Beratkan Masyarakat, KPCDI Desak Perpres Kenaikan Iuran BPJS Direvisi

Senin, 02 Desember 2019 - 10:43 WIB
Beratkan Masyarakat, KPCDI Desak Perpres Kenaikan Iuran BPJS Direvisi
Beratkan Masyarakat, KPCDI Desak Perpres Kenaikan Iuran BPJS Direvisi
A A A
JAKARTA - Pengurus Pusat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mendesak pemerintah merevisi Perpres No 75 Tahun 2019 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebab, kenaikan iuran tersebut memberatkan masyarakat kurang mampu.

Ketua Umum KPCDI, Tony Samosir menegaskan, akan memenuhi undangan Komisi IX DPR untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang kebijakan Presiden Jokowi yang telah menandatangani Perpres No 75 Tahun 2019 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

“Undangan secara tertulis sudah kami peroleh dari Pimpinan Sekjen DPR pada 21 November kemarin. Sedangkan RDPU dengan Komisi IX DPR akan dilaksanakan pada Selasa, 3 Desember 2019 pukul 13.00 WIB, di ruang rapat Komisi IX di Gedung Nusantara 1,” ujar Tony Samosir di Jakarta, Senin (2/12/2019).

Tony mengatakan, dalam RDPU besok, pihaknya akan menyampaikan aspirasi para pasien gagal ginjal di 22 cabang KPCDI tentang keberatan atas kebijakan pemerintah yang menaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 % untuk semua kelas. Pasalnya, kenaikan iuran 100% sangat memberatkan bagi peserta BPJS Kesehatan mandiri yang secara ekonomi kurang mampu.

“Secara khusus kami ingin menyampaikan juga bahwa kebijakan itu juga mempunyai dampak yang serius bagi pasien cuci darah yang kurang mampu tapi tidak bisa mengurus PBI (Penerima Bantuan Iuran),” ungkapnya.

Tony bilang bahwa produktivitas pasien gagal ginjal mengalami penurunan, seminggu dua sampai tiga kali harus melakukan cuci darah. Fakta bahwa banyak di antara mereka harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) karena sering tidak masuk kerja. Sedangkan yang belum bekerja akan sulit memasuki dunia kerja.

“Kebanyakan di antara mereka peserta BPJS Kesehatan mandiri, karena begitu sulitnya mengurus (Penerima Bantuan Iuran) PBI di Dinas Sosial. Risikonya mereka akan menunggak bila iuran dinaikan 100%. Menunggak sama saja berpotensi mengancam nyawa mereka karena terhenti pelayanan terapi cuci darah,” tegasnya.

KPCDI menyatakan jaminan kesehatan dan sosial adalah hak rakyat, maka negara harus menyelenggarakan satu sistem jaminan sosial dan memenuhi tanggung jawabnya tersebut yang diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya pasal 28H dan Pasal 34.

“Kami meminta Komisi IX DPR melalui RDPU itu mendesak pemerintah merevisi Perpres No 75 Tahun 2019. Kebijakan pemerintah tidak boleh memberatkan masyarakat yang kurang mampu,” ucapnya.

Dia menyebutkan, ada enam tuntutan KPCDI terkait Perpres Nomor 75 Tahun 2019 dengan kondisi pasien cuci darah.

Pertama, kebijakan tersebut sangat memberatkan kelompok masyarakat yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu tapi belum terdaftar sebagai peserta PBI. Pada Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 Tahun 2019 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dinyatakan bahwa besaran iuran ditetapkan harus sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan hidup dasar yang layak.

Kedua, pasien dengan penyakit kronis, salah satunya gagal ginjal banyak kehilangan pekerjaan karena dianggap sudah tidak produktif. Mereka ini masih menjadi peserta BPJS Kesehatan kelas mandiri, secara sosial ekonomi berpotensi menjadi orang yang tidak mampu, namun tidak layak menjadi peserta PBI.

Ketiga, jika kenaikkan iuran tetap dijalankan, maka dampaknya akan sangat besar terhadap pasien dengan BPJS Mandiri, seperti tunggakan iuran sampai mereka tidak bisa melakukan cuci darah yang berpotensi mengancam keselamatannya.

Keempat, saat ini para pasien gagal ginjal sedang berupaya untuk turun kelas ke BPJS kelas 3 (tiga) dan sebagian besar berusaha masuk dalam peserta jaminan JKN PBI. Namun, jika banyak masyarakat berbondong-bondong untuk turun kelas, maka dipastikan layanan kesehatan untuk rawat inap pada kelas 3 akan terhambat. Saat ini, pihaknya masih melihat di lapangan sulitnya mengakses ruang rawat inap bagi pasien.

Kelima, pasien cuci darah berkunjung ke Rumah Sakit 2-3 kali dalam seminggu. Beban biaya transportrasi, membeli obat-obatan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan ditambah kenaikkan iuran 100%, akan menambah beban sosial ekonomi para pasien dan keluarganya.

Keenam, menolak kenaikan iuran dan mengusulkan memasukkan seluruh pasien kronis (sebagai pilihan) dalam kategori JKN PBI agar pelayanan kesehatan untuk mereka tidak terhambat.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3680 seconds (0.1#10.140)