Menaker Diminta Tegas Menghadapi P3MI yang Tidak Pro PMI

Selasa, 25 Februari 2020 - 08:07 WIB
Menaker Diminta Tegas Menghadapi P3MI yang Tidak Pro PMI
Menaker Diminta Tegas Menghadapi P3MI yang Tidak Pro PMI
A A A
JAKARTA - Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ternyata menimbulkan adanya ketakutan kepada perusahaan PMI. UU PMI yang memberi bobot besar pada aspek perlindungan ini menuai uji materi yang dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Swasta (Aspataki) ke Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.

Ada tiga Pasal yang diuji tersebut yakni Pasal 54 ayat 1 huruf (a) dan (b), Pasal 82 huruf (a) dan Pasal 85 huruf (a). Menurut Direktur Eksekutif Migran Indonesia Institute (MWI), M Chairul Hadi menegaskan adanya permintaan uji materil pada tiga pasal itu mencerminkan ketakutan eksistensial Aspataki yang tidak bisa bertahan dalam bisnis penempatan PMI.

Uji materi Apsataki yaitu menyoal tentang kewajiban agen perusahaan jasa TKI harus memenuhi persyaratan memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan paling sedikit Rp5 miliar. Selain itu, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) juga harus menyetor uang kepada bank pemerintah dalam bentuk deposito sebesar Rp1,5 miliar yang sewaktu-waktu dapat dicairkan. Sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban dalam perlindungan PMI.

“Pada intinya keberatan Apsataki itu soal uang. Saya setuju pemerintah jangan kalah dengan P3MI agar soal deposito Rp1,5 miliar ini memang harus menjadi kewajiban jika P3MI mau mengelola usaha PMI,” ujar Hadi dalam rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (25/2/2029).

Hadi menjelaskan bahwa soal kecukupan dana memang harus menjadi persyaratan penting bagi P3MI. Hal ini disebabkan masih banyaknya PMI yang bermasalah di negara penempatan mulai dari gaji tidak dibayar majikan, kekerasan, job tidak sesuai Perjanjian Kerja (PK), dan lain-lain.

Intinya dengan adanya dana itu, maka jika sewaktu-waktu PMI memerlukan bantuan keuangan terkaiat masalah yang dihadapinya, pemerintah bisa mengeluarkan dana itu dari deposito P3MI. “Jadi, dana itu tidak diambil pemerintah tapi disimpan untuk sewaktu-waktu dipergunakan untuk membiaya masalah yang menimpa PMI baik di dalam maupun di luar negeri,” imbuhnya.

Hadi mengakui bahwa undang-undang memberi kebebasan kepada warganya untuk membentuk organisasi atau asosiasi semacam Apsataki. Hal itu termuat pada Pasal 28 UUD 1945, hak untuk berserikat dan berkumpul juga telah dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 24 ayat (1) UU HAM.

Selain itu, pada Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 disebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Hal ini diperkuat dengan Pasal 24 ayat (1) UU HAM yang berbunyi bahwa “Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.”

Karena itu, kata Hadi, pemerintah harus tegas terkait kemampuan organisasi, profesionalitas, sepak terjangnya selama ini para anggota Apsataki. Jangan hanya karena alasan kebebasan berserikat dan berkumpul ini kemudian bisa seenaknya membuat asosiasi yang nantinya merugikan PMI itu sendiri.

Jadi, kata Hadi, anggota P3MI itu harus memiliki perusahaan yang terdaftar resmi di pemerintah, tidak melakukan biaya penempatan yang tinggi (over charging), terdaftar di pemerintah serta yang terpenting memiliki profesionalitas dan kompetensi untuk mengelola usaha PMI.

Terkait upaya Apsataki untuk meminta MK melakukan uji materil tiga pasal dalam UU Nomor 18 Tahun 2017, Hadi mengatakan itu ngawur dan mencerminkan ketidakmampuan mereka untuk mengelola PMI. Kalau mereka mau protes harus sejak peraturan itu dikeluarkan dua tahun lalu dan bukannya sekarang ini ketika semua mayoritas P3MI sudah memenuhi kewajibannya untuk menyetor deposito Rp1,5 miliar kepada pemerintah.

Selain itu, soal uji materil dana P3MI sebesar Rp5 miliar yang harus dimiliki itu memang sesuai dengan amanat UU Nomor 8 Tahun 2017 soal kemampuan P3MI untuk membiayai proses Penempatan Calon PMI. Pemerintah, lanjut Hadi, juga harus mendorong secepatnya P3MI agar melaksanakan isi UU secara keseluruhan yang mana salah satu isi UU adalah memberikan seluruh biaya penempatan gratis (zero cost) bagi calon PMI oleh P3MI. Di sinilah kita akan melihat mana P3MI yang komit dengan amanat UU dan mana yang tidak.

“Kami minta agar Menteri Tenaga Kerja RI Ida Fauziyah agar selektif dalam memilih asosiasi P3MI sebagai mitra kerjanya. Kami pemerintah memilih asosiasi yang kerjanya hanya merugikan PMI,” tegas Hadi yang juga aktivis senior PMI.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8436 seconds (0.1#10.140)