Senjata Ini Jadi Penjaga Nyawa Jenderal Kopassus di Medan Operasi Aceh hingga Timtim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Letnan Jenderal (Letjen) TNI Purn. Sutiyoso merupakan tokoh militer yang cukup disegani terutama di kalangan Korps Baret Merah Kopassus . Sebagai prajurit pasukan elite, Sutiyoso kerap kali bertaruh nyawa saat diterjunkan medan operasi.
Mulai dari penumpasan kelompok bersenjata PGRS/Paraku di pedalaman hutan Kalimantan Barat hingga Operasi Flamboyan dan Operasi Seroja di Timor Timur (Timtim) yang kini telah merdeka dan menjadi sebuah negara bernama Timor Leste.
Dikutip dari buku bigorafinya berjudul, “Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando” dalam Operasi Flamboyan di Timtim pada 1974 silam, Sutiyoso menjadi orang pertama yang ditugaskan menyusup ke perbatasan Timtim oleh Ketua G-1/Intelijen Hankam Mayjen TNI LB Moerdani atau dikenal Benny Moerdani.
Dalam misi berbahaya tersebut, Sutiyoso yang merupakan perwira intelijen Kopassus secara klandestin atau rahasia dan senyap masuk ke daerah musuh sendirian demi mengetahui kekuatan lawan. Agar tidak diketahui musuh, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyamar sebagai mahasiswa yang tengah melakukan penelitian.
”Hal itu dilakukan karena bila tertangkap musuh, saya tidak bakal kembali dalam keadaan hidup,” kenang Sutiyoso dikutip SINDOnews, Selasa (3/12/2024)
Dalam operasi ini, Jenderal Kopassus kelahiran Semarang, Jawa Tengah pada 6 Desember 1944 ini nyaris tewas ketika berupaya menyelamatkan 4 anggotanya yang tertembak usai menyerang markas tentara Fretilin di Suai. Dalam upaya penyelamatan tersebut, pertempuran sengit antara pasukan yang dipimpin Sutiyoso dengan tentara Fretilin terus terjadi.
Koleksi senjata milik Letjen TNI Purn. Sutiyoso
Meski digempur pasukan musuh, Sutiyoso bersama timnya terus melakukan perlawanan sambil bergerak menuju tempat yang aman. Dalam perang dahsyat seperti itu, keempat orang yang tertembak “mestinya” ditembak mati supaya tidak menjadi beban. Bahkan, para senior yang dihubunginya melalui radio telah menyarankan supaya ditinggal saja.
Tapi Sutiyoso tidak tega meninggalkan anak buahnya. Sebagai pimpinan, Sutiyoso memilih untuk membopong mereka yang terluka sambil memanggul senjata. Perjuangan Sutiyoso menyelamatkan anggotanya membuat salah seorang anggota yang dipapahnya meminta agar supaya ditinggal dan dibekali granat. Jika sewaktu-waktu tertangkap musuh, mereka akan meledakkan diri dengan granat tersebut.
“Tidak! Kamu bisa saya selamatkan. Kuatkan saja dirimu!” tegas Sutiyoso.
Sutiyoso kemudian membopong anggotanya yang terluka ke tempat yang lebih aman. Ke tempat di mana helikopter menjemput. Perjuangan Sutiyoso menyelamatkan anggotanya yang terluka di bawah desingan peluru berhasil. Keempat anggota yang tertembak akhirnya berhasil dievakuasi menggunakan helikopter.
Sepak terjang Sutiyoso di medan operasi tidak hanya dilakukan ketika masih aktif menjadi tentara. Di saat pensiun dan sudah tidak lagi menjadi prajurit Kopassus, abituren Akademi Militer (Akmil) 1968 ini masih terjun ke medan operasi di Aceh.
Di usianya yang tidak lagi muda, tak menyurutkan nyalinya untuk menghadapi kelompok bersenjata yang dipimpin Din Minimi, mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sutiyoso yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) terpanggil untuk meredam pergerakan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Nurdin Ismail alias Din Minimi di Aceh. “Saya pikir yang belum aman di Aceh dan Papua. Ini cuma satu kelompok maka saya selesaikan dulu ini,” kenang Sutiyoso dalam kanal YouTube Refly Harun yang dikutip SINDOnews, Selasa (3/12/2024).
Koleksi senjata milik Letjen TNI Purn. Sutiyoso
Din Minimi merupakan pimpinan kelompok bersenjata mantan anggota GAM paling dicari pascapenandatanganan kesepakatan Helsinki di Finlandia pada 15 Agustus 2005. Sepak terjangnya sangat meresahkan masyarakat dan aparat. Tidak sedikit masyarakat maupun aparat keamanan yang menjadi korban keganasan kelompok ini.
”Din Minimi, kelompok GAM yang masih ada jumlahnya 120 orang. Nama aslinya Nurdin, sedangkan Minimi itu sebutan senjata tangguh. Sudah empat tahun lebih dia diburu aparat,” ujarnya.
Tak ingin jatuh korban lebih banyak lagi, mantan Wadanjen Kopassus ini memutuskan untuk terjun langsung ke medan operasi. Ditemani dua anak buahnya yakni Kapten Desna dan Sersan Wayan, pria yang dikenal dengan panggilan Bang Yos ini kemudian masuk ke hutan untuk mencari tempat persembunyian Din Minimi.
“Akhirnya saya bertiga aja. Kita ke tempat dia. Dikepung 120 orang di tempat Din Minimi. Kalau mau populer bantai saja atau saya disandera tetapi kan saya bukan bonek (bondo nekat). Saya ada latar belakang, ada keyakinan gitu,” terangnya.
Dalam situasi terkepung, Sutiyoso yang memiliki kemampuan intelijen dan terbiasa menghadapi situasi genting di medan operasi tak gentar. Dengan senjata yang sudah dikokang dan siap diletuskan tersebut, Sutiyoso kemudian mengajak kelompok tersebut untuk berdialog.
Kepiawaiannya dalam berdiplomasi disertai keberaniannya menyabung nyawa, membuat Sutiyoso berhasil menaklukkan dan mengajak Din Minimi kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi tanpa ada sebutir peluru pun yang meletus.
Senjata Penjaga Nyawa Sutiyoso saat Berhadapan dengan Musuh
Sebagai prajurit Kopassus yang memiliki latar belakang intelijen dan kenyang dengan pengalaman tempur, Sutiyoso hingga kini memiliki koleksi sejumlah senjata api.
Namun demikian, dari sekian senjata tersebut ada senjata yang memiliki kenangan tersendiri yang menemaninya saat menjalankan tugas operasi di Timtim dan Aceh. Dua senjata tersebut menjadi penjaga nyawanya saat di medan operasi.
“Senjata yang diturunkan (saat menghadapi) Din Minimi, saat itu ada 120 orang pemberontak GAM itu kan. Saya menginap di hutan belantara tempat dia gerilya. Saya bujukin malam itu, akhirnya paginya menyerah semua. Ada satu senjata AK, minta dari BIN dulu, ini tentu saja terkenang,” tuturnya.
Begitu juga saat operasi di Timtim, senjata yang menemaninya saat bertempur di medan operasi adalah senjata jenis AK. “Termasuk saat saya operasi di Timtim,” ucapnya singkat.
Senapan serbu AK merupakan senjata yang dirancang oleh Mikhail Kalashnikov, seorang Jenderal asal Rusia. Senjata ini terbukti andal di medan tempur. Selain mudah dioperasikan dan bandel, AK-47 juga mampu menembak walau pun tenggelam dalam air dan tidak macet meski terendam lumpur. Senapan ini masuk ke Guinness Book of Records sebagai senjata yang paling banyak digunakan di dunia. Ada sekitar 100 juta AK-47. Artinya, 60 penduduk dewasa di dunia punya satu unit.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
Mulai dari penumpasan kelompok bersenjata PGRS/Paraku di pedalaman hutan Kalimantan Barat hingga Operasi Flamboyan dan Operasi Seroja di Timor Timur (Timtim) yang kini telah merdeka dan menjadi sebuah negara bernama Timor Leste.
Dikutip dari buku bigorafinya berjudul, “Sutiyoso The Field General, Totalitas Prajurit Para Komando” dalam Operasi Flamboyan di Timtim pada 1974 silam, Sutiyoso menjadi orang pertama yang ditugaskan menyusup ke perbatasan Timtim oleh Ketua G-1/Intelijen Hankam Mayjen TNI LB Moerdani atau dikenal Benny Moerdani.
Baca Juga
Dalam misi berbahaya tersebut, Sutiyoso yang merupakan perwira intelijen Kopassus secara klandestin atau rahasia dan senyap masuk ke daerah musuh sendirian demi mengetahui kekuatan lawan. Agar tidak diketahui musuh, mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyamar sebagai mahasiswa yang tengah melakukan penelitian.
”Hal itu dilakukan karena bila tertangkap musuh, saya tidak bakal kembali dalam keadaan hidup,” kenang Sutiyoso dikutip SINDOnews, Selasa (3/12/2024)
Baca Juga
Dalam operasi ini, Jenderal Kopassus kelahiran Semarang, Jawa Tengah pada 6 Desember 1944 ini nyaris tewas ketika berupaya menyelamatkan 4 anggotanya yang tertembak usai menyerang markas tentara Fretilin di Suai. Dalam upaya penyelamatan tersebut, pertempuran sengit antara pasukan yang dipimpin Sutiyoso dengan tentara Fretilin terus terjadi.
Koleksi senjata milik Letjen TNI Purn. Sutiyoso
Meski digempur pasukan musuh, Sutiyoso bersama timnya terus melakukan perlawanan sambil bergerak menuju tempat yang aman. Dalam perang dahsyat seperti itu, keempat orang yang tertembak “mestinya” ditembak mati supaya tidak menjadi beban. Bahkan, para senior yang dihubunginya melalui radio telah menyarankan supaya ditinggal saja.
Tapi Sutiyoso tidak tega meninggalkan anak buahnya. Sebagai pimpinan, Sutiyoso memilih untuk membopong mereka yang terluka sambil memanggul senjata. Perjuangan Sutiyoso menyelamatkan anggotanya membuat salah seorang anggota yang dipapahnya meminta agar supaya ditinggal dan dibekali granat. Jika sewaktu-waktu tertangkap musuh, mereka akan meledakkan diri dengan granat tersebut.
“Tidak! Kamu bisa saya selamatkan. Kuatkan saja dirimu!” tegas Sutiyoso.
Sutiyoso kemudian membopong anggotanya yang terluka ke tempat yang lebih aman. Ke tempat di mana helikopter menjemput. Perjuangan Sutiyoso menyelamatkan anggotanya yang terluka di bawah desingan peluru berhasil. Keempat anggota yang tertembak akhirnya berhasil dievakuasi menggunakan helikopter.
Sepak terjang Sutiyoso di medan operasi tidak hanya dilakukan ketika masih aktif menjadi tentara. Di saat pensiun dan sudah tidak lagi menjadi prajurit Kopassus, abituren Akademi Militer (Akmil) 1968 ini masih terjun ke medan operasi di Aceh.
Di usianya yang tidak lagi muda, tak menyurutkan nyalinya untuk menghadapi kelompok bersenjata yang dipimpin Din Minimi, mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Sutiyoso yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) terpanggil untuk meredam pergerakan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Nurdin Ismail alias Din Minimi di Aceh. “Saya pikir yang belum aman di Aceh dan Papua. Ini cuma satu kelompok maka saya selesaikan dulu ini,” kenang Sutiyoso dalam kanal YouTube Refly Harun yang dikutip SINDOnews, Selasa (3/12/2024).
Koleksi senjata milik Letjen TNI Purn. Sutiyoso
Din Minimi merupakan pimpinan kelompok bersenjata mantan anggota GAM paling dicari pascapenandatanganan kesepakatan Helsinki di Finlandia pada 15 Agustus 2005. Sepak terjangnya sangat meresahkan masyarakat dan aparat. Tidak sedikit masyarakat maupun aparat keamanan yang menjadi korban keganasan kelompok ini.
”Din Minimi, kelompok GAM yang masih ada jumlahnya 120 orang. Nama aslinya Nurdin, sedangkan Minimi itu sebutan senjata tangguh. Sudah empat tahun lebih dia diburu aparat,” ujarnya.
Tak ingin jatuh korban lebih banyak lagi, mantan Wadanjen Kopassus ini memutuskan untuk terjun langsung ke medan operasi. Ditemani dua anak buahnya yakni Kapten Desna dan Sersan Wayan, pria yang dikenal dengan panggilan Bang Yos ini kemudian masuk ke hutan untuk mencari tempat persembunyian Din Minimi.
“Akhirnya saya bertiga aja. Kita ke tempat dia. Dikepung 120 orang di tempat Din Minimi. Kalau mau populer bantai saja atau saya disandera tetapi kan saya bukan bonek (bondo nekat). Saya ada latar belakang, ada keyakinan gitu,” terangnya.
Dalam situasi terkepung, Sutiyoso yang memiliki kemampuan intelijen dan terbiasa menghadapi situasi genting di medan operasi tak gentar. Dengan senjata yang sudah dikokang dan siap diletuskan tersebut, Sutiyoso kemudian mengajak kelompok tersebut untuk berdialog.
Kepiawaiannya dalam berdiplomasi disertai keberaniannya menyabung nyawa, membuat Sutiyoso berhasil menaklukkan dan mengajak Din Minimi kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi tanpa ada sebutir peluru pun yang meletus.
Senjata Penjaga Nyawa Sutiyoso saat Berhadapan dengan Musuh
Sebagai prajurit Kopassus yang memiliki latar belakang intelijen dan kenyang dengan pengalaman tempur, Sutiyoso hingga kini memiliki koleksi sejumlah senjata api.
Namun demikian, dari sekian senjata tersebut ada senjata yang memiliki kenangan tersendiri yang menemaninya saat menjalankan tugas operasi di Timtim dan Aceh. Dua senjata tersebut menjadi penjaga nyawanya saat di medan operasi.
“Senjata yang diturunkan (saat menghadapi) Din Minimi, saat itu ada 120 orang pemberontak GAM itu kan. Saya menginap di hutan belantara tempat dia gerilya. Saya bujukin malam itu, akhirnya paginya menyerah semua. Ada satu senjata AK, minta dari BIN dulu, ini tentu saja terkenang,” tuturnya.
Begitu juga saat operasi di Timtim, senjata yang menemaninya saat bertempur di medan operasi adalah senjata jenis AK. “Termasuk saat saya operasi di Timtim,” ucapnya singkat.
Senapan serbu AK merupakan senjata yang dirancang oleh Mikhail Kalashnikov, seorang Jenderal asal Rusia. Senjata ini terbukti andal di medan tempur. Selain mudah dioperasikan dan bandel, AK-47 juga mampu menembak walau pun tenggelam dalam air dan tidak macet meski terendam lumpur. Senapan ini masuk ke Guinness Book of Records sebagai senjata yang paling banyak digunakan di dunia. Ada sekitar 100 juta AK-47. Artinya, 60 penduduk dewasa di dunia punya satu unit.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
(cip)