Putusan MK Perkuat Kewenangan KPK Tangani Korupsi Militer Jadi Harapan Baru Pemerintah

Senin, 02 Desember 2024 - 15:39 WIB
loading...
Putusan MK Perkuat Kewenangan...
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperkuat kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi di institusi militer dinilai jadi harapan baru pemerintah Prabowo Subianto. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) yang memperkuat kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi di institusi militer dinilai jadi harapan baru pemerintah Prabowo Subianto. Putusan MK tersebut direspons positif oleh Pengamat Hukum dan Politik Pieter C. Zulkifli.

Pieter dalam catatan analisisnya mengatakan bahwa keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada komitmen semua pihak untuk menerapkan strategi yang matang, sistem hukum yang tegas, dan keberanian untuk bertindak tanpa pandang bulu. Putusan MK itu dianggapnya juga menjadi ujian penting bagi Presiden Prabowo Subianto dalam masa 100 hari pemerintahannya.

"Sebagai Presiden dengan latar belakang militer, Prabowo harus mampu menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi, termasuk di institusi militer. Namun, dia juga harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam konflik politik atau kepentingan yang justru melemahkan upayanya membangun bangsa," kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Senin (2/12/2024).





Lebih lanjut dia menuturkan putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 87/PUU-XXI/2023 merupakan sebuah langkah besar. Putusan itu juga mempertegas kewenangan KPK untuk menangani kasus korupsi di institusi militer. “Sebuah keputusan yang layak diapresiasi, karena menjadi titik penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.

Dia menuturkan, gugatan yang dikemukakan oleh advokat Gugum Ridho Putra ini menyoroti frasa 'mengoordinasikan dan mengendalikan' dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. MK menilai frasa tersebut harus dimaknai lebih luas agar memberikan kewenangan penuh kepada KPK untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan militer, terutama jika penyelidikan dimulai oleh KPK.

Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa aturan ini bertentangan dengan UUD 1945 jika tidak dimaknai dalam kerangka kewenangan penuh bagi KPK. Dengan putusan ini, KPK tidak lagi mewajibkan penyerahan kasus korupsi yang melibatkan oknum militer kepada Oditurat Peradilan Militer. Sebaliknya, KPK punya hak penuh untuk menangani kasus tersebut hingga tuntas, selama proses penegakan hukumnya dimulai oleh lembaga anti-rasuah ini.



"Selama ini terdapat celah hukum yang membuat KPK terlihat ragu dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan militer. Misalnya, kejadian korupsi Basarnas yang melibatkan anggota militer menunjukkan bahwa ketidaksepahaman antara peradilan sipil dan militer dapat menghambat penegakan hukum," tuturnya.

Dalam konteks ini, lanjut dia, putusan MK memberikan kepercayaan diri yang lebih besar bagi KPK. Dengan dasar hukum yang kuat, KPK kini memiliki pijakan untuk menangani perkara yang melibatkan institusi militer tanpa harus khawatir dengan tarik-menarik yang diumumkan.

Pieter Zulkifli melanjutkan, hal ini penting untuk menghindari konflik kepentingan yang sering terjadi ketika militer menangani kasus korupsi di tubuhnya sendiri. Pasalnya, korupsi di tubuh militer kerap kali dibayangi oleh kultur tertutup, hierarki yang kaku, dan ketergantungan pada sistem internal.

"Jeruk makan jeruk adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan situasi ini, yang berpotensi melemahkan upaya penegakan hukum secara objektif dan transparan," ungkapnya.

Di sisi lain, Pieter memandang tantangan politik tidak bisa diabaikan. Dengan koalisi politik yang tidak sepenuhnya solid, Prabowo harus cerdik dalam mengelola dinamika kekuasaan. Dia mengatakan komposisi politik yang ada, dengan hanya PAN sebagai sekutu setia Gerindra, membuat posisi Prabowo rentan terhadap serangan politik.

Apalagi, sambungnya, beberapa hakim MK kerap kali dianggap memiliki afiliasi politik tertentu. "Dalam situasi ini, strategi 'diam dan bertindak dalam senyap' mungkin lebih efektif daripada retorika dan gembar-gembor di media yang justru memperkeruh suasana," imbuhnya.

Pieter menekankan Prabowo sebagai seorang pemimpin yang dikenal tegas dan berpengalaman dalam menghadapi berbagai medan pertempuran diharapkan dapat membawa pendekatan yang senyap namun efektif dalam memberantas korupsi, sehingga sikap hati-hati tetap diperlukan. "Langkah ini menjadi krusial untuk menjaga stabilitas politik sambil memastikan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi wacana belaka,” katanya.

Dia juga memandang perjalanan melawan korupsi di Tanah Air masih panjang. Keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh kebijakan yang tegas, tetapi juga oleh keberanian untuk bertindak di tempat tersembunyi, sebagaimana dicontohkan oleh pemimpin-pemimpin yang bekerja tanpa membutuhkan pujian.

Dia mengutip pesan Mark Twain yang menyebut bahwa politik adalah satu-satunya profesi yang memungkinkan seseorang berbohong, mencuri, menipu, bahkan merampok kepentingan rakyat dan tetap dihormati. Dalam lingkungan politik yang sering kali munafik, kepemimpinan yang amanah, tegas, dan berintegritas adalah harapan terakhir bagi rakyat.

Maka itu, dia kembali menegaskan keputusan ini adalah langkah maju dari MK. Pieter Zulkilfi menyatakan dibutuhkan komitmen dari semua pihak, termasuk pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa korupsi tidak lagi menjadi ancaman yang membayangi masa depan Indonesia. “Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan strategi yang matang, sistem hukum yang tegas, dan keberanian untuk bertindak tanpa pandang bulu,” pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0935 seconds (0.1#10.140)