Profil Jenderal TNI (Purn) Mulyono, Pernah Buang Pangkat Bintang Empat

Minggu, 13 Oktober 2024 - 06:26 WIB
loading...
Profil Jenderal TNI...
Profil mengenai Jenderal TNI (Purn) Mulyono yang diulas dalam artikel ini menarik untuk diketahui. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Profil mengenai Jenderal TNI (Purn) Mulyono yang diulas dalam artikel ini menarik untuk diketahui. Dia pernah membuang pangkat bintang empat dari seragam dinasnya.

Mulyono merupakan jebolan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) 1983. Jabatan terakhir purnawirawan TNI AD ini adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).

Dia memasuki masa purnatugas dari TNI AD pada 12 Januari 2019. Mulyono lahir di Desa Cepokosawit, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah pada 12 Januari 1961.

Profil Jenderal TNI (Purn) Mulyono, Pernah Buang Pangkat Bintang Empat

Foto/Dok TNI AD





Dia adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara. Ayahnya bernama Suyatno Yatno Wiyoto yang bekerja sehari-hari sebagai pegawai Dinas Pekerjaan Umum bagian pengairan.

Sedangkan ibunya, Pardinah merupakan ibu rumah tangga, karena memang juga tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Kelahiran Mulyono merupakan dambaan hati dan kebahagiaan tersendiri bagi keluarga.

“Pemberian nama Mulyono yang merupakan anak ketiga mengandung maksud agar nantinya anak yang dilahirkan ini mempunyai sifat yang mulia atau membawa kemuliaan,” bunyi kalimat dikutip dari Buku Biografi Mulyono "Sosok Jenderal, Sang Pembeda" yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat, Bandung, 2018.



Mulyono sekolah di SD Negeri Cepokosawit, terletak di ujung Desa Cepokosawit berdampingan dengan Kantor Kepala Desa. Mulyono semasa SD diasuh oleh sang kakek.

Selama diasuh sang kakek, Mulyono tidak ada waktu untuk belajar dan bermain seperti anak-anak yang lain. Sebab, selepas pulang sekolah, Mulyono harus membantu pekerjaan sehari-hari kakeknya yang merupakan seorang petani kolot atau tulen.

Kondisi itu dirasakannya sampai saat sekolah di SMP. Setelah tamat SD, Mulyono melanjutkan ke SMP Negeri Sawit, satu-satunya sekolah lanjutan pertama yang ada di Kecamatan Sawit.



Mulyono memandang bahwa meneruskan pendidikan yang lebih tinggi merupakan satu keharusan. Dia menyadari sepenuhnya bahwa untuk mencapai cita-cita yang lebih tinggi, maka pendidikan merupakan prasyarat mutiak yang harus ditempuh.

Setelah lulus SMP, Mulyono melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri I Boyolali. Pada saat masuk sekolah SMA kelas 1, Mulyono memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya.

Walaupun kondisi orang tuanya serba terbatas, namun hidup di tengah-tengah mereka terasa sangatlah bahagia. Berbagai kegiatan yang ditekuninya saat SMA adalah olah raga sepak bola, bulu tangkis, dan tenis meja.



Bersepeda menjelajahi daerah-daerah lain dan mendaki gunung, di antaranya adalah mendaki Gunung Merapi dan Merbabu adalah hobi lainnya. Pulang sekolah ketika masa SMA, Mulyono tetap membantu tugas ayahnya dalam mengurus pengairan di samping membantu mengurus sawahnya.

Kadang-kadang tugas yang menjadi tanggung jawab sang ayah digantikan olehnya. Contohnya, dalam mengatur air ketika hujan deras yang mengancam desanya supaya tidak banjir.

Bahkan, dia sering mengambilikan kunci pintu air dalam keadaan tertentu dan juga menjaga kebersihan irigasi. Bagi dirinya, masa anak-anak sampai usia remaja (usia SMA), banyak kenangan yang tak terlupakan.



“Di masa itu, banyak pengalaman berharga,” kata Mulyono dengan sangat terharu sambil pandangannya menerawang jauh ke masa lalu yang penuh kenangan.

Mulyono tergugah untuk menjadi seorang prajurit TNI ketika berlibur di rumah tantenya atau buleknya di Magelang setelah lulus SMA atau sambil menunggu pengumuman masuk perguruan tinggi. Nah, kebetulan pamannya atau Paleknya merupakan seorang anggota TNI AD berpangkat Sersan Dua yang berdinas di Armed 3/Tarik di Magelang.

Selama main di rumah buleknya itu, Mulyono membantu menyelesaikan tugas keseharian berupa menyapu, mencuci pakaian, membersihkan rumah, mengisi bak mandi, mengepel lantai, dan sebagainya. Selain itu karena buleknya membuka kantin di dekat barak prajurit dan setiap hari belanja ke pasar, maka Mulyono diajak ikut belanja ke pasar dan membawakan belanjaannya.



Suatu ketika, Mulyono yang sedang mengantar tantenya melihat sekelompok remaja berseragam yang tengah berjalan dengan gagahnya. Karena penasaran, Mulyono kemudian bertanya kepada buleknya. “Mereka itu siapa Bulek?” tanya Mulyono.

“Mereka itu taruna AKABRI,” jawab Buleknya.

Ketika melihat taruna AKABRI itu, hati Mulyono tergugah untuk menjadi seorang prajurit TNI. Dia pun mendaftar AKABRI. Keinginan hatinya bulat untuk masuk menjadi prajurit, juga didorong untuk mengabdikan dirinya pada bangsa dan negara.



Di samping itu juga terpikir bila dia kuliah bagaimana biaya ke depan karena adik-adiknya cukup banyak yang juga membutuhkan biaya yang banyak dan tentu itu akan membebani orang tua. Selain itu, Mulyono melihat bahwa para taruna yang sedang belajar di AKABRI kelihatan gagah perkasa dengan badan yang kekar, kuat, dan berpenampilan disiplin.

Tekadnya semakin bulat untuk masuk taruna AKABRI dan diwujudkan dengan bimbingan dari pamannya yang berpangkat Sersan Dua, melakukan serangkaian latihan berupa lari, push up, pull up, dan sebagainya yang tujuannya untuk pembinaan fisik dalam rangka persiapan mendaftar menjadi prajurit. Selain itu Mulyono juga mencoba tes psikologi yang dilakukan di RSJ Magelang.

Setelah mengikuti pendidikan selama empat tahun di Akmil Magelang, Mulyono akhirnya lulus dengan predikat sepuluh terbaik. Meski masuk dalam salah satu lulusan terbaik, namun orang tuanya berpesan agar Mulyono tidak jemawa.

“Jangan jadi orang sombong, tetaplah jadi orang baik, jujur, suka membantu sesama dan jangan meninggalkan sholat serta selalu berdoa kepada Allah SWT,” pesan orang tuanya kepada Mulyono.

Mengawali karier militernya, Mulyono yang saat itu menyandang pangkat Letnan Dua (Letda) dipercaya sebagai Danton Yonif 712/Wiratama Kodam XIII/Merdeka di Sulawesi Utara (Sulut) kemudian Danki Yonif 712/Wiratama dan Pasiops Yonif 712/Wiratama hingga berpangkat Kapten.

Selama bertugas Mulyono diterjunkan di beberapa daerah operasi seperti Papua dan Timor Timur sekarang bernama Timor Leste. Seiring perjalanan waktu, Mulyono berhasil membuktikan dirinya sebagai prajurit pilihan.

Hal itu dibuktikan denan menjadi lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (Seskoad). Selepas mengikuti pendidikan, karier militer Mulyono terus menanjak.

Mulyono kemudian dipercaya mengemban jabatan sebagai Dandim 0901/Samarinda, selanjutnya Danrem 032/Wirabraja hingga akhirnya pecah bintang dengan menjabat sebagai Dirlat Kodiklat TNI AD.

Kariernya sebagai Perwira Tinggi (Pati) di TNI pun semakin cemerlang. Bintang emas di pundaknya kembali bertambah menjadi Mayor Jenderal (Mayjen) TNI dengan menjabat sebagai Wadankodiklat TNI AD, selanjutnya Asops KSAD.

Bahkan, Mulyono menjadi orang nomor satu yang dipercaya menjaga keamanan wilayah Ibu Kota Jakarta sebagai Pangdam Jaya. Tak lama menjabat sebagai Pangdam Jaya, Mulyono diangkat menjadi Pangkostrad.

Puncaknya, Mulyono diangkat sebagai KSAD, karier militer tertinggi di TNI AD. Mulyono dikenal dekat dan dicintai prajuritnya.

Profil Jenderal TNI (Purn) Mulyono, Pernah Buang Pangkat Bintang Empat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik dan mengambil sumpah Letnan Jenderal TNI Mulyono sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD), di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/7/2015). Dok: TNI AD

Dalam sebuah momen, dia pernah membuang pangkat bintang empat dari seragam dinasnya agar lebih dekat dengan prajuritnya. Peristiwa itu terjadi ketika Mulyono masih menjabat KSAD dan mendatangi prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) pada 2017.

“Jadi tidak boleh, tidak boleh takut, tentara ada pimpinan bawahan, tapi kita sebagai kawan. Tentara itu team work, organisasi tentara itu ada team work kerja sama. Kamu tidak boleh takut sama saya, saya adalah kawanmu juga,” kata Mulyono.

Mulyono sering membaur dengan anak buahnya. Kebiasaan itu dilakukannya sebagai KSAD sekaligus untuk menyemangati anak buahnya.

"KSAD juga manusia, KSAD tidak makan besi, KSAD juga makan nasi. Saya tidak ingin prajurit saya ketemu dengan KSAD takut. Rangkul saja tidak papa. Minta duit tidak papa, tak kasih kalau saya punya," ujar Mulyono setiap kali bertatap muka dengan prajuritnya.

Mulyono juga tidak segan-segan mengangkat lengan prajurit yang berada di sebelahnya dan meletakkan di atas bahunya sambil mengepalkan tangan. "Angkatan Darat tidak bisa dipimpin dengan ketakutan tapi semangat bersama, kekuatan bersama mulai prada sampai jenderal, sampai kepala staf, jelas prajurit," pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2406 seconds (0.1#10.140)