Eri-Armuji Ganggu Soliditas PDIP tapi Akar Rumput Mendengar Megawati
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penentuan jago PDIP untuk Pilkada Kota Surabaya boleh disebut yang paling dramatis. Banteng Moncong Putih harus berkali-kali menunda rencana pengumuman sebelum akhirnya memutuskan mengusung pasangan Eri Cahyadi -Armuji.
Eri merupakan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya sedangkan Armuji adalah mantan Ketua DPRD Kota Surabaya yang kini menjadi anggota DPRD Jawa Timur. Eri menyingkirkan pesaing utamanya Whisnu Sakti Buana, yang notabene kader PDIP sendiri.
Pengamat politik Anang Sujoko mengatakan pilihan PDIP pada Eri sangat rasional. Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu dianggap lebih baik dari aspek penerimaan publik ketimbang Whisnu.
(Baca: Lawan Koalisi 'Gajah', PDIP Usung Eri Cahyadi di Surabaya Cukup Berani)
Eri lebih diterima memang salah satunya karena faktor Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang secara terbuka mendorongnya. Dengan kata lain, publik yang memang puas atas kepemimpinan Risma, tentu percaya dengan pilihannya.
Hal sebaliknya terjadi pada Wishnu, terlebih melihat sepak terjangnya selama menjabat sebagai wakil Risma. “Resistensi publik terhadap Whisnu cukup tinggi dan bisa dipastikan kalah jauh dari Machfud (Arifin),” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (4/9/2020).
Meskipun begitu, bukan berarti langkah Eri-Armuji bakal mulus. Di Pilkada 2020, Eri-Armuji akan berhadapan dengan pasangan Machfud Arifin-Mujiaman yang lebih dulu terbentuk. Karena itu Anang menilai mesin politik Machfud-Mujiaman sudah lebih siap dibandingkan Eri.
(Baca: Kader PDIP Tulen Tersungkur di Kandang Banteng)
Sebagai penguasa DPRD Surabaya, PDIP berhadapan dengan ”koalisi Gajah” karena Machfud-Mujiaman diusung PKB, Golkar, Nasdem, PPP, dan PAN.
Kerikil yang bisa membuat PDIP tersandung adalah ketidakpuasan pendukung Whisnu yang sangat mungkin dimanfaatkan lawan. Akan tetapi, Anang meyakini masa akar rumput PDIP masih melihat sosok Megawati Soekarnoputri.
“Kesolidan pasti terganggu. Namun, massa PDIP lebih mendengar Megawati dibandingkan Whisnu. Meski tidak 100 persen akan ke Eri, tapi sebagian besar secara emosi masih pilihan DPP PDIP,” tuturnya.
Eri merupakan mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya sedangkan Armuji adalah mantan Ketua DPRD Kota Surabaya yang kini menjadi anggota DPRD Jawa Timur. Eri menyingkirkan pesaing utamanya Whisnu Sakti Buana, yang notabene kader PDIP sendiri.
Pengamat politik Anang Sujoko mengatakan pilihan PDIP pada Eri sangat rasional. Alumnus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) itu dianggap lebih baik dari aspek penerimaan publik ketimbang Whisnu.
(Baca: Lawan Koalisi 'Gajah', PDIP Usung Eri Cahyadi di Surabaya Cukup Berani)
Eri lebih diterima memang salah satunya karena faktor Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang secara terbuka mendorongnya. Dengan kata lain, publik yang memang puas atas kepemimpinan Risma, tentu percaya dengan pilihannya.
Hal sebaliknya terjadi pada Wishnu, terlebih melihat sepak terjangnya selama menjabat sebagai wakil Risma. “Resistensi publik terhadap Whisnu cukup tinggi dan bisa dipastikan kalah jauh dari Machfud (Arifin),” ujarnya kepada SINDOnews, Jumat (4/9/2020).
Meskipun begitu, bukan berarti langkah Eri-Armuji bakal mulus. Di Pilkada 2020, Eri-Armuji akan berhadapan dengan pasangan Machfud Arifin-Mujiaman yang lebih dulu terbentuk. Karena itu Anang menilai mesin politik Machfud-Mujiaman sudah lebih siap dibandingkan Eri.
(Baca: Kader PDIP Tulen Tersungkur di Kandang Banteng)
Sebagai penguasa DPRD Surabaya, PDIP berhadapan dengan ”koalisi Gajah” karena Machfud-Mujiaman diusung PKB, Golkar, Nasdem, PPP, dan PAN.
Kerikil yang bisa membuat PDIP tersandung adalah ketidakpuasan pendukung Whisnu yang sangat mungkin dimanfaatkan lawan. Akan tetapi, Anang meyakini masa akar rumput PDIP masih melihat sosok Megawati Soekarnoputri.
“Kesolidan pasti terganggu. Namun, massa PDIP lebih mendengar Megawati dibandingkan Whisnu. Meski tidak 100 persen akan ke Eri, tapi sebagian besar secara emosi masih pilihan DPP PDIP,” tuturnya.
(muh)