Koperasi Merah Putih dan Problematika Kesejahteraan Petani
loading...
A
A
A
Salah satu penyebab monopoli pasar komoditas input ini adalah standarisasi ketat yang menyebabkan petani dan pengusaha kecil tidak mampu memenuhinya. Kita masih mengingat peristiwa petani Aceh (2019) yang harus berurusan dengan pihak berwajib karena menjual benih hasil pengembangannya atas benih subsidi pemerintah dengan alasan belum terstandarisasi.
Monopoli pasar pupuk juga merugikan para petani, dimana mereka sering menghadapi kelangkaan pupuk ketika musim tanam berlangsung. Kondisi ini memaksa mereka untuk membeli pupuk meskipun jauh lebih mahal daripada harga di pasaran biasanya (jabar.inews.id, 2022).
Para petani, khususnya petani kecil, tidak hanya menghadapi permasalahan monopoli di sektor produksi tetapi juga menghadapi masalah praktek monopsoni pasar. Monopsoni juga merupakan kondisi pasar yang cacat, dimana ada banyak penjual dan hanya ada segelintir pembeli. Kondisi ini adalah dimana jutaan petani tidak dapat terhubung langsung dengan pasar tanpa melalui tengkulak.
Keterbatasan modal dan simpanan membuat para petani butuh uang segar untuk segera memulai sirkulasi produksi barunya baik membeli benih dan pupuk ataupun membayar para buruh tani. Kondisi ini memaksa mereka untuk menjual hasil pertaniannya berdasarkan harga yang ditetapkan oleh pembeli.
Para petani kopra di Maluku Utara menjadi contoh nyata bagaimana mereka mau tidak mau harus menjual kopra yang sudah diasapi kepada tengkulak dengan menerima harga yang ditetapkan oleh tengkulak. Problem mopoli dan monopsoni inisecara praktis dapat digambarkan dengan “beli pupuk mahal, tapi dipaksa menjual hasil tani murah”.
Praktek monopsoni dan monopoli pertanian akan selalu menguntungkan para pemilik modal besar. Jika terus dibiarkan maka lambat laun minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian akan semakin berkurang. Kondisi ini akan berbahaya bagi ketahanan pangan Indonesia dua-tiga puluh tahun kedepan.
Keberadaan koperasi idealnya dapat menjadi solusi bagi problem monopsoni dan monopoli pertanian. Koperasi merupakan kerja bersama-sama dan sama-sama bekerja. Sistem koperasi memiliki dua karakter utama solidaritas dan individualitas. Solidaritas merupakan kesadaran setiap anggota untuk bersekutu dalam menghadapi segala kondisi baik untung ataupun rugi.
Selain itu adalah spirit individualitas dimana setiap anggota di saat yang sama juga memiliki totalitas bekerja secara individual tidak bergantung pada kinerja orang lain. Hal ini menstimulus terciptanya lingkungan yang kompetitif di dalam koperasi.
Solidaritas para petani dapat meningkatkan daya tawar petani baik untuk mendapatkan bibit atau pupuk dengan harga kompetitif. Sehingga meraka dapat mengurangi baiya produksi. Selain itu keberadaan koperasi bisa sebagai pembeli produk pertanian dengan harga yang memuaskan.
Lebih lanjut dalam konteks sistem ekonmi indonesia, sistem ekonomi koperasi telah direkognisi oleh ayat satu pasal 33 UUD 1945. Hatta menterjemahkan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama” secara praktis dalam bentuk koperasi.
Monopoli pasar pupuk juga merugikan para petani, dimana mereka sering menghadapi kelangkaan pupuk ketika musim tanam berlangsung. Kondisi ini memaksa mereka untuk membeli pupuk meskipun jauh lebih mahal daripada harga di pasaran biasanya (jabar.inews.id, 2022).
Para petani, khususnya petani kecil, tidak hanya menghadapi permasalahan monopoli di sektor produksi tetapi juga menghadapi masalah praktek monopsoni pasar. Monopsoni juga merupakan kondisi pasar yang cacat, dimana ada banyak penjual dan hanya ada segelintir pembeli. Kondisi ini adalah dimana jutaan petani tidak dapat terhubung langsung dengan pasar tanpa melalui tengkulak.
Keterbatasan modal dan simpanan membuat para petani butuh uang segar untuk segera memulai sirkulasi produksi barunya baik membeli benih dan pupuk ataupun membayar para buruh tani. Kondisi ini memaksa mereka untuk menjual hasil pertaniannya berdasarkan harga yang ditetapkan oleh pembeli.
Para petani kopra di Maluku Utara menjadi contoh nyata bagaimana mereka mau tidak mau harus menjual kopra yang sudah diasapi kepada tengkulak dengan menerima harga yang ditetapkan oleh tengkulak. Problem mopoli dan monopsoni inisecara praktis dapat digambarkan dengan “beli pupuk mahal, tapi dipaksa menjual hasil tani murah”.
Koperasi sebagai Solusi
Permasalahan monopoli dan monopsoni di sektor pertanian tidak lepas dari jumlah petani kita yang besar tetapi tidak berada dalam satu kesatuan sebagai kekuatan pembeli atau penjual. Para petani tidak memiliki satu badan yang memperjuangkan kepentingan mereka baik di ranah kebijakan ataupun pasar.Praktek monopsoni dan monopoli pertanian akan selalu menguntungkan para pemilik modal besar. Jika terus dibiarkan maka lambat laun minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian akan semakin berkurang. Kondisi ini akan berbahaya bagi ketahanan pangan Indonesia dua-tiga puluh tahun kedepan.
Keberadaan koperasi idealnya dapat menjadi solusi bagi problem monopsoni dan monopoli pertanian. Koperasi merupakan kerja bersama-sama dan sama-sama bekerja. Sistem koperasi memiliki dua karakter utama solidaritas dan individualitas. Solidaritas merupakan kesadaran setiap anggota untuk bersekutu dalam menghadapi segala kondisi baik untung ataupun rugi.
Selain itu adalah spirit individualitas dimana setiap anggota di saat yang sama juga memiliki totalitas bekerja secara individual tidak bergantung pada kinerja orang lain. Hal ini menstimulus terciptanya lingkungan yang kompetitif di dalam koperasi.
Solidaritas para petani dapat meningkatkan daya tawar petani baik untuk mendapatkan bibit atau pupuk dengan harga kompetitif. Sehingga meraka dapat mengurangi baiya produksi. Selain itu keberadaan koperasi bisa sebagai pembeli produk pertanian dengan harga yang memuaskan.
Lebih lanjut dalam konteks sistem ekonmi indonesia, sistem ekonomi koperasi telah direkognisi oleh ayat satu pasal 33 UUD 1945. Hatta menterjemahkan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama” secara praktis dalam bentuk koperasi.
Lihat Juga :