Merayakan Seabad Kontribusi dan Menguatkan Dasar Hukum Nasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) menggelar Sidang Perayaan Akbar Dies Natalis ke-100 di Balai Sidang FHUI Depok, Senin (28/10/2024). Acara itu digelar menandai seabad kontribusi FHUI dalam pendidikan dan perkembangan tatanan hukum di Indonesia.
Sejumlah tokoh penting hadir dalam acara tersebut, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra yang juga Guru Besar FHUI dan Hakim Konstitusi Dr. Arsul Sani. Sidang dipimpin oleh Dekan FHUI Dr. Parulian Paidi Aritonang, dan dihadiri oleh para guru besar, wakil rektor, dekan-dekan fakultas hukum dari universitas lain, serta perwakilan lembaga hukum nasional dan internasional.
Yusril mengungkapkan apresiasi dari pemerintah atas kontribusi luar biasa FHUI sejak pendiriannya pada 28 Oktober 1924. “Tepat 100 tahun lalu, pendidikan hukum pertama di Indonesia dibuka di Batavia, yang kemudian melahirkan generasi elite baru di bidang hukum,” kata Yusril dalam sambutannya.
Dia menuturkan, FHUI telah mencetak bukan hanya ilmuwan dan praktisi hukum, tetapi juga tokoh-tokoh nasional yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan seperti Prof. Soepomo dan Mr. Muhammad Yamin yang menjadi Menteri Kehakiman pertama. Dia menuturkan, seabad pendidikan hukum yang telah dilalui FHUI bukan sekadar perjalanan waktu, melainkan cerminan komitmen yang terus diperkuat dalam melahirkan tokoh-tokoh hukum berintegritas dan berjiwa nasionalis.
“Di tengah perbedaan perspektif yang ada, selalu ada titik temu yang menyatukan kami, yaitu komitmen yang teguh untuk mempertahankan dan memajukan Republik Indonesia,” kata Yusril.
Yusril mengatakan, perkembangan pendidikan hukum di Indonesia memiliki pengaruh kuat dari sistem hukum Belanda. Namun, seiring waktu, FHUI berperan penting dalam mengupayakan transformasi hukum yang lebih sesuai dengan norma dan falsafah Indonesia.
“Meskipun sistem hukum kita masih memiliki warisan dari hukum kolonial, kita telah berhasil melakukan transformasi sehingga hukum kita dapat lebih mencerminkan nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat,” tuturnya.
Hakim Konstitusi Dr. Arsul Sani yang hadir mewakili Mahkamah Konstitusi turut menyampaikan selamat atas perayaan seabad FHUI. Arsul melanjutkan, peringatan 100 tahun ini menjadi momen reflektif bagi FHUI untuk melihat kembali pencapaian dan tantangan yang akan dihadapi pendidikan hukum di masa depan.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan pendidikan hukum selama seabad ini telah memberikan kontribusi besar bagi praktik hukum dan ketatanegaraan kita. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, salah satunya adalah memperbesar ruang bagi hukum progresif,” kata Arsul.
Dia pun menekankan pentingnya pendidikan hukum yang mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya ahli secara teknis, tetapi juga memiliki sensitivitas sosial. “Kita perlu kembali ke prinsip bahwa hukum seharusnya melayani manusia, bukan sebaliknya. Dalam praktiknya, hukum yang progresif mengedepankan rasa keadilan masyarakat dan tidak semata-mata berkutat pada formalitas administratif,” ujar Arsul.
Dia pun berharap, pendidikan hukum di Indonesia termasuk di FHUI dapat terus berkembang untuk menempatkan hukum sebagai alat yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tidak hanya bergantung pada legalisme formal. “Harapan kami, FHUI terus mendorong pendekatan hukum yang lebih progresif, menjadikan hukum sebagai pelindung yang benar-benar mencerminkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat,” katanya.
Sidang Akbar Dies Natalis ke-100 ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga refleksi atas kontribusi panjang FHUI dalam memajukan hukum di Indonesia. Dekan FHUI Dr. Parulian Paidi Aritonang membeberkan, usia seabad ini adalah pencapaian besar yang menunjukkan dedikasi FHUI untuk terus mencetak pemimpin hukum yang berintegritas.
“Mari kita jadikan momen 100 tahun ini sebagai pijakan untuk terus mengembangkan pendidikan hukum yang tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga praktik yang mendalam dan berlandaskan pada keadilan yang sesungguhnya,” ujar Parulian.
Setelah Sidang Akbar, rangkaian acara dilanjutkan dengan peresmian Patung Prof. Dr. Mr. Raden Soepomo di halaman Gedung Interdisciplinary Legal Research Center FHUI, Depok. Patung ini diresmikan sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Prof. Soepomo, salah satu pendiri hukum Indonesia yang turut merumuskan dasar negara.
Rangkaian acara Dies Natalis Akbar ke-100 FHUI ini menunjukkan komitmen FHUI untuk terus memajukan pendidikan hukum, dengan mencetak generasi pemimpin hukum yang memiliki pemahaman mendalam, sikap kritis, dan sensitivitas sosial yang tinggi. Perayaan ini juga menjadi ajang refleksi atas kontribusi FHUI dalam membangun tatanan hukum yang adaptif terhadap perubahan, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan mampu memberikan keadilan sejati.
Sejumlah tokoh penting hadir dalam acara tersebut, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Prof. Yusril Ihza Mahendra yang juga Guru Besar FHUI dan Hakim Konstitusi Dr. Arsul Sani. Sidang dipimpin oleh Dekan FHUI Dr. Parulian Paidi Aritonang, dan dihadiri oleh para guru besar, wakil rektor, dekan-dekan fakultas hukum dari universitas lain, serta perwakilan lembaga hukum nasional dan internasional.
Yusril mengungkapkan apresiasi dari pemerintah atas kontribusi luar biasa FHUI sejak pendiriannya pada 28 Oktober 1924. “Tepat 100 tahun lalu, pendidikan hukum pertama di Indonesia dibuka di Batavia, yang kemudian melahirkan generasi elite baru di bidang hukum,” kata Yusril dalam sambutannya.
Dia menuturkan, FHUI telah mencetak bukan hanya ilmuwan dan praktisi hukum, tetapi juga tokoh-tokoh nasional yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan seperti Prof. Soepomo dan Mr. Muhammad Yamin yang menjadi Menteri Kehakiman pertama. Dia menuturkan, seabad pendidikan hukum yang telah dilalui FHUI bukan sekadar perjalanan waktu, melainkan cerminan komitmen yang terus diperkuat dalam melahirkan tokoh-tokoh hukum berintegritas dan berjiwa nasionalis.
“Di tengah perbedaan perspektif yang ada, selalu ada titik temu yang menyatukan kami, yaitu komitmen yang teguh untuk mempertahankan dan memajukan Republik Indonesia,” kata Yusril.
Yusril mengatakan, perkembangan pendidikan hukum di Indonesia memiliki pengaruh kuat dari sistem hukum Belanda. Namun, seiring waktu, FHUI berperan penting dalam mengupayakan transformasi hukum yang lebih sesuai dengan norma dan falsafah Indonesia.
“Meskipun sistem hukum kita masih memiliki warisan dari hukum kolonial, kita telah berhasil melakukan transformasi sehingga hukum kita dapat lebih mencerminkan nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat,” tuturnya.
Hakim Konstitusi Dr. Arsul Sani yang hadir mewakili Mahkamah Konstitusi turut menyampaikan selamat atas perayaan seabad FHUI. Arsul melanjutkan, peringatan 100 tahun ini menjadi momen reflektif bagi FHUI untuk melihat kembali pencapaian dan tantangan yang akan dihadapi pendidikan hukum di masa depan.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa perjalanan pendidikan hukum selama seabad ini telah memberikan kontribusi besar bagi praktik hukum dan ketatanegaraan kita. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, salah satunya adalah memperbesar ruang bagi hukum progresif,” kata Arsul.
Dia pun menekankan pentingnya pendidikan hukum yang mampu menghasilkan lulusan yang tidak hanya ahli secara teknis, tetapi juga memiliki sensitivitas sosial. “Kita perlu kembali ke prinsip bahwa hukum seharusnya melayani manusia, bukan sebaliknya. Dalam praktiknya, hukum yang progresif mengedepankan rasa keadilan masyarakat dan tidak semata-mata berkutat pada formalitas administratif,” ujar Arsul.
Dia pun berharap, pendidikan hukum di Indonesia termasuk di FHUI dapat terus berkembang untuk menempatkan hukum sebagai alat yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan tidak hanya bergantung pada legalisme formal. “Harapan kami, FHUI terus mendorong pendekatan hukum yang lebih progresif, menjadikan hukum sebagai pelindung yang benar-benar mencerminkan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat,” katanya.
Sidang Akbar Dies Natalis ke-100 ini bukan sekadar perayaan, tetapi juga refleksi atas kontribusi panjang FHUI dalam memajukan hukum di Indonesia. Dekan FHUI Dr. Parulian Paidi Aritonang membeberkan, usia seabad ini adalah pencapaian besar yang menunjukkan dedikasi FHUI untuk terus mencetak pemimpin hukum yang berintegritas.
“Mari kita jadikan momen 100 tahun ini sebagai pijakan untuk terus mengembangkan pendidikan hukum yang tidak hanya berfokus pada teori, tetapi juga praktik yang mendalam dan berlandaskan pada keadilan yang sesungguhnya,” ujar Parulian.
Setelah Sidang Akbar, rangkaian acara dilanjutkan dengan peresmian Patung Prof. Dr. Mr. Raden Soepomo di halaman Gedung Interdisciplinary Legal Research Center FHUI, Depok. Patung ini diresmikan sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasa Prof. Soepomo, salah satu pendiri hukum Indonesia yang turut merumuskan dasar negara.
Rangkaian acara Dies Natalis Akbar ke-100 FHUI ini menunjukkan komitmen FHUI untuk terus memajukan pendidikan hukum, dengan mencetak generasi pemimpin hukum yang memiliki pemahaman mendalam, sikap kritis, dan sensitivitas sosial yang tinggi. Perayaan ini juga menjadi ajang refleksi atas kontribusi FHUI dalam membangun tatanan hukum yang adaptif terhadap perubahan, responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan mampu memberikan keadilan sejati.
(rca)