Kurangi Emisi Karbon, Indonesia Komitmen Lakukan Reforestasi secara Masif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia berkomitmen melakukan reforestasi secara massif dan menggiatkan perhutanan sosial. Langkah tersebut sebagai upaya untuk mengurangi emisi rumah kaca . Termasuk peningkatan kapasitas penyerapan karbon di Indonesia.
Hal itu terungkap dalam acara Sosialisasi Hasil United Nations Climate Change Conference 2024 (COP29/CMP19/CMA6, SBSTA61 & SBI61) yang digelar Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Acara tersebut dirangkai dengan Peluncuran Result-Based Contribution-4 (RBC-4) di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024.
Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo menyatakan, sikap Pemerintah Indonesia adalah “no complaints and no demands,” yang berarti Indonesia tidak mengeluh maupun menuntut apa pun kepada komunitas internasional. Sebaliknya, Indonesia menawarkan ide-ide dan program untuk mengatasi perubahan iklim.
“Ke depan, Indonesia berencana membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 103 GW, di mana 75%-nya menggunakan energi baru terbarukan,” ujarnya, Kamis (12/12/2024).
Pembangunan tersebut antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, Pembangkit Listrik Tenaga Air, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (geotermal), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa. Selain itu, Indonesia juga berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam sehingga tidak ada satu pun yang berasal dari batu bara.
Sebagai tambahan, Indonesia ikut menawarkan program Carbon Capture and Storage (CCS) yang saat ini potensinya mencapai 500-700 Gigaton CO2.
“Program lain yang ditawarkan oleh Indonesia adalah kredit karbon sebesar 577 juta ton CO2e, selain itu Indonesia menawarkan kembali 600 juta ton kredit karbon yang saat ini masih dalam tahap verifikasi,” jelas Hashim.
Hashim ikut meluruskan soal sikap Indonesia terhadap pemberitaan yang berkembang mengenai phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara saat di COP29 di Baku, Azerbaijan. Hashim menegaskan, jika Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan phase out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara melainkan hanya akan melakukan phase-down, atau menurunkan jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Presiden Prabowo telah menyetujui untuk melakukan reforestasi secara masif dan menggiatkan perhutanan sosial,” ujarnya.
Pada sosialisasi hasil COP29 UNFCCC, Baku, Azerbaijan, 11–24 November 2024. Menteri LH/ BPLH Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan beberapa capaian utama yaitu disepakatinya Baku Climate Unity Pact yang mencakup New Collective Quantified Goal (NCQG) atau komitmen negara maju untuk pendanaan aksi iklim negara berkembang. Termasuk Indonesia sebesar USD300 miliar per tahun pada 2035.
Meski jumlah tersebut masih kurang dari kebutuhan pendanaan iklim sebesar USD1,3 triliun per tahun pada 2035, terdapat peningkatan dari komitmen sebelumnya sebesar USD100 miliar per tahun.
Hasil berikutnya tercapainya kesepakatan Article 6 of the Paris Agreement mengenai Cooperative Mechanism (Mekanisme Kerjasama) untuk mendukung pemenuhan NDC.
Sebagai tindak lanjut, Indonesia akan mengoptimalkan peluang perdagangan karbon, dengan tetap mengantisipasi potensi terjadinya junk credit melalui penguatan mekanisme kendali nasional dan mengikuti proses di UNFCCC.
Selanjutnya disepakatinya Agenda Loss and Damage (LnD) Fund yang mana beberapa negara maju mencanangkan pendanaan (pledge) sebesar USD731 juta untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Adapun agenda lain adalah Indonesia bersama Friends of Ocean menginisiasi pernyataan bersama yang mendorong pengarusutamaan hubungan laut (Ocean Climate Nexus) dan iklim, serta integrasi aksi berbasis laut pada Nationally Determined Contributions (NDC).
Menhut Raja Juli menyampaikan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, Program Rehabilitasi Lahan Kritis seluas 12,7 juta hektare (ha) sedang disiapkan dengan peta jalan (roadmap) dan perencanaan strategis terkait reforestasi lahan kritis.
“Kebijakan dan program ini akan sangat signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,serta peningkatan kapasitas penyerapan karbon di Indonesia,” tambah Menteri Raja Juli.
Menteri LH Hanif menyampaikan, selain Tim Negosiasi, terdapat Tim Paviliun Indonesia sebagai soft diplomasi. Paviliun Indonesia di COP29 telah menampilkan berbagai showcase keberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari berbagai elemen masyarakat selain Pemerintah, yakni akademisi/pergurun tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan para rekan dunia usaha.
”Forum negosiasi multilateral tidaklah dengan mudah dan cepat dapat menghasilkan kesepakatan yang sesuai keinginan kita. Untuk itu, Delegasi Indonesia telah menyiapkan Plan B terutama untuk mendapatkan tangible result dari apa yang kita targetkan sebagai low hanging fruits," ucpanya.
Untuk itu, selama COP29 Indonesia menjalin kerja sama bilateral dengan sejumlah mitra strategis, antara lain: (1) Peluncuran Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk perdagangan karbon melalui proyek investasi Jepang dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM) yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional (SRN) Indonesia, senilai lebih dari USD10 miliar untuk lebih dari 50 proyek baru.
Ke depan akan diupayakan adanya skema MRA yang sama bagi negara-negara lain yang berminat melakukan kerja sama bilateral dalam perdagangan karbon. Kerja sama dengan World Resources Institute untuk membahas kerja sama terkait forest monitoring system. Termasuk kerja sama dengan Gold Standard dan Leaf Coalition untuk untuk membahas kerja sama pengakuan standar dan metodologi pasar karbon sukarela.
“Kerja sama-kerja sama tersebut diharapkan menjadi landasan kuat bagi aksi iklim Indonesia yang lebih berdampak,” katanya.
Di sela acara Sosialisasi Hasil COP29, dilakukan peluncuran tahap keempat Result-Based Contribution (RBC-4) yang merupakan hasil kerja sama strategis antara Republik Indonesia dan Kerajaan Norwegia sebagai wujud dukungan internasional terhadap pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia.
Peluncuran tersebut dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin.
Hal itu terungkap dalam acara Sosialisasi Hasil United Nations Climate Change Conference 2024 (COP29/CMP19/CMA6, SBSTA61 & SBI61) yang digelar Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Acara tersebut dirangkai dengan Peluncuran Result-Based Contribution-4 (RBC-4) di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024.
Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo menyatakan, sikap Pemerintah Indonesia adalah “no complaints and no demands,” yang berarti Indonesia tidak mengeluh maupun menuntut apa pun kepada komunitas internasional. Sebaliknya, Indonesia menawarkan ide-ide dan program untuk mengatasi perubahan iklim.
“Ke depan, Indonesia berencana membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 103 GW, di mana 75%-nya menggunakan energi baru terbarukan,” ujarnya, Kamis (12/12/2024).
Pembangunan tersebut antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, Pembangkit Listrik Tenaga Air, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (geotermal), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa. Selain itu, Indonesia juga berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam sehingga tidak ada satu pun yang berasal dari batu bara.
Sebagai tambahan, Indonesia ikut menawarkan program Carbon Capture and Storage (CCS) yang saat ini potensinya mencapai 500-700 Gigaton CO2.
“Program lain yang ditawarkan oleh Indonesia adalah kredit karbon sebesar 577 juta ton CO2e, selain itu Indonesia menawarkan kembali 600 juta ton kredit karbon yang saat ini masih dalam tahap verifikasi,” jelas Hashim.
Hashim ikut meluruskan soal sikap Indonesia terhadap pemberitaan yang berkembang mengenai phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara saat di COP29 di Baku, Azerbaijan. Hashim menegaskan, jika Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan phase out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara melainkan hanya akan melakukan phase-down, atau menurunkan jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Presiden Prabowo telah menyetujui untuk melakukan reforestasi secara masif dan menggiatkan perhutanan sosial,” ujarnya.
Pada sosialisasi hasil COP29 UNFCCC, Baku, Azerbaijan, 11–24 November 2024. Menteri LH/ BPLH Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan beberapa capaian utama yaitu disepakatinya Baku Climate Unity Pact yang mencakup New Collective Quantified Goal (NCQG) atau komitmen negara maju untuk pendanaan aksi iklim negara berkembang. Termasuk Indonesia sebesar USD300 miliar per tahun pada 2035.
Meski jumlah tersebut masih kurang dari kebutuhan pendanaan iklim sebesar USD1,3 triliun per tahun pada 2035, terdapat peningkatan dari komitmen sebelumnya sebesar USD100 miliar per tahun.
Hasil berikutnya tercapainya kesepakatan Article 6 of the Paris Agreement mengenai Cooperative Mechanism (Mekanisme Kerjasama) untuk mendukung pemenuhan NDC.
Sebagai tindak lanjut, Indonesia akan mengoptimalkan peluang perdagangan karbon, dengan tetap mengantisipasi potensi terjadinya junk credit melalui penguatan mekanisme kendali nasional dan mengikuti proses di UNFCCC.
Selanjutnya disepakatinya Agenda Loss and Damage (LnD) Fund yang mana beberapa negara maju mencanangkan pendanaan (pledge) sebesar USD731 juta untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Adapun agenda lain adalah Indonesia bersama Friends of Ocean menginisiasi pernyataan bersama yang mendorong pengarusutamaan hubungan laut (Ocean Climate Nexus) dan iklim, serta integrasi aksi berbasis laut pada Nationally Determined Contributions (NDC).
Menhut Raja Juli menyampaikan sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, Program Rehabilitasi Lahan Kritis seluas 12,7 juta hektare (ha) sedang disiapkan dengan peta jalan (roadmap) dan perencanaan strategis terkait reforestasi lahan kritis.
“Kebijakan dan program ini akan sangat signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca,serta peningkatan kapasitas penyerapan karbon di Indonesia,” tambah Menteri Raja Juli.
Menteri LH Hanif menyampaikan, selain Tim Negosiasi, terdapat Tim Paviliun Indonesia sebagai soft diplomasi. Paviliun Indonesia di COP29 telah menampilkan berbagai showcase keberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dari berbagai elemen masyarakat selain Pemerintah, yakni akademisi/pergurun tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan para rekan dunia usaha.
”Forum negosiasi multilateral tidaklah dengan mudah dan cepat dapat menghasilkan kesepakatan yang sesuai keinginan kita. Untuk itu, Delegasi Indonesia telah menyiapkan Plan B terutama untuk mendapatkan tangible result dari apa yang kita targetkan sebagai low hanging fruits," ucpanya.
Untuk itu, selama COP29 Indonesia menjalin kerja sama bilateral dengan sejumlah mitra strategis, antara lain: (1) Peluncuran Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk perdagangan karbon melalui proyek investasi Jepang dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM) yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional (SRN) Indonesia, senilai lebih dari USD10 miliar untuk lebih dari 50 proyek baru.
Ke depan akan diupayakan adanya skema MRA yang sama bagi negara-negara lain yang berminat melakukan kerja sama bilateral dalam perdagangan karbon. Kerja sama dengan World Resources Institute untuk membahas kerja sama terkait forest monitoring system. Termasuk kerja sama dengan Gold Standard dan Leaf Coalition untuk untuk membahas kerja sama pengakuan standar dan metodologi pasar karbon sukarela.
“Kerja sama-kerja sama tersebut diharapkan menjadi landasan kuat bagi aksi iklim Indonesia yang lebih berdampak,” katanya.
Di sela acara Sosialisasi Hasil COP29, dilakukan peluncuran tahap keempat Result-Based Contribution (RBC-4) yang merupakan hasil kerja sama strategis antara Republik Indonesia dan Kerajaan Norwegia sebagai wujud dukungan internasional terhadap pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia.
Peluncuran tersebut dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin.
(cip)