Homo Sapiens, Media, dan Masa Depan Mitos Modern
loading...
A
A
A
Asti Tresna Yolanda
Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta
SEJAK awal peradabannya, manusia telah menciptakan mitos untuk memahami dunia, memberikan makna, dan membangun keteraturan sosial. Mitos dulu berfokus pada dewa-dewi, kekuatan alam, atau keyakinan spiritual.
Kini di era digital, media memainkan peran utama dalam menciptakan mitos-mitos baru yang menyesuaikan diri dengan tantangan masa depan.
Dari teknologi hingga keberlanjutan, narasi yang diciptakan oleh media tidak hanya memengaruhi cara masyarakat berpikir, tetapi juga menentukan arah kebijakan global.
Salah satu mitos paling signifikan yang mencuat dari media modern adalah seputar kecerdasan buatan (AI). Film-film seperti The Terminator dan Ex Machina sering kali menampilkan narasi dramatis tentang robot dan AI yang mengambil alih dunia atau pekerjaan manusia.
Media sosial dan berita sering kali memperkuat narasi ini dengan membingkai AI sebagai ancaman eksistensial. Namun, narasi ini sering mengabaikan dimensi positif dari teknologi tersebut.
Dengan memahami hubungan antara homo sapiens, media, dan mitos modern ini, kita dapat memetakan jalan menuju masa depan yang lebih seimbang dan inklusif.
Media memiliki kemampuan untuk memperbesar narasi tertentu, dan AI menjadi salah satu subjek favoritnya. Mitos bahwa AI akan menggantikan manusia dalam dunia kerja adalah salah satu contohnya.
Narasi ini telah diperkuat oleh cerita-cerita dramatis dalam film dan literatur populer, menciptakan ketakutan yang berlebihan di kalangan masyarakat.
Namun, mitos ini jauh dari realitas. Banyak pekerjaan manusia yang tidak dapat digantikan oleh AI, terutama karena manusia memiliki keterampilan unik seperti kreativitas, empati, dan kecerdasan emosional-kualitas yang tidak bisa direplikasi oleh mesin.
Sebagai contoh, dalam sektor kesehatan, AI telah digunakan untuk mendeteksi penyakit seperti kanker dengan akurasi tinggi. Meskipun begitu, dokter tetap diperlukan untuk memberikan perawatan yang penuh empati kepada pasien.
Sebuah studi dari Stanford University menunjukkan bahwa AI membantu mempercepat diagnosis, tetapi tidak dapat menggantikan interaksi manusia yang esensial dalam perawatan pasien.
Selain itu, narasi AI yang mengancam pekerjaan juga sering kali mengabaikan fakta bahwa teknologi ini menciptakan peluang baru. Dalam sektor manufaktur, robot memang menggantikan tugas-tugas tertentu, tetapi juga memunculkan kebutuhan baru untuk pekerja dengan keterampilan tinggi.
Sebagai contoh, Tesla menggunakan robot untuk efisiensi produksi tetapi tetap mempekerjakan ribuan pekerja untuk tugas lain.
Laporan Deloitte menyebutkan bahwa pada tahun 2025, sektor manufaktur di AS diperkirakan akan kehilangan 2,4 juta pekerjaan, tetapi di saat yang sama menciptakan 3,5 juta pekerjaan baru yang membutuhkan keahlian khusus.
Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, penting bagi kita untuk memposisikan diri sebagai kolaborator dengan teknologi ini. Dalam dunia kerja yang terus berkembang, kita perlu memanfaatkan potensi AI untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Kebijakan publik dan investasi dalam pelatihan ulang pekerja adalah langkah penting untuk memastikan bahwa transisi ke dunia kerja yang baru berjalan lancar.
Menurut laporan McKinsey, pekerja yang diberikan pelatihan yang tepat cenderung lebih cepat beradaptasi dengan pekerjaan baru.
Sebagai tambahan, fokus pada literasi digital menjadi penting agar masyarakat dapat menggunakan AI sebagai alat yang mendukung kreativitas mereka. Masyarakat tidak seharusnya terjebak dalam mitos AI yang menakutkan, tetapi harus memahami bagaimana teknologi ini dapat membantu mereka berkembang.
Dalam menciptakan mitos tentang AI, media sering kali menonjolkan aspek sensasional dan negatif. Penelitian Pew Research Center menunjukkan bahwa 58% orang dewasa di Amerika Serikat percaya bahwa AI akan lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.
Media sosial juga memperparah kondisi ini. Penelitian MIT menemukan bahwa berita yang sensasional atau menakutkan tentang teknologi cenderung lebih banyak dibagikan daripada berita yang informatif atau akurat.
Untuk mengatasi hal ini, masyarakat perlu meningkatkan literasi media mereka. Program pendidikan yang mengajarkan cara menganalisis berita dan membedakan fakta dari mitos menjadi sangat penting.
Selain itu, media juga memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan narasi yang seimbang. Misalnya, daripada hanya menyoroti kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi, media perlu menunjukkan bagaimana teknologi ini dapat menciptakan peluang baru di berbagai sektor.
Dalam memahami mitos modern yang diciptakan media, kita perlu menyadari dua hal penting. Pertama, mitos adalah alat yang bisa menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan.
Kedua, mitos yang dibingkai secara tidak seimbang dapat menciptakan ketakutan yang tidak berdasar dan menghambat kemajuan.
Oleh karena itu, peran media dalam menciptakan mitos modern harus diarahkan untuk mendorong perubahan yang positif.
Dengan mempromosikan narasi tentang kolaborasi antara manusia dan teknologi, serta memberikan pandangan yang seimbang tentang peluang dan tantangan, media dapat menjadi alat penting untuk membangun masa depan yang inklusif.
Bagi homo sapiens, kemampuan untuk bercerita dan membangun narasi kolektif adalah salah satu ciri khas evolusi kita.
Di era media digital, kemampuan ini tetap relevan. Jika kita bisa mengendalikan arah mitos modern yang diciptakan oleh media, kita bisa memastikan bahwa masa depan dipenuhi dengan harapan, bukan ketakutan.
Mari kita manfaatkan teknologi, bukan hanya sebagai alat, tetapi juga sebagai mitra dalam membangun peradaban yang lebih baik.
Mahasiswi Sekolah Pascasarjana Universitas Sahid Jakarta
SEJAK awal peradabannya, manusia telah menciptakan mitos untuk memahami dunia, memberikan makna, dan membangun keteraturan sosial. Mitos dulu berfokus pada dewa-dewi, kekuatan alam, atau keyakinan spiritual.
Kini di era digital, media memainkan peran utama dalam menciptakan mitos-mitos baru yang menyesuaikan diri dengan tantangan masa depan.
Dari teknologi hingga keberlanjutan, narasi yang diciptakan oleh media tidak hanya memengaruhi cara masyarakat berpikir, tetapi juga menentukan arah kebijakan global.
Salah satu mitos paling signifikan yang mencuat dari media modern adalah seputar kecerdasan buatan (AI). Film-film seperti The Terminator dan Ex Machina sering kali menampilkan narasi dramatis tentang robot dan AI yang mengambil alih dunia atau pekerjaan manusia.
Media sosial dan berita sering kali memperkuat narasi ini dengan membingkai AI sebagai ancaman eksistensial. Namun, narasi ini sering mengabaikan dimensi positif dari teknologi tersebut.
Dengan memahami hubungan antara homo sapiens, media, dan mitos modern ini, kita dapat memetakan jalan menuju masa depan yang lebih seimbang dan inklusif.
Media Menciptakan Mitos Modern: Narasi tentang Kecerdasan Buatan
Media memiliki kemampuan untuk memperbesar narasi tertentu, dan AI menjadi salah satu subjek favoritnya. Mitos bahwa AI akan menggantikan manusia dalam dunia kerja adalah salah satu contohnya.
Narasi ini telah diperkuat oleh cerita-cerita dramatis dalam film dan literatur populer, menciptakan ketakutan yang berlebihan di kalangan masyarakat.
Namun, mitos ini jauh dari realitas. Banyak pekerjaan manusia yang tidak dapat digantikan oleh AI, terutama karena manusia memiliki keterampilan unik seperti kreativitas, empati, dan kecerdasan emosional-kualitas yang tidak bisa direplikasi oleh mesin.
Sebagai contoh, dalam sektor kesehatan, AI telah digunakan untuk mendeteksi penyakit seperti kanker dengan akurasi tinggi. Meskipun begitu, dokter tetap diperlukan untuk memberikan perawatan yang penuh empati kepada pasien.
Sebuah studi dari Stanford University menunjukkan bahwa AI membantu mempercepat diagnosis, tetapi tidak dapat menggantikan interaksi manusia yang esensial dalam perawatan pasien.
Selain itu, narasi AI yang mengancam pekerjaan juga sering kali mengabaikan fakta bahwa teknologi ini menciptakan peluang baru. Dalam sektor manufaktur, robot memang menggantikan tugas-tugas tertentu, tetapi juga memunculkan kebutuhan baru untuk pekerja dengan keterampilan tinggi.
Sebagai contoh, Tesla menggunakan robot untuk efisiensi produksi tetapi tetap mempekerjakan ribuan pekerja untuk tugas lain.
Laporan Deloitte menyebutkan bahwa pada tahun 2025, sektor manufaktur di AS diperkirakan akan kehilangan 2,4 juta pekerjaan, tetapi di saat yang sama menciptakan 3,5 juta pekerjaan baru yang membutuhkan keahlian khusus.
Menghadapi Mitos AI dengan Kolaborasi Teknologi
Alih-alih melihat AI sebagai ancaman, penting bagi kita untuk memposisikan diri sebagai kolaborator dengan teknologi ini. Dalam dunia kerja yang terus berkembang, kita perlu memanfaatkan potensi AI untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Kebijakan publik dan investasi dalam pelatihan ulang pekerja adalah langkah penting untuk memastikan bahwa transisi ke dunia kerja yang baru berjalan lancar.
Menurut laporan McKinsey, pekerja yang diberikan pelatihan yang tepat cenderung lebih cepat beradaptasi dengan pekerjaan baru.
Sebagai tambahan, fokus pada literasi digital menjadi penting agar masyarakat dapat menggunakan AI sebagai alat yang mendukung kreativitas mereka. Masyarakat tidak seharusnya terjebak dalam mitos AI yang menakutkan, tetapi harus memahami bagaimana teknologi ini dapat membantu mereka berkembang.
Media dan Pengaruhnya terhadap Persepsi Publik
Dalam menciptakan mitos tentang AI, media sering kali menonjolkan aspek sensasional dan negatif. Penelitian Pew Research Center menunjukkan bahwa 58% orang dewasa di Amerika Serikat percaya bahwa AI akan lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.
Media sosial juga memperparah kondisi ini. Penelitian MIT menemukan bahwa berita yang sensasional atau menakutkan tentang teknologi cenderung lebih banyak dibagikan daripada berita yang informatif atau akurat.
Untuk mengatasi hal ini, masyarakat perlu meningkatkan literasi media mereka. Program pendidikan yang mengajarkan cara menganalisis berita dan membedakan fakta dari mitos menjadi sangat penting.
Selain itu, media juga memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan narasi yang seimbang. Misalnya, daripada hanya menyoroti kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi, media perlu menunjukkan bagaimana teknologi ini dapat menciptakan peluang baru di berbagai sektor.
Menuju Masa Depan Mitos yang Seimbang
Dalam memahami mitos modern yang diciptakan media, kita perlu menyadari dua hal penting. Pertama, mitos adalah alat yang bisa menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk beradaptasi dengan perubahan.
Kedua, mitos yang dibingkai secara tidak seimbang dapat menciptakan ketakutan yang tidak berdasar dan menghambat kemajuan.
Oleh karena itu, peran media dalam menciptakan mitos modern harus diarahkan untuk mendorong perubahan yang positif.
Dengan mempromosikan narasi tentang kolaborasi antara manusia dan teknologi, serta memberikan pandangan yang seimbang tentang peluang dan tantangan, media dapat menjadi alat penting untuk membangun masa depan yang inklusif.
Bagi homo sapiens, kemampuan untuk bercerita dan membangun narasi kolektif adalah salah satu ciri khas evolusi kita.
Di era media digital, kemampuan ini tetap relevan. Jika kita bisa mengendalikan arah mitos modern yang diciptakan oleh media, kita bisa memastikan bahwa masa depan dipenuhi dengan harapan, bukan ketakutan.
Mari kita manfaatkan teknologi, bukan hanya sebagai alat, tetapi juga sebagai mitra dalam membangun peradaban yang lebih baik.
(shf)