DPR Dalami Laporan PPATK Soal Kepala Daerah Cuci Uang di Kasino
A
A
A
JAKARTA - Komisi III DPR akan mendalami Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait kepala daerah yang diduga melakukan pencucian uang di kasino di masa sidang awal 2020 mendatang.
Menurut Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, PPATK memang secara aturan tidak diperbolehkan membuka data kepala daerah secara detail, kecuali ke aparat penegak hukum.
"Dalam konteks tidak menyebut nama, tempat, kemudian juga detail transaksi memang PPATK tidak ada masalahnya untuk men-disclose itu di hadapan publik," kata Anggota Komisi III DPR Arsul Sani kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2019).
"Yang tidak boleh adalah secara detail menyangkut nama-nama para pihaknya, bentuk transaksinya kemudian waktunya kan tidak boleh, itu kan hanya kepada penegak hukum ya dalam hal transaksi mencurigakan itu ada indikasi tindak pidana," tambahnya.
Adapun penegak hukum yang dimaksud, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP ini menjelaskan, kalau terindikasi korupsi dan pencucian uang bisa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan. Dan kalau itu di luar korupsi tentu penegak hukummya Polri.
"Karena bisa saja itu asalnya misalnya pembalakan liar, misalnya dari apa gitu transaksi-transaksi yang tidak sah, nah jadi itu yang saya kira karena sudah dilempar secara global oleh PPATK," terangnya.
Karena itu Arsul melanjutkan, Komisi III DPR akan mendalami soal temuan PPATK tersebut. Soal jumlah dana yang terindikasi tindak pidana, apa saja indikasinya dan berapa yang sudah diserahkan dan dikomunikasikan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
"Komisi III akan mendalami soal itu dari jumlah itu yang didalami misalnya berapa yang terindikasi tindak pidana, tindak pidana apa saja indikasinya san berapa dari sekian itu yang sudah diserahkan dan dikomunikasikan kepada aparat penegak hukum untuk kemudian diselidiki lebih lanjut," ujarnya.
Arsul mengaku, Komisi III DPR juga sama sekali beluk mendapatkan informasi detil ataupun salinan dari temuan PPATK tersebut.
"Ya enggak (dapat salinan) lah, belum lah, apalagi itu PPATK menyampaikan itu dalam konteks catatan refleksi akhir tahun mereka, jadi kan sangat umum sekali, nanti akan kita tanyakan," tandasnya.
Menurut Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, PPATK memang secara aturan tidak diperbolehkan membuka data kepala daerah secara detail, kecuali ke aparat penegak hukum.
"Dalam konteks tidak menyebut nama, tempat, kemudian juga detail transaksi memang PPATK tidak ada masalahnya untuk men-disclose itu di hadapan publik," kata Anggota Komisi III DPR Arsul Sani kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2019).
"Yang tidak boleh adalah secara detail menyangkut nama-nama para pihaknya, bentuk transaksinya kemudian waktunya kan tidak boleh, itu kan hanya kepada penegak hukum ya dalam hal transaksi mencurigakan itu ada indikasi tindak pidana," tambahnya.
Adapun penegak hukum yang dimaksud, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP ini menjelaskan, kalau terindikasi korupsi dan pencucian uang bisa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan. Dan kalau itu di luar korupsi tentu penegak hukummya Polri.
"Karena bisa saja itu asalnya misalnya pembalakan liar, misalnya dari apa gitu transaksi-transaksi yang tidak sah, nah jadi itu yang saya kira karena sudah dilempar secara global oleh PPATK," terangnya.
Karena itu Arsul melanjutkan, Komisi III DPR akan mendalami soal temuan PPATK tersebut. Soal jumlah dana yang terindikasi tindak pidana, apa saja indikasinya dan berapa yang sudah diserahkan dan dikomunikasikan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti.
"Komisi III akan mendalami soal itu dari jumlah itu yang didalami misalnya berapa yang terindikasi tindak pidana, tindak pidana apa saja indikasinya san berapa dari sekian itu yang sudah diserahkan dan dikomunikasikan kepada aparat penegak hukum untuk kemudian diselidiki lebih lanjut," ujarnya.
Arsul mengaku, Komisi III DPR juga sama sekali beluk mendapatkan informasi detil ataupun salinan dari temuan PPATK tersebut.
"Ya enggak (dapat salinan) lah, belum lah, apalagi itu PPATK menyampaikan itu dalam konteks catatan refleksi akhir tahun mereka, jadi kan sangat umum sekali, nanti akan kita tanyakan," tandasnya.
(maf)