5 Penggerak Budaya Kategori Pembaru

Selasa, 24 September 2024 - 23:13 WIB
loading...
5 Penggerak Budaya Kategori...
Sebanyak lima orang penggerak budaya menerima penghargaan Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024 untuk kategori Pelopor dan/atau Pembaru. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Sebanyak lima orang penggerak budaya menerima penghargaan Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024 untuk kategori Pelopor dan/atau Pembaru. Mereka adalah Ainar Tri Asita (Koreografer Tari), Laura Tias Avionita Sinaga (Penari dan Koreografer Disabilitas), Lisabona Rahman (Pengarsip Film), Mulyani (Seni Tari), serta Papermoon Puppet Theatre (Teater Boneka).

Adapun penghargaan AKI 2024 digelar di The Tribrata Hotel and Convention Darmawangsa, Jakarta, Selasa (17/9/2024). Sedangkan penghargaan tersebut dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Tema AKI 2024 adalah Persembahan Istimewa bagi Penggerak Budaya menjadi wujud apresiasi pemerintah kepada pelaku budaya di Indonesia atas dedikasinya dalam upaya pemajuan kebudayaan sekaligus sebagai ajang untuk mengajak masyarakat turut andil dalam melestarikan budaya.



1. Inovasi koreografi tari Ainar
Ainar Tri Asita bertalenta di bidang koreografi tari. Dia pernah menjadi penari termuda yang unjuk kebolehan pada Solo Dance Festival di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Dia juga aktif pada kinerja pengarsipan dan riset budaya selain berbakat dalam menciptakan koreograferi tari. Tak sedikit karya seninya yang berdasarkan hasil riset ditampilkan di Palu, Sulawesi Tengah sebagai kota kelahiran perempuan berusia 42 tahun ini.

“Apresiasi penghargaan dari Kemendikbudristek ini memicu saya agar terus berkarya di bidang seni dengan lebih baik lagi untuk masa depan kebudayaan Indonesia. Perjalanan menciptakan karya seni terbaik lainnya untuk Indonesia masih amat panjang,” ujar Ainar dalam siaran pers, Selasa (24/9/2024).

Ainar selama 26 tahun terakhir ini aktif dalam organisasi formal maupun komunitas seni. Dia pernah membuat inovasi artistik sehingga memperluas praktik tari dengan menggabungkan media video berjudul 48 Hours hingga berhasil dipamerkan di Climatology Film Festival di Cina 2022.

2. Laura menghadirkan budaya tari Simalungun
Berkat kepiawaian Laura Tias Avionita Sinaga, kekayaan seni Simalungun, Sumatera Utara mampu berpadu dengan koreografi tari modern. Dedikasinya pada dunia seni tari tidak perlu diragukan meski Laura seorang penyandang disabilitas.

“Saya memang sudah suka menari sejak masih kecil, apalagi tarian Simalungun. Oleh sebab itu saya benar-benar ingin memantapkan pilihan untuk mengembangkan seni tari dan bagaimana menyelaraskannya dengan budaya Simalungun,” ujar Laura.

Laura mendirikan sebuah sanggar tari yang diberi nama Simalungun Home Dancer (SIHODA) pada 2014. Melaui sanggar tarinya itu, Laura mampu melestarikan dan menyebarluaskan budaya Simalungun di festival kebudayaan nasional maupun mancanegara.

Sanggar tari SIHODA saat ini telah memiliki puluhan anggota dan Laura tetap aktif mengajar di sanggar. Laura berharap generasi muda di Simalungun seperti dirinya dapat mencintai dan melestarikan tradisi budaya kampung halamannya.

3. Lisabona sang pemanjang umur sinema nasional
Lisabona Rahman dengan kepeduliannya bekerja mengarsipkan dan merestorasi dokumen film nasional. Kerjanya menaruh kontribusi besar terhadap dunia perfilman Tanah Air.

Keja keras Lisabona dalam pengarsipan dan restorasi film membuatnya diundang sebagai pembicara di Goethe University, Frankfurt, Jerman, dan Johannes Guttenberg University Mainz, serta Jos University, Nigeria. Dia secara inisiatif mandiri pernah melakukan proyek kerja penelitian dan digitalisasi film berjudul Dr Samsi karya Ratna Asmara yang diproduksi pertama 1952.

Lisabona mengkolaborasi alur tahap belajar dan penelitian kolektif dengan kerja teknis digitalisasi. “Sudah seharusnya dokumen film Indonesia tersimpan dengan baik dan dijaga untuk pengetahuan masa depan. Setiap film perlu ditonton generasi selanjutnya, maka itulah saya mengarsipkannya,” pungkas Lisabona.

4. Konsistensi seni tari Mulyani
Perempuan berusia 59 tahun ini adalah inisiator sanggar tari Ngesti Laras yang didirikan pada 1992 dan menjadi ketuanya hingga kini. Perhatian Mulyani terhadap seni tari memang telah hadir sejak lama di tanah kelahirannya, Wonosobo, Jawa Tengah.

Dia bukan sebatas seorang seniman tari, lebih dari itu ia juga menciptakan banyak kerajinan tangan guna mendukung karya tarian tersebut. Secara konsisten, Mulyani juga menggali dan mengenalkan alat musik bundengan dan topeng lengger melalui souvenir, workshop, dan pementasan.

Kecintaan besar Mulyani pada seni tari juga ditunjukkan dengan melatih anak-anak berkebutuhan khusus tuna rungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dena Upakara. Mulyani memberikan kesempatan pada anak-anak tersebut untuk dapat menampilkan atraksi tari di tengah keterbatasan wicara.

5. Atraksi boneka imajinatif Papermoon Puppet Theatre
Papermoon Puppet Theatre dalam karya-karyanya terbukti mampu menjangkau dan diterima segala usia. Papermoon Puppet Theatre merupakan teater boneka yang didirikan pada April 2006 di Yogyakarta.

Papermoon Puppet Theatre menampilkan karyanya dengan isu keseharian kehidupan masyarakat, namun dikemas dengan penuh imajinasi. Papermoon Puppet Theatre dikategorikan sebagai pelopor media baru cerita anak yang menghadirkan nilai kearifan lokal dan tampilan artisitik indah.

Ide fenomenal disajikan Papermoon Puppet Theatre sejak 2008 dengan menggelar pesta boneka internasional di Yogyakarta. Papermoon Puppet Theatre juga tercatat telah menggelar sekitar 20 pertunjukan teater boneka serta 15 pameran karya instalasi seni visual di berbagai negara.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0796 seconds (0.1#10.140)