Koperasi Merah Putih dan Problematika Kesejahteraan Petani

Sabtu, 22 Maret 2025 - 21:01 WIB
loading...
Koperasi Merah Putih...
Fandi Ahmad Saiful Haadii, Mahasiswa Doktoral UIII dan Peneliti Puspoll Indonesia
A A A
Fandi Ahmad Saiful Haadii
Mahasiswa Doktoral UIII dan Peneliti Puspoll Indonesia

KETIMPANGAN ekonomi menjadi salah satu permasalahan akut Indonesia hari ini. Merujuk pada data World Inequality Database (WID) 2023 10% elit teratas Indonesia memperoleh 48% dari total pendapatan dan menguasai 60% kekayaan rumah tangga.

Sebaliknya, 50% penduduk terbawah hanya memperoleh 12,4% pendapatan dan hanya menguasai 5,5% kekayaan rumah tangga.

Gambaran ketimpangan ekonomi indonesia tidak hanya tercermin pada skala nasional, bahkan ketimpangan yang paling tajam terjadi di daerah pedesaan. Berdasarkan laporan Smeru (2017), 5% penduduk terkaya desa memiliki pertumbuhan pendapatan sekitar 7-8% pertahun sedangan sisanya hanya dapat mencapai pertumbuhan kurang dari 4,5%.

Kondisi ini juga di perparah dengan fakta bahwa sebagian besar lahan di pedesaan dikuasai oleh negara, korporasi ataupun penduduk kota. Ketimpangan kepemilikan lahan sebagai alat produksi utama masyarakat desa yang mayoritas bergantung pada sektor pertanian menjadi sumber permasalahan kesejahteraan mereka.

Tidak hanya itu, sektor pertanian desa juga menghadapi problem sistemik ketimpangan struktural rantai produksi dan distribusi pertanian yang menyebabkan para petani memiliki daya tawar rendah di pasar, baik ketika mereka berperan sebagai pembeli (benih atau pupuk) ataupun ketika mereka bertindak sebagai penjual hasil panen.

Kompleksitas permasalahan sektor pertanian ini mengakibatkan naiknya angka urbanisasi. Hal ini bisa kita lihat dari laporan Smeru (2018) yang mencatat bahwa persentase penduduk yang memutuskan untuk menetap dan bekerja di desa semakin menurun dari tahun ke tahun. Minimnya akses terhadap lahan dan jaminan kesejahteraan di sektor pertanian menyebabkan generasi muda tidak tertarik untuk bekerja di sektor pertanian.

Permasalahan Struktural Pertanian


Jika kita meminjam analisa Carolan (2018) dalam bukunya The Real Cost of Cheap Food, maka kita akan melihat bagaimana permasalahan pembangunan desa dan para petani bukan pada kurangnnya teknologi ataupun kepemilikan lahan akan tetapi terletak pada rezim pangan murah dan ketimpangan pasar.

Carolan mengibaratkan rantai pasokan pangan itu seperti pasir di jam gelas pasir dimana para petani menghadapi dua kondisi pasar yang tidak sehat dalam rantai produksinya: yaitu monopoli bahan produksi dan monopsoni hasil pertanian.

Para petani menghadapi monopoli bahan produksi inputnya dimana penyedia/penjual komoditas seperti benih, pupuk dam pestisida terbatas sedangkan konsumen sangat banyak. Tiga jenis komoditas produksi pertanian ini disediakan oleh segelintir aktor/perusahaan untuk diakses oleh 29,36 juta unit usaha pertanian perorangan.

Dalam kondisi monopoli pasar komoditas produksi ini para petani tidak memiliki daya tawar terhadap penjual sehingga harga komoditas tersebut ditentukan penuh oleh penyedia/penjual alih-alih oleh harga kompetitif pasar.

Salah satu penyebab monopoli pasar komoditas input ini adalah standarisasi ketat yang menyebabkan petani dan pengusaha kecil tidak mampu memenuhinya. Kita masih mengingat peristiwa petani Aceh (2019) yang harus berurusan dengan pihak berwajib karena menjual benih hasil pengembangannya atas benih subsidi pemerintah dengan alasan belum terstandarisasi.

Monopoli pasar pupuk juga merugikan para petani, dimana mereka sering menghadapi kelangkaan pupuk ketika musim tanam berlangsung. Kondisi ini memaksa mereka untuk membeli pupuk meskipun jauh lebih mahal daripada harga di pasaran biasanya (jabar.inews.id, 2022).

Para petani, khususnya petani kecil, tidak hanya menghadapi permasalahan monopoli di sektor produksi tetapi juga menghadapi masalah praktek monopsoni pasar. Monopsoni juga merupakan kondisi pasar yang cacat, dimana ada banyak penjual dan hanya ada segelintir pembeli. Kondisi ini adalah dimana jutaan petani tidak dapat terhubung langsung dengan pasar tanpa melalui tengkulak.

Keterbatasan modal dan simpanan membuat para petani butuh uang segar untuk segera memulai sirkulasi produksi barunya baik membeli benih dan pupuk ataupun membayar para buruh tani. Kondisi ini memaksa mereka untuk menjual hasil pertaniannya berdasarkan harga yang ditetapkan oleh pembeli.

Para petani kopra di Maluku Utara menjadi contoh nyata bagaimana mereka mau tidak mau harus menjual kopra yang sudah diasapi kepada tengkulak dengan menerima harga yang ditetapkan oleh tengkulak. Problem mopoli dan monopsoni inisecara praktis dapat digambarkan dengan “beli pupuk mahal, tapi dipaksa menjual hasil tani murah”.

Koperasi sebagai Solusi

Permasalahan monopoli dan monopsoni di sektor pertanian tidak lepas dari jumlah petani kita yang besar tetapi tidak berada dalam satu kesatuan sebagai kekuatan pembeli atau penjual. Para petani tidak memiliki satu badan yang memperjuangkan kepentingan mereka baik di ranah kebijakan ataupun pasar.

Praktek monopsoni dan monopoli pertanian akan selalu menguntungkan para pemilik modal besar. Jika terus dibiarkan maka lambat laun minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian akan semakin berkurang. Kondisi ini akan berbahaya bagi ketahanan pangan Indonesia dua-tiga puluh tahun kedepan.

Keberadaan koperasi idealnya dapat menjadi solusi bagi problem monopsoni dan monopoli pertanian. Koperasi merupakan kerja bersama-sama dan sama-sama bekerja. Sistem koperasi memiliki dua karakter utama solidaritas dan individualitas. Solidaritas merupakan kesadaran setiap anggota untuk bersekutu dalam menghadapi segala kondisi baik untung ataupun rugi.

Selain itu adalah spirit individualitas dimana setiap anggota di saat yang sama juga memiliki totalitas bekerja secara individual tidak bergantung pada kinerja orang lain. Hal ini menstimulus terciptanya lingkungan yang kompetitif di dalam koperasi.

Solidaritas para petani dapat meningkatkan daya tawar petani baik untuk mendapatkan bibit atau pupuk dengan harga kompetitif. Sehingga meraka dapat mengurangi baiya produksi. Selain itu keberadaan koperasi bisa sebagai pembeli produk pertanian dengan harga yang memuaskan.

Lebih lanjut dalam konteks sistem ekonmi indonesia, sistem ekonomi koperasi telah direkognisi oleh ayat satu pasal 33 UUD 1945. Hatta menterjemahkan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama” secara praktis dalam bentuk koperasi.

Akan tetapi perlu kita ingat bahwa meskipun koperasi menawarkan solusi alternatif bagi permasalahan pasar yang cacat yang dihadapi para petani, hal ini tidak menjamin terjadi di semua koperasi.

Semuanya tergantung bagaimana manajerial praktis koperasi berjalan di lapangan. Apakah ia mampu mendapatkan dukungan penuh dan memberikan manfaat bagi anggotanya atau hanya sebatas instrument untuk meraih simpati publik semata. Hal ini sangat relevan dalam menyoroti rencana pemerintah untuk meluncurkan 70.000 Koperasi Desa Merah Putih bulan Juli mendatang.

Koperasi Desa Merah Putih Bukan Sebatas Microfinance Baru

Rencana peluncuran Koperasi desa perlu kita dukung dan nantikan, akan tetapi kita juga perlu mengingatkan bahwa koperasi desa harus bergerak selayaknya koperasi yang dapat meningkatkan bargaining power petani dalam rantai pasokan komoditas. Secara substansi koperasi menekankan pada kerja bersama-sama sehingga dia dapat bertanding dengan berimbang dengan pengusaha/korporasi besar yang bertujuan pada keuntungan individual.

Sehingga Hatta menekankan bahwa orientasi utama koperasi bukanlah keuntungan lembaga akan tetapi kesejahteraan anggota. Titik tekan pada kesejahteraan anggota menjadikan distribusi manfaat koperasi tidak didasarkan pada modal layaknya perusahaan, akan tetapi pada karya dan usaha anggota.

Semakin giat seorang anggota dalam mensukseskan target koperasi maka semakin besar manfaat yang akan mereka dapatkan. Hal ini mengantisipasi adanya pemilik modal besar yang hanya menitipkan modal tanpa berusaha untuk memutar dananya secara maksimal.

Rencana pemerintah untuk melibatkan Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) untuk menalangi pembiayaan Kopdes Merah Putih perlu mendapat perhatian penuh. Jangan sampai Kopdes Merah Putih bergerak di lapangan hanya sebatas pemberi kredit yang akhirnya para petani tetap terjebak dalam spirit ekonomi individualisme dan berkutat dalam isu struktural rantai pasokan pertanian.

Stimulus kredit mikro bagi petani secara umum memang dapat membantu pembiayaan produksi para petani, tapi ia tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan sistemik praktik monopoli dan monopsoni pasar yang dihadapi para petani.

Jika Kopdes Merah Putih hanya menjadi distributor kredit mikro, maka praktik tersebut mereduksi fungsi substansial koperasi. Kondisi ini yang dikhawatirkan oleh Hatta dimana nama “Koperasi” hanya dicatut untuk meligitimasi praktek bisnis perseroan semata yang berorientasi pada profit, bukan sebagai mekanisme ekonomi berbasis kekeluargaan. Semoga ketakutan ini tidak terjadi.

Kita berharap Koperasi Desa Merah Putih ini berperan sebagai instrumen pemerintah untuk menstimulus implementasi amanat pasal 33 UUD 1945. Di mana Kopdes Merah putih dapat memperkuat daya tawar petani, peternak dan nelayan dalam rantai pasok nasional yang bermuara pada kesejahteraan para petani desa di Negeri Merah Putih ini.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Presiden Prabowo Apresiasi...
Presiden Prabowo Apresiasi Kinerja Baznas Bantu Pemerintah Sejahterakan Masyarakat
Tiga Tahun Pascarevisi...
Tiga Tahun Pascarevisi UU Otsus, Wamendagri Ingatkan Ini ke Pemda di Papua
APUDSI dan BKPRMI Siap...
APUDSI dan BKPRMI Siap Berkontribusi dalam Pengelolaan Kopdes Merah Putih
Hamdan Zoelva: Kopdes...
Hamdan Zoelva: Kopdes Merah Putih Bukti Pemerintah Serius Bangun Ekonomi Kerakyatan
Aktivis: Inti Proyek...
Aktivis: Inti Proyek Strategis Nasional untuk Kesejahteraan Rakyat
Wabup Seluma Terpilih...
Wabup Seluma Terpilih Gustianto Janji Tingkatkan Taraf Hidup Masyarakat
Mendes Yandri: Kesejahteraan...
Mendes Yandri: Kesejahteraan Desa Indikator Kemajuan Indonesia
Ibas: Indonesia Tak...
Ibas: Indonesia Tak Boleh Tertinggal Dalam Kemajuan dan Kesejahteraan
Kembali Jadi Anggota...
Kembali Jadi Anggota DPR, Ibas Fokus Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Rekomendasi
H-3 Lebaran, 88.000...
H-3 Lebaran, 88.000 Unit Kendaraan Lintasi Tol Cipali Menuju Jateng
Kemacetan Panjang 5...
Kemacetan Panjang 5 Km di Nagreg, Polisi Belum Terapkan One Way
Tarekat Naqsabandiyah...
Tarekat Naqsabandiyah Rayakan Idulfitri Besok
Berita Terkini
Sistem Talun Khas Indonesia...
Sistem Talun Khas Indonesia Ditampilkan di Amesterdam lewat Kopi
50 menit yang lalu
Arus Mudik Malam Ini,...
Arus Mudik Malam Ini, 40.000 Kendaraan Keluar dari Gerbang Tol Kalikangkung Semarang
2 jam yang lalu
Bursa Panglima TNI,...
Bursa Panglima TNI, Wakasal Erwin S. Aldedharma Berpeluang Jadi Calon Kuat
2 jam yang lalu
PMII dan Tantangan Kaderisasi...
PMII dan Tantangan Kaderisasi di Era Ketidakpastian
2 jam yang lalu
Pemudik Diimbau Waspadai...
Pemudik Diimbau Waspadai Jalur Tol Fungsional Semarang-Yogyakarta
3 jam yang lalu
Kapolri Prediksi Puncak...
Kapolri Prediksi Puncak Arus Mudik Terjadi Malam Ini sampai Subuh
4 jam yang lalu
Infografis
Jadwal Contraflow Arus...
Jadwal Contraflow Arus Mudik dan Balik Lebaran di Tol Jakarta-Cikampek
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved