Hari Wanita Internasional yang membawakan narasi bahwa PT Unilever Indonesia mendukung gerakan DEI. Selain itu melalui kanal social media tersebut mereka juga mempromosikan program yang mendukung perempuan dalam bekerja di bidang yang tadinya didominasi oleh laki laki. Program Women in Engineering Unilever Leadership Fellowship ditujukan kepada mahasiswa perempuan yang memiliki latar belakang teknik yang memiliki keinginan untuk berkarier pada rantai pasok Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Diketahui, pada tahun 2023 sebanyak 1.100 mahasiswa berpartisipasi terhadap program tersebut.

Pendekatan etnografi yang diterapkan oleh PT Unilever Indonesia dalam strategi hubungan publiknya menunjukkan bagaimana pemahaman budaya dan pengalaman sosial dapat membentuk komunikasi korporat yang lebih empatik dan relevan. Dalam upayanya mengangkat isu sosial dan gender, Unilever tidak hanya menjalankan program-program CSR simbolik, melainkan menghadirkan inisiatif yang menyentuh langsung kelompok-kelompok marginal. Salah satu contohnya adalah program penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi yang ditujukan kepada penyandang disabilitas, khususnya tunarungu. Program ini menjadi bukti bahwa isu kesehatan, gender, dan disabilitas dapat dijadikan titik masuk strategis dalam membangun relasi yang bermakna antara perusahaan dan masyarakat.

Penerimaan publik terhadap kampanye ini menunjukkan efektivitas pendekatan komunikasi empatik dan berbasis etnografi. Unilever memposisikan dirinya bukan sebagai pengambil keputusan tunggal, melainkan sebagai fasilitator ruang bagi suara-suara yang selama ini tidak terlihat. Dalam narasi kampanye yang disampaikan melalui media sosial, Unilever secara konsisten menggunakan cerita pribadi dari individu yang berasal dari komunitas marginal, seperti perempuan, penyandang disabilitas, hingga kelompok etnis yang bukan kaum mayoritas. Strategi ini tidak hanya memberikan validasi terhadap pengalaman mereka, tetapi juga membentuk ikatan dengan pengguna dan juga masyarakat yang lebih luas.

Penggunaan bahasa inklusif seperti "No more waiting, no more hesitating. Let’s #AccelerateAction for Gender Equality" atau "Setiap orang berhak berkembang" menjadi salah satu contoh dari Unilever dalam menerjemahkan nilai-nilai keberagaman dan inklusi ke dalam praktik komunikasi publik. Selain dari sisi verbal, aspek visual yang ditampilkan juga sangat representatif, mencerminkan keragaman etnis, usia, dan kondisi fisik. Konten yang disampaikan oleh Unilever ditujukan untuk membuat rasa kedekatan dengan karyawan dan juga masyarakat yang menggunakan produk yang dihasilkan oleh Unilever.

Melalui pendekatan etnografi yang mendalam, salah satu cara yang dilakukan oleh Unilever adalah melalui observasi komunitas eksternal dan pencerminan dari internal. Unilever mampu menyusun strategi hubungan publik yang bukan hanya berfokus terhadap isu kritis, namun juga secara proaktif membangun citra perusahaan yang inklusif dan bertanggung jawab secara sosial melalui program program yang dibentuk. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam konteks manajemen isu dan krisis berbasis budaya, etnografi dapat menjadi alat strategis dalam memperkuat hubungan perusahaan dengan publik, sekaligus menciptakan unique point dalam komunikasi merek.

Pendekatan etnografi yang digunakan oleh Unilever Indonesia dalam merancang dan menjalankan strategi komunikasinya, khususnya dalam kampanye sosial yang mendukung kesetaraan gender dan inklusi disabilitas, menunjukkan pemahaman mendalam terhadap nilai, norma, dan pengalaman keseharian masyarakat. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip etnografi seperti observasi terhadap kehidupan komunitas sasaran, penciptaan narasi yang autentik, serta keterlibatan langsung dengan pengalaman kelompok marginal, Unilever mampu membangun jembatan komunikasi yang relevan secara budaya dan emosional terhadap masyarakat dan juga penggunanya.

Melihat akun media sosial Unilever, mereka banyak menghasilkan post yang membawakan pesan, namun Unilever tidak hanya menyampaikan pesan-pesan korporat, tetapi juga mengangkat topik yang berhubungan dengan kelompok yang sering tidak terdengar, seperti perempuan, penyandang disabilitas, dan anak muda dengan latar belakang sosial beragam. Pemilihan visual, bahasa, dan tokoh yang digunakan konten mereka dibuat sedemikian rupa agar mendapatkan simpati dari audiensnya. Strategi ini berhasil membangun hubungan simpatetik, menciptakan kepercayaan publik, serta memperkuat reputasi perusahaan sebagai entitas yang memiliki kesadaran sosial dan tanggung jawab budaya.

Dengan demikian, etnografi tidak hanya menjadi metode pengumpulan data atau pemetaan budaya, tetapi telah menjadi kerangka kerja strategis dalam praktik hubungan publik, yakni perusahaan mampu menyampaikan nilai-nilai sosial melalui komunikasi yang partisipatif, inklusif, dan bermakna. Unilever membuktikan bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya bergantung pada kreativitas pesan, tetapi juga pada kedalaman pemahaman terhadap masyarakat yang menjadi bagian dari ekosistem perusahaan itu sendiri.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Gaya Komunikasi Prabowo...
Gaya Komunikasi Prabowo Dinilai Lugas dan Nasionalistik
5 Persamaan Jokowi dengan...
5 Persamaan Jokowi dengan Dedi Mulyadi, dari Pemanfaatan Media Sosial hingga Angkat Kearifan Lokal
Kemhan Pastikan Pengendara...
Kemhan Pastikan Pengendara Mobil yang Diduga Sewa PSK di Pinggir Jalan Bukan Pegawainya
LBH Haidar Alwi Laporkan...
LBH Haidar Alwi Laporkan Dugaan Ujaran Kebencian ke Bareskrim
RUU KUHAP Bolehkan Laporan...
RUU KUHAP Bolehkan Laporan Polisi via Medsos, Sahroni: Potensi Pungli Bisa Diminimalisir
BPOM Prihatin Fenomena...
BPOM Prihatin Fenomena Maraknya Penyebaran Informasi Tak Akurat di Medsos
Viral Grup Inses di...
Viral Grup Inses di Facebook, Komisi III DPR: Melanggar Hukum dan Norma Kesusilaan
Tegas! Polisi Minta...
Tegas! Polisi Minta Netizen Berhenti Sebarkan Konten Grup Facebook Fantasi Sedarah
Polda Metro Jaya Pastikan...
Polda Metro Jaya Pastikan Usut Tuntas Group Facebook Fantasi Sedarah
Rekomendasi
Tuntunan Salat Rawatib...
Tuntunan Salat Rawatib Berdasarkan Petunjuk Hadis Nabi SAW
Biodata Dewi Soekarno,...
Biodata Dewi Soekarno, Mantan Istri Soekarno yang Foto Bareng Syahrini di Festival Film Cannes 2025
Taktik Supit Urang,...
Taktik Supit Urang, Strategi Jitu dan Cerdik Jenderal Sudirman Kuasai Ambarawa
Berita Terkini
Kader PSI Dian Sandi...
Kader PSI Dian Sandi Pengunggah Foto Ijazah Jokowi Dicecar 25 Pertanyaan
Istana Hormati Proses...
Istana Hormati Proses Hukum usai Nama Budi Arie Muncul di Dakwaan Kasus Judol
Nama Budi Arie Setiadi...
Nama Budi Arie Setiadi Disebut Dalam Dakwaan Judi Online, Budi Kuntoro: Framing Jahat
Jelaskan Maksud Prabowo...
Jelaskan Maksud Prabowo Stop Bahas Dua Periode, Istana: Mikirin Politik Ada Waktunya
Kesan Fary Francis,...
Kesan Fary Francis, Utusan Presiden Prabowo yang Hadiri Langsung Pelantikan Paus Leo XIV
KPK Usul Parpol Dapat...
KPK Usul Parpol Dapat Dana Besar dari APBN, PCO: Bisa Didiskusikan
Infografis
Gaji PPPK Lulusan SMA...
Gaji PPPK Lulusan SMA 2025, Cek Besaran dan Tunjangannya
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved