Digitalisasi Data Reformasi Birokrasi Tingkatkan Daya Saing Bangsa

Rabu, 25 September 2019 - 06:13 WIB
Digitalisasi Data Reformasi Birokrasi Tingkatkan Daya Saing Bangsa
Digitalisasi Data Reformasi Birokrasi Tingkatkan Daya Saing Bangsa
A A A
JAKARTA - Dinamika transisi dunia yang ditandai dengan revolusi industri 4.0 membuat semua negara di dunia termasuk Indonesia menginginkan bangsanya maju. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB), Syafruddin menyampaikan, salah satu yang bisa dilakukan adalah digitalisasi reformasi birokrasi.

Hal ini disampaikan pada Kuliah Umum Digitalisasi Data dan Kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN) Kaitannya dalam Reformasi Birokrasi di Kampus UI, Salemba, Jakarta, Selasa (24/9/2019).

Reformasi birokrasi kata Syafruddin, tidak hanya menjadi gambar tetapi juga menjadi gelombang yang mendorong arus perubahan. "Guna membangun daya saing bangsa diposisikan sebagai upaya terdepan menopang kemajuan nasional," ucapnya.

"Seluruh fungsi pemerintahan harus bergerak gesit, harus transparan selektif dan tidak tumpang tindih dalam mencapai sasaran pokok pembangunan. Indonesia harus mendorong untuk reformasi birokrasi yang berdaya saing global. Perizinan yang berbelit harus diputus untuk menarik investasi," sambungnya.

Indonesia kata Syafruddin, telah melulai reformasi birokrasi sejak dari 2001. Dimana pemerintah Indonesia memulai sistem birokrasi dari sentralisasi ke desentralisasi. Kemudian tahun 2010, terjadi konsolidasi reformasi yang ditandari oleh perubahan total dalam proses birokrasi nasional dideklarasikan dilakukan dimana-mana, kemudian ujung tombaknya ada di Kemenpan RB.

"Kemudian gelombang yang ketiga yakni di tahun 2012, kemudian terjadi perubahan birokrasi bukan hanya pemerintah tapi juga publik, akhirnya gerakan perubahan itu sejalan dengan pelayanan publik. Akhirnya membangun terbentuknya kapasitas kinerja birokrasi dan pelayanan publik," jelas Syafruddin.

Syafruddin mengatakan, Indonesia juga telah melakukan digitalisasi reformasi yang ditandai dengan keluarnya Perpres 85 Tahun 2016 tentang reformasi birokrasi.

"Perpres ini keluar yang di dalamnya mengatur digitalisasi reformasi birokrasi. Tentu bukan masalah digital saja, tapi semua aspek di mana semua negara membuat lompatan inovasi untuk kemajuan bangsanya," jelasnya.

"Karena, apa yang terjadi di dunia nyata hanyalah yang tersisa di dunia maya. Sehingga perubahan negara perlu menanggapi isu perubahan global juga turut berkontribusi terhadap perubahan. Aspek yang harus diantisipasi oleh kita semua," tambahnya.

Dalam reformasi birokrasi melalui e-goverment, Syafruddin mengatakan pihaknya akan menguatkan penguasaan teknologi dari desa-desa. "Untuk penggunaan aplikasi e-government, memang sekarang sudah banyak aplikasi tapi kita ingin satukan. Kita punya ide daeri bawah ke atas, nah yang akan kita didik adalah dari desa kita 150 ribu orang yang harus menguasai aplikasi teknologinya, yang mengawali di desa-desa," tuturnya.

"Kalau dari pusat akan masuk ke politik terus, gubernur partai apa, bupati partai apa. sehingga kita harapkan tidak ada hambatan ketika masuk ke tingkat paling bawah. Kalau tidak begini tidak akan selesai di tahun 2020. Nah yang sudah adalah kabupaten dan kota, jadi kalau instansinya vertikal dari pusat ke daerah itu gampang, komandonya tajam. Satu komando tajam. Contohnya TNI-Polri, yang repot adalah pemerintah daerah, dari kemendagri, turun ke Provinsi, turun ke daerah," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Riset Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, Muhammad Luthfi mengatakan Indonesia harus melakukan penguatan terutama dalam digitalisasi reformasi birokrasi.

"Revolusi teknologi dengan digitalisasi data reformasi birokrasi ini akan menjadi penting bagi bangsa ini. Oleh karena itu jangan kita kemudian hanya menjadi objek saja di Indonesia ini, karena posisi kita yang sangat penting di lingkungan Asia Pasifik, dimana semua arah pemikiran bangsa-bangsanya baik ekonomi maupun militer itu akan bersaing di wilayah ini," ujarnya.

Luthfi mengingatkan jika Indonesia tidak segera meningkatkan kekuatan digitalnya, maka akan menjadi negara tertinggal. "Jadi kalau kita tidak meningkatkan kekuatan digitalisasinya, kita akan menjadi negara yang tertinggal, hanya menjadi objek saja, tidak menjadi subjek yang terlibat bagi negara-negara maju di Asia Pasifik," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9706 seconds (0.1#10.140)