Cukup Dibina, Pemerintah Dinilai Tak Perlu Tangkap Penimbun Masker dan Sanitizer
A
A
A
JAKARTA - Analis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyebut langka dan mahalnya harga masker serta sanitizer karena kurangnya komunikasi publik dari pemerintah. Hal tersebut lah yang menyebabkan muncul ketidakpercayaan pada publik.
"Nah ini yang menyebabkan masyarakat ketidakpercayaan publik, kemudian munculah panic policy kebijakan panik kemudian muncul panic buying muncul lah para penimbun," ujar Trubus saat dihubungi SINDOnews, Minggu (8/3/2020). (Baca Juga: Pengamat: Tak Pelu Berdebat Soal Masker untuk Orang Sakit atau Sehat).
Padahal, kata Trubus, mereka yang membeli banyak masker dan sanitizer belum tentu berkeinginan untuk menimbun. Bahkan katanya muncul ungkapan free rider. Free riders adalah permasalahan yang muncul dalam penyediaan barang publik terkait dengan kedua sifatnya, yaitu Non-rivalry dan Non-excludable.
Free riders ini adalah mereka yang ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu. Sementara sebenarnya ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut.
Seharusnya pemerintah, lanjut Trubus, tidak melakukan penangkapan begitu saja kepada para penimbun. Namun, harus dibina karena jika ditangkap semua penimbun malah bisa membuat semakin kelangkaan.
"Mereka-mereka menimbun seharusnya mereka tidak ditangkap tapi justru dibina, kalau ditangkap harganya makin langka, kontraproduktif kalau itu yang nimbun-nimbun ditangkepin itu makin langka karena distributornya yang tahu dia. Justru harusnya mereka dibina malah kemudian pemerintah mengambil alih saja diambil alih," paparnya.
Trubus juga meminta pemeritah harus bertindak cepat. Jika perlu membeli masker dan sanitizer dari para penimbun dan membagikannya secara gratis. (Baca Juga: Operasi Pasar Masker Buat Publik Salah Kaprah Soal Pencegahan Corona).
"Jadi misalnya pemeritah kan bisa membagikan itu secara gratis. Dari yang nimbun itu dibeli lagi saja digantikan dengan harga normal," tandasnya.
"Nah ini yang menyebabkan masyarakat ketidakpercayaan publik, kemudian munculah panic policy kebijakan panik kemudian muncul panic buying muncul lah para penimbun," ujar Trubus saat dihubungi SINDOnews, Minggu (8/3/2020). (Baca Juga: Pengamat: Tak Pelu Berdebat Soal Masker untuk Orang Sakit atau Sehat).
Padahal, kata Trubus, mereka yang membeli banyak masker dan sanitizer belum tentu berkeinginan untuk menimbun. Bahkan katanya muncul ungkapan free rider. Free riders adalah permasalahan yang muncul dalam penyediaan barang publik terkait dengan kedua sifatnya, yaitu Non-rivalry dan Non-excludable.
Free riders ini adalah mereka yang ikut menikmati barang publik tanpa mengeluarkan kontribusi tertentu. Sementara sebenarnya ada pihak lain yang berkontribusi untuk mengadakan barang publik tersebut.
Seharusnya pemerintah, lanjut Trubus, tidak melakukan penangkapan begitu saja kepada para penimbun. Namun, harus dibina karena jika ditangkap semua penimbun malah bisa membuat semakin kelangkaan.
"Mereka-mereka menimbun seharusnya mereka tidak ditangkap tapi justru dibina, kalau ditangkap harganya makin langka, kontraproduktif kalau itu yang nimbun-nimbun ditangkepin itu makin langka karena distributornya yang tahu dia. Justru harusnya mereka dibina malah kemudian pemerintah mengambil alih saja diambil alih," paparnya.
Trubus juga meminta pemeritah harus bertindak cepat. Jika perlu membeli masker dan sanitizer dari para penimbun dan membagikannya secara gratis. (Baca Juga: Operasi Pasar Masker Buat Publik Salah Kaprah Soal Pencegahan Corona).
"Jadi misalnya pemeritah kan bisa membagikan itu secara gratis. Dari yang nimbun itu dibeli lagi saja digantikan dengan harga normal," tandasnya.
(kri)