Konflik di Pilkada Biasanya Dipicu Kurangnya Pemahaman soal Regulasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebut konflik yang terjadi dalam tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) biasanya dipicu oleh kurangnya pemahaman tentang aturan atau regulasi yang berlaku.
Arief berharap agar semua pihak bisa memahami regulasi yang berlaku. Dengan begitu, mereka dapat mengimplementasikan atau menerapkan apa yang tertuang dalam regulasi tersebut di setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 .
"Karena biasanya konflik itu diawali juga dari tidak dipahaminya aturan yang berlaku," kata Arief dalam acara rapat koordinasi (Rakor) tentang 'Kesiapsiagaan Satpol PP dan Satlinmas dalam penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020' yang digelar secara daring, Jumat (4/9/2020).
(Baca: Ketua KPU Klaim Semua SDM Penyelenggara Pilkada Aman dari COVID-19)
Mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Timur ini mencotohkan, misalnya saja dalam tahapan pencalonan dan penetapan calon peserta di Pilkada. Biasanya, mereka yang tidak puas dengan keputusan KPU yang tidak meloloskan lantaran tidak memenuhi syarat pencalonan melakukan protes, bahkan sampai tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum.
Padahal, kata dia, di dalam Peraturan KPU (PKPU) sudah tertuang jelas langkah apa yang bisa ditempuh Bapaslon yang tidak merasa puas atas keputusan KPU tersebut. Dimana, mereka bisa mengajukan sengketa ke pengadilan.
(Baca: Syarat Dukungan Calon Independen Sulit, Ini Alasan DPR)
Arief berharap apabila ditemukan kasus seperti ini, KPU mendapatkan dukungan dari semua pihak termasuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk bisa memberikan pemahaman tersebut.
"Jadi mudah-mudahan mereka yang tidak puas, tidak menerima dengan keputusan yang dikeluarkan oleh KPU, bisa diarahkan untuk menyelesaikan melalui jalur hukum. Jadi jangan sampai bertindak anarkistis," katanya.
Arief berharap agar semua pihak bisa memahami regulasi yang berlaku. Dengan begitu, mereka dapat mengimplementasikan atau menerapkan apa yang tertuang dalam regulasi tersebut di setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada 2020 .
"Karena biasanya konflik itu diawali juga dari tidak dipahaminya aturan yang berlaku," kata Arief dalam acara rapat koordinasi (Rakor) tentang 'Kesiapsiagaan Satpol PP dan Satlinmas dalam penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020' yang digelar secara daring, Jumat (4/9/2020).
(Baca: Ketua KPU Klaim Semua SDM Penyelenggara Pilkada Aman dari COVID-19)
Mantan Ketua KPU Provinsi Jawa Timur ini mencotohkan, misalnya saja dalam tahapan pencalonan dan penetapan calon peserta di Pilkada. Biasanya, mereka yang tidak puas dengan keputusan KPU yang tidak meloloskan lantaran tidak memenuhi syarat pencalonan melakukan protes, bahkan sampai tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum.
Padahal, kata dia, di dalam Peraturan KPU (PKPU) sudah tertuang jelas langkah apa yang bisa ditempuh Bapaslon yang tidak merasa puas atas keputusan KPU tersebut. Dimana, mereka bisa mengajukan sengketa ke pengadilan.
(Baca: Syarat Dukungan Calon Independen Sulit, Ini Alasan DPR)
Arief berharap apabila ditemukan kasus seperti ini, KPU mendapatkan dukungan dari semua pihak termasuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk bisa memberikan pemahaman tersebut.
"Jadi mudah-mudahan mereka yang tidak puas, tidak menerima dengan keputusan yang dikeluarkan oleh KPU, bisa diarahkan untuk menyelesaikan melalui jalur hukum. Jadi jangan sampai bertindak anarkistis," katanya.
(muh)