Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Politikus PKB: Alhamdulillah

Senin, 09 Maret 2020 - 17:21 WIB
Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Politikus PKB: Alhamdulillah
Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Politikus PKB: Alhamdulillah
A A A
JAKARTA - Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan uji materi atau judicial review atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan, disambut gembira para wakil rakyat di Senayan.

Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Anggia Ermarini mengaku bersyukur karena selama ini seluruh anggota Komisi IX telah berteriak lantang menyuarakan kenaikan iuran BPJS khususnya untuk kelas III mandiri.

"Kita bersyukurlah karena perjuangannya sudah lama banget, enggak karu-karuan," katanya, Senin (9/3/2020). (Baca Juga: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan Mahkamah Agung)

Ketua Umum PP Fatayat NU ini mengatakan, dari hasil diskusi dengan berbagai kalangan, sebenarnya negara mampu mengalokasikan subsidi kesehatan, terutama untuk rakyat kecil yang membutuhkan.

"Alhamdulillah, ini buat orang-orang yang sangat membutuhkan layanan kesehatan," tuturnya.

Kendati begitu, Anggia mengatakan negara masih memiliki pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan terkait dengan layanan kesehatan, yakni perlunya dilakukan cleansing data orang-orang yang seharusnya berhak atau tidak berhak mendapatkan subsidi kesehatan dari negara.

"Ini banyak orang yang seharusnya dapat subsidi kesehatan tapi tidak mendapatkan, dan sebaliknya banyak yang seharusnya tidak mendapatkan, tapi dapat," katanya.

Anggia bahkan menyebutkan ada anggota DPR yang mendapatkan subsidi kesehatan dari negara untuk kategori masyarakat tidak mampu.

Menurut dia, negara seharusnya bisa mencari sumber dana dari pos lainnya tanpa perlu mengutak-atik sumber dari subsidi kesehatan.

Dia mencontohkan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang banyak juga dinikmati oleh kalangan berduit. "Pasti ada jalan keluar kalau misalnya Menkeu secara keseluruhan cara berpikirnya lebih komprehensif. (Subsidi kesehatan) ini kan hak warga untuk mendapatkan fasilitas kesehatan," tuturnya.

Dia mengaku mendapatkan hasil kajian tentang subsidi negara yang tidak sesuai sasaran. "Kalau untuk keuangan kan memang Bu Menkeu menyatakan banyak banget yang sudah disuntikkan ke BPJS karena defisitnya terus-menerus, itu dia coba ditarik ke atas apa yang bisa diambil kalau bicara kesehatan, tanpa harus diuprek (diutak-atik subsidi-red) BPJS Kesehatan,"" tuturnya.

Menurut Anggia, subsidi kesehatan ini menjadi sebuah keharusan. Dia mencontohkan bagaimana ketika ada pasien dari keluarga miskin yang karena tidak memiliki biaya pengobatan sehingga harus meregang nyawa sebelum bisa diobati.

"Sedangkan di sisi lain negara membiarkan orang kaya mengambil subsidi dari sektor lain," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan iuran BPJS Kesehatan sejak 1 Januari 2020 lalu. Hal ini dipicu adanya defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp32,8 triliun. Kenaikan iuran tersebut dilakukan dengan dalih untuk menutup defisit anggaran.

Selanjutnya, Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) keberatan dengan kenaikan iuran itu. Mereka kemudian menggugat ke MA dan meminta kenaikan itu dibatalkan. Gayung bersambut. MA mengabulkan permohonan itu.

Dengan dibatalkannya pasal di atas, iuran BPJS kembali seperti semula yakni untuk kelas 3 sebesar Rp25.500, kelas 2 sebesar Rp51.000, dan kelas 1 Rp80.000.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4998 seconds (0.1#10.140)