Holding Industri Pertahanan Agar Lebih Mumpuni Pasok Kebutuhan Alutsista
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembentukan holding industri pertahanan dalam negeri diharapkan bisa membuat industri ini lebih efisien dan berdaya saing sehingga tidak hanya bisa memasok kebutuhan dalam negeri. Holding industri pertahanan akan menggabungkan PT Len Industri, PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, dan PT Dahana.
Direktur Utama (Dirut) PT Len Industri Zakky Gamal Yasin menjelaskan, pihaknya sedang dalam proses membangun konsolidasi dan sinkronisasi untuk memperkuat supaya industri pertahanan memiliki daya saing dan bisa mandiri. Hanya saja Zakky tidak menyinggung kapan kepastian holding tersebut terbentuk.
"LEN memimpin kluster industri pertahanan, di bawahnya ada PT DI, Pindad, dan Dahana. Kita sedang berproses jadi satu holding menjadi satu industri pertahanan agar maju, mandiri, dan berdaya saing, dan terkemuka di regional Asia," kata Zakky dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS) dengan tema “Tantangan Perang Generasi Keenam versus Kemandirian Industri Pertahanan” di Jakarta kemarin. (Baca: Perkuat Daya Saing Industri Pertahanan Lewat Pembentukan Holding)
Holding ini diadakan agar industri pertahanan bisa lebih mumpuni dalam memasok kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI, Polri, dan lembaga keamanan lain seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla) serta Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN).
Hadir sebagai pemateri Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan 2019–2020 Laksdya TNI (Purn) Agus Setiadji, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja, dan Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayjen TNI (Purn) Jan Pieter Ate.
Menurut Zakky, industri pertahanan milik pemerintah sedang membuat master plan agar bisa tembus di urutan 50 besar dunia. Target lainnya yang harus tercapai pada 2024, sambung dia, kontribusi industri pertahanan nasional bisa membuat produk dengan komponen lokal mencapai 50%. Untuk mewujudkan itu semua, industri pertahanan BUMN harus bersinergi dan berada dalam satu kluster untuk memperkuat finansial dan mengintegrasikan rantai pasokan dan ekosistem.
Zakky melanjutkan, dengan pendirian holding, industri pertahanan bisa meningkatkan sumber daya manusia (SDA) dan melakukan penilaian terhadap talenta perusahaan. Ujung dari semua itu nanti industri pertahanan saling terintegrasi dan menjadi BUMN yang kuat untuk mendukung pertahanan negara dan perekonomian nasional. "Jangan sampai industri pertahanan cakar-cakaran, bertengkar satu dengan lainnya,” katanya.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja menjelaskan, kini perusahaan sedang membuat produk pesanan khusus dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yaitu kendaraan taktis (rantis) bernama Maung. Pesanan yang akan dipenuhi itu mencapai 500 unit. "Kita melihat kebutuhan dan peluang dari berbagai macam kondisi Maung, ini sekalian kita sedang industrialisasi semoga tahun ini bisa 500 unit meskipun kapasitas kita bangunan mencapai 1.000 unit dengan berbagai variannya," kata Ade.
Dia menyatakan, PT Pindad juga akan meluncurkan kendaraan tempur lainnya pada 2021. Hanya saja alutsista kali ini diperuntukkan bagi TNI AL. (Baca juga: BLT Rp600.000 Ditunggu Karyawan, Sri Mulyani: Pasti Cair Minggu Ini)
Sekjen Kemhan Laksda (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana Menhan Prabowo Subianto membeli pesawat tempur Typhoon bekas dari Austria. Agus mengatakan, apa pun kebijakan yang diputuskan Menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan.
"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Saya yakin Menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," katanya.
Agus menyinggung tentang belanja militer yang saat ini menjadi efek gentar sebagai bentuk kekuatan pertahanan yang berfungsi sebagai daya penggetar. Adapun strategi militer tidak bisa lagi dijadikan standar kemenangan pertempuran.
Berbeda dengan Agus, Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate mengkritik langkah Menhan yang berencana membeli alutsista bekas. Menurut dia, jika kebijakan lebih memprioritaskan membeli alutsista bekas, pertahanan Indonesia semakin tertinggal. (Lihat videonya: 5 Orang di Tangerang Tewas Usai Minum Miras Oplosan)
Dia menyoroti pembelian Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu dan di negaranya sudah tidak dipakai malah akan digunakan untuk memperkuat TNI. Jika hal itu terjadi, kekuatan TNI bisa dipertanyakan. "Indonesia kok beli bekas terus. Beli teknologi yang baru supaya indah, kita itu bisa catch up. Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data. Musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," sebutnya. (Bakti)
Direktur Utama (Dirut) PT Len Industri Zakky Gamal Yasin menjelaskan, pihaknya sedang dalam proses membangun konsolidasi dan sinkronisasi untuk memperkuat supaya industri pertahanan memiliki daya saing dan bisa mandiri. Hanya saja Zakky tidak menyinggung kapan kepastian holding tersebut terbentuk.
"LEN memimpin kluster industri pertahanan, di bawahnya ada PT DI, Pindad, dan Dahana. Kita sedang berproses jadi satu holding menjadi satu industri pertahanan agar maju, mandiri, dan berdaya saing, dan terkemuka di regional Asia," kata Zakky dalam diskusi virtual yang diadakan Jakarta Defence Studies (JDS) dengan tema “Tantangan Perang Generasi Keenam versus Kemandirian Industri Pertahanan” di Jakarta kemarin. (Baca: Perkuat Daya Saing Industri Pertahanan Lewat Pembentukan Holding)
Holding ini diadakan agar industri pertahanan bisa lebih mumpuni dalam memasok kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) TNI, Polri, dan lembaga keamanan lain seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla) serta Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN).
Hadir sebagai pemateri Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan 2019–2020 Laksdya TNI (Purn) Agus Setiadji, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja, dan Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas) Mayjen TNI (Purn) Jan Pieter Ate.
Menurut Zakky, industri pertahanan milik pemerintah sedang membuat master plan agar bisa tembus di urutan 50 besar dunia. Target lainnya yang harus tercapai pada 2024, sambung dia, kontribusi industri pertahanan nasional bisa membuat produk dengan komponen lokal mencapai 50%. Untuk mewujudkan itu semua, industri pertahanan BUMN harus bersinergi dan berada dalam satu kluster untuk memperkuat finansial dan mengintegrasikan rantai pasokan dan ekosistem.
Zakky melanjutkan, dengan pendirian holding, industri pertahanan bisa meningkatkan sumber daya manusia (SDA) dan melakukan penilaian terhadap talenta perusahaan. Ujung dari semua itu nanti industri pertahanan saling terintegrasi dan menjadi BUMN yang kuat untuk mendukung pertahanan negara dan perekonomian nasional. "Jangan sampai industri pertahanan cakar-cakaran, bertengkar satu dengan lainnya,” katanya.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Ade Bagdja menjelaskan, kini perusahaan sedang membuat produk pesanan khusus dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yaitu kendaraan taktis (rantis) bernama Maung. Pesanan yang akan dipenuhi itu mencapai 500 unit. "Kita melihat kebutuhan dan peluang dari berbagai macam kondisi Maung, ini sekalian kita sedang industrialisasi semoga tahun ini bisa 500 unit meskipun kapasitas kita bangunan mencapai 1.000 unit dengan berbagai variannya," kata Ade.
Dia menyatakan, PT Pindad juga akan meluncurkan kendaraan tempur lainnya pada 2021. Hanya saja alutsista kali ini diperuntukkan bagi TNI AL. (Baca juga: BLT Rp600.000 Ditunggu Karyawan, Sri Mulyani: Pasti Cair Minggu Ini)
Sekjen Kemhan Laksda (Purn) Agus Setiadji mengomentari rencana Menhan Prabowo Subianto membeli pesawat tempur Typhoon bekas dari Austria. Agus mengatakan, apa pun kebijakan yang diputuskan Menhan pasti ada dasar-dasar kuat untuk pengambilan keputusan.
"Keputusan entah membeli sesuatu alutsista baru dengan teknologi tertentu ataupun alustsita bekas diakibatkan kebutuhan mutlak dan segera. Saya yakin Menhan punya dasar kuat, misal segera untuk membeli alutsista," katanya.
Agus menyinggung tentang belanja militer yang saat ini menjadi efek gentar sebagai bentuk kekuatan pertahanan yang berfungsi sebagai daya penggetar. Adapun strategi militer tidak bisa lagi dijadikan standar kemenangan pertempuran.
Berbeda dengan Agus, Ketua Harian Pinhantanas Mayjen (Purn) Jan Pieter Ate mengkritik langkah Menhan yang berencana membeli alutsista bekas. Menurut dia, jika kebijakan lebih memprioritaskan membeli alutsista bekas, pertahanan Indonesia semakin tertinggal. (Lihat videonya: 5 Orang di Tangerang Tewas Usai Minum Miras Oplosan)
Dia menyoroti pembelian Typhoon yang diproduksi belasan tahun lalu dan di negaranya sudah tidak dipakai malah akan digunakan untuk memperkuat TNI. Jika hal itu terjadi, kekuatan TNI bisa dipertanyakan. "Indonesia kok beli bekas terus. Beli teknologi yang baru supaya indah, kita itu bisa catch up. Jadi kita bicara kita generasi keenam, stealth, big data. Musuhmu itu nanti bukan lawan barang bekas, tapi datang bawa teknologi terbaru," sebutnya. (Bakti)
(ysw)