Ketua BWI: Hasil Kelola Wakaf Bisa Bantu Program Makan Bergizi Gratis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kamaruddin Amin menuturkan wakaf dapat menjadi instrumen untuk membantu pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, khususnya dalam program makan bergizi gratis. Nantinya wakaf dapat disalurkan untuk membantu pondok pesantren dan anak-anak santri yang membutuhkan makan bergizi gratis.
"Kalau pengumpulan wakaf kita banyak ini bisa jadi instrumen untuk membantu pemerintah (baru) kita, membantu santri-santri kita untuk makanan bergizi. Itu bisa kita ambil dari wakaf kalau jumlahnya sudah banyak," ujar Kamaruddin di Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2024) malam.
Menurut dia, membantu orang yang membutuhkan itu bukan hanya kewajiban pemerintah, namun juga menjadi tugas masyarakat yang memiliki ekonomi berkecukupan. Wakaf merupakan sarana dari agama Islam untuk berkontribusi bagi yang membutuhkan.
"Dalam konsep Islam, membantu orang lemah itu yang membutuhkan wajib bagi siapa pun yang mampu. Jadi sebenarnya berwakaf itu, menurut saya wajib hukumnya," katanya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama itu mengatakan, wakaf adalah salah satu instrumen yang disiapkan oleh Islam untuk pengentasan kemiskinan, meningkatkan kualitas, dan kesejahteraan masyarakat.
Karena itu, BWI akan menjadikan wakaf sebagai powerfull instrument untuk membantu pemerintah mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan di antaranya pengentasan kemiskinan dan program prioritas lainnya. Misalnya membantu menyediakan anak-anak madrasah makanan bergizi atau memberikan beasiswa.
Untuk memujudkannya, BWI akan meluncurkan Gerakan Indonesia Berwakaf yang mengajak masyarakat untuk berwakaf berapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Gerakan ini bertujuan menggali potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp180 triliun per tahun. Saat ini potensinya baru terwujud Rp2,3 triliun.
"Gerakan Indonesia Berwakaf ini wakaf uang. Kalau potensi (wakaf uang) Rp180 triliun per tahun itu bisa dikapitalisasi, tidak usah 100%, 10% saja, Rp18 triliun saja, setiap tahun jumlahnya sungguh luar biasa," ucap Kamaruddin.
Melalui Gerakan Indonesia Berwakaf, BWI bercita-cita berwakaf menjadi gaya hidup yang dilakukan oleh semua kalangan. BWI sedang mempersiapkan instrumennya untuk mendukung mewujudkan cita-cita tersebut.
Berdasarkan data yang dikeluarkan BWI, madrasah negeri yang berdiri di atas tanah wakaf berada di 1.180 lokasi, dengan total luas tanah sebesar 80.577.682 meter persegi. Sementara itu madrasah swasta, yang berupa bangunan musala menempati 35.059, dengan total luas lahan sebesar 2.714.800.001 meter persegi.
Bahkan Kantor Urusan Agama (KUA) yang berjumlah 5.927 unit, 1.100 di antaranya berdiri di tanah wakaf. Kamaruddin menyebut aset-aset itu termasuk wakaf produktif karena memberikan banyak sekali aktivitas layanan publik.
"Tapi ada sekitar 9,9% itu yang masih idle dan berpotensi diproduktifkan. Jadi tantangan kita sekarang di BW adalah bagaimana aset wakaf ini produktif. Bagaimana supaya aset wakaf ini bernilai ekonomis," ujarnya.
BWI bersama Kementerian Agama sebagai otoritas perwakafan di Indonesia sedang berupaya menjadikan aset-aset wakaf yang terbengkalai dijadikan aset produktif. BWI mengundang masyarakat yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk mengelola aset-aset idle tersebut menjadi aset produktif.
"Ada banyak tanah wakaf yang sudah kita produktifkan, misalnya ada peternakan, perikanan, perkebunan, dan berbagai hal lainnya. Bahkan juga ada usaha kecil menengah yang sudah dikembangkan baik oleh BWI maupun Kementerian Agama," katanya.
"Kalau pengumpulan wakaf kita banyak ini bisa jadi instrumen untuk membantu pemerintah (baru) kita, membantu santri-santri kita untuk makanan bergizi. Itu bisa kita ambil dari wakaf kalau jumlahnya sudah banyak," ujar Kamaruddin di Jakarta Pusat, Jumat (11/10/2024) malam.
Menurut dia, membantu orang yang membutuhkan itu bukan hanya kewajiban pemerintah, namun juga menjadi tugas masyarakat yang memiliki ekonomi berkecukupan. Wakaf merupakan sarana dari agama Islam untuk berkontribusi bagi yang membutuhkan.
"Dalam konsep Islam, membantu orang lemah itu yang membutuhkan wajib bagi siapa pun yang mampu. Jadi sebenarnya berwakaf itu, menurut saya wajib hukumnya," katanya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama itu mengatakan, wakaf adalah salah satu instrumen yang disiapkan oleh Islam untuk pengentasan kemiskinan, meningkatkan kualitas, dan kesejahteraan masyarakat.
Karena itu, BWI akan menjadikan wakaf sebagai powerfull instrument untuk membantu pemerintah mengatasi persoalan-persoalan kebangsaan di antaranya pengentasan kemiskinan dan program prioritas lainnya. Misalnya membantu menyediakan anak-anak madrasah makanan bergizi atau memberikan beasiswa.
Untuk memujudkannya, BWI akan meluncurkan Gerakan Indonesia Berwakaf yang mengajak masyarakat untuk berwakaf berapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Gerakan ini bertujuan menggali potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp180 triliun per tahun. Saat ini potensinya baru terwujud Rp2,3 triliun.
"Gerakan Indonesia Berwakaf ini wakaf uang. Kalau potensi (wakaf uang) Rp180 triliun per tahun itu bisa dikapitalisasi, tidak usah 100%, 10% saja, Rp18 triliun saja, setiap tahun jumlahnya sungguh luar biasa," ucap Kamaruddin.
Melalui Gerakan Indonesia Berwakaf, BWI bercita-cita berwakaf menjadi gaya hidup yang dilakukan oleh semua kalangan. BWI sedang mempersiapkan instrumennya untuk mendukung mewujudkan cita-cita tersebut.
Aset Wakaf
Menurut Kamaruddin, aset wakaf di Indonesia tersebar di 450.000 titik dengan nilai sekitar Rp2.000 triliun. Sebagian besar aset wakaf berupa masjid, pesantren, madrasah, kuburan, hingga kantor pemerintahan.Berdasarkan data yang dikeluarkan BWI, madrasah negeri yang berdiri di atas tanah wakaf berada di 1.180 lokasi, dengan total luas tanah sebesar 80.577.682 meter persegi. Sementara itu madrasah swasta, yang berupa bangunan musala menempati 35.059, dengan total luas lahan sebesar 2.714.800.001 meter persegi.
Bahkan Kantor Urusan Agama (KUA) yang berjumlah 5.927 unit, 1.100 di antaranya berdiri di tanah wakaf. Kamaruddin menyebut aset-aset itu termasuk wakaf produktif karena memberikan banyak sekali aktivitas layanan publik.
"Tapi ada sekitar 9,9% itu yang masih idle dan berpotensi diproduktifkan. Jadi tantangan kita sekarang di BW adalah bagaimana aset wakaf ini produktif. Bagaimana supaya aset wakaf ini bernilai ekonomis," ujarnya.
BWI bersama Kementerian Agama sebagai otoritas perwakafan di Indonesia sedang berupaya menjadikan aset-aset wakaf yang terbengkalai dijadikan aset produktif. BWI mengundang masyarakat yang memiliki keinginan dan kemampuan untuk mengelola aset-aset idle tersebut menjadi aset produktif.
"Ada banyak tanah wakaf yang sudah kita produktifkan, misalnya ada peternakan, perikanan, perkebunan, dan berbagai hal lainnya. Bahkan juga ada usaha kecil menengah yang sudah dikembangkan baik oleh BWI maupun Kementerian Agama," katanya.
(jon)