PP Muhammadiyah Keluarkan 7 Pernyataan Sikap Soal Muslim Uighur
A
A
A
JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan tujuh pandangan dan sikapnya terkait permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) etnis Muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok. Pernyataan ini disampaikan setelah adanya pemberitaan media massa asing, nasional dan media sosial yang menyebut adanya lobi dari Pemerintah Tiongkok mempengaruhi sikap politik Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap etnis Muslim Uighur.
Pertanyaan dan sikap Muhammadiyah ini disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam Konferensi Pers di Aula Gedung Muhammadiyah, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Pertama, menyesalkan pemberitaan Wall Street Journal yang menyebutkan adanya fasilitas dan lobi-lobi Pemerintah Tiongkok terhadap PP Muhammadiyah, PBNU dan MUI sebagai upaya mempengaruhi sikap politik Muhammadiyah, NU dan MUI atas permasalahan HAM di Xinjiang.
Mu’ti menegaskan pemberitaan tersebut sangat tidak berdasar dan fitnah yang merusak nama baik Muhammadiyah, NU dan MUI. “Pimpinan pusat Muhammadiyah mendesak agar Wall Street Journal meralat berita tersebut dan meminta maaf kepada warga Muhammadiyah. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, Muhammadiyah akan mengambil langkah hukum sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Kedua, mendesak pemerintah Tiongkok untuk lebih terbuka dalam memberikan informasi dan akses masyarakat internasional mengenai kebijakan di Xinjiang dan masyarakat Uighur. Pemerintah Tiongkok agar menghentikan segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia khususnya kepada masyarakat Uighur atas dalih apapun.
“Pemerintah Tiongkok hendaknya menyelesaikan masalah Uighur dengan damai melalui dialog dengan tokoh-tokoh Uighur dan memberikan kebebasan kepada muslim untuk melaksanakan ibadah dan memelihara identitas,” kata Mu’ti. (Baca juga: Muhammadiyah Desak The Wall Street Journal Ralat Berita soal Uighur )
Ketiga, mendesak kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengeluarkan resolusi terkait dengan pelanggaran HAM atas masyarakat Uighur, Rohingya, Palestina, Suriah, Yaman, India dan sebagainya.
Keempat, mendesak Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mengadakan sidang khusus dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM yang dialami umat Islam khususnya di Xinjiang.
Kelima, mendesak pemerintah Indonesia agar menindaklanjuti arus aspirasi umat Islam dan bersikap lebih tegas untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM di Xinjiang sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 dan politik luar negeri yang bebas aktif.
Mu’ti juga meminta Pemerintah Indonesia lebih aktif menggunakan peran sebagai anggota OKI dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk menggalang diplomasi bagi dihentikannya pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa negara lainnya.
Selanjutnya keenam, mengimbau umat Islam agar menyikapi masalah pelanggaran HAM di Xinjiang dengan penuh kearifan rasional damai dan tetap memelihara ukhuwah islamiyah dan persatuan bangsa. “Hendaknya tidak ada pihak-pihak yang sengaja menjadikan masalah Uighur sebagai komoditi batas politik kelompok dan partai tertentu, serta mengadu domba masyarakat dengan menyebarkan berita yang menyesatkan dan memecah belah umat dan bangsa melalui media sosial media massa dan berbagai bentuk provokasi lainnya,” tutur Mu’ti.
Terakhir atau ketujuh, mengimbau kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah untuk konsisten menyikapi persoalan dengan cerdas berpegang teguh pada Kithoh dan kepribadian Muhammadiyah tidak terpengaruh berita media sosial yang menghasut dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Pernyataan sikap dan pandangan Muhammadiyah disampaikan dengan penuh tanggung jawab dan semangat dakwah amar ma'ruf nahi mungkar untuk perdamaian dunia perlindungan atas kemanusiaan dan keselamatan semesta,” tutup Mu’ti.
Pertanyaan dan sikap Muhammadiyah ini disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam Konferensi Pers di Aula Gedung Muhammadiyah, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Pertama, menyesalkan pemberitaan Wall Street Journal yang menyebutkan adanya fasilitas dan lobi-lobi Pemerintah Tiongkok terhadap PP Muhammadiyah, PBNU dan MUI sebagai upaya mempengaruhi sikap politik Muhammadiyah, NU dan MUI atas permasalahan HAM di Xinjiang.
Mu’ti menegaskan pemberitaan tersebut sangat tidak berdasar dan fitnah yang merusak nama baik Muhammadiyah, NU dan MUI. “Pimpinan pusat Muhammadiyah mendesak agar Wall Street Journal meralat berita tersebut dan meminta maaf kepada warga Muhammadiyah. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, Muhammadiyah akan mengambil langkah hukum sebagaimana mestinya,” tegasnya.
Kedua, mendesak pemerintah Tiongkok untuk lebih terbuka dalam memberikan informasi dan akses masyarakat internasional mengenai kebijakan di Xinjiang dan masyarakat Uighur. Pemerintah Tiongkok agar menghentikan segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia khususnya kepada masyarakat Uighur atas dalih apapun.
“Pemerintah Tiongkok hendaknya menyelesaikan masalah Uighur dengan damai melalui dialog dengan tokoh-tokoh Uighur dan memberikan kebebasan kepada muslim untuk melaksanakan ibadah dan memelihara identitas,” kata Mu’ti. (Baca juga: Muhammadiyah Desak The Wall Street Journal Ralat Berita soal Uighur )
Ketiga, mendesak kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengeluarkan resolusi terkait dengan pelanggaran HAM atas masyarakat Uighur, Rohingya, Palestina, Suriah, Yaman, India dan sebagainya.
Keempat, mendesak Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mengadakan sidang khusus dan mengambil langkah-langkah konkrit untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM yang dialami umat Islam khususnya di Xinjiang.
Kelima, mendesak pemerintah Indonesia agar menindaklanjuti arus aspirasi umat Islam dan bersikap lebih tegas untuk menghentikan segala bentuk pelanggaran HAM di Xinjiang sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 dan politik luar negeri yang bebas aktif.
Mu’ti juga meminta Pemerintah Indonesia lebih aktif menggunakan peran sebagai anggota OKI dan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk menggalang diplomasi bagi dihentikannya pelanggaran HAM di Xinjiang dan beberapa negara lainnya.
Selanjutnya keenam, mengimbau umat Islam agar menyikapi masalah pelanggaran HAM di Xinjiang dengan penuh kearifan rasional damai dan tetap memelihara ukhuwah islamiyah dan persatuan bangsa. “Hendaknya tidak ada pihak-pihak yang sengaja menjadikan masalah Uighur sebagai komoditi batas politik kelompok dan partai tertentu, serta mengadu domba masyarakat dengan menyebarkan berita yang menyesatkan dan memecah belah umat dan bangsa melalui media sosial media massa dan berbagai bentuk provokasi lainnya,” tutur Mu’ti.
Terakhir atau ketujuh, mengimbau kepada warga Persyarikatan Muhammadiyah untuk konsisten menyikapi persoalan dengan cerdas berpegang teguh pada Kithoh dan kepribadian Muhammadiyah tidak terpengaruh berita media sosial yang menghasut dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Pernyataan sikap dan pandangan Muhammadiyah disampaikan dengan penuh tanggung jawab dan semangat dakwah amar ma'ruf nahi mungkar untuk perdamaian dunia perlindungan atas kemanusiaan dan keselamatan semesta,” tutup Mu’ti.
(kri)