Peluang Lolos Resesi Ekonomi Kian Tipis
loading...
A
A
A
SETELAH sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara jatuh ke jurang resesi ekonomi, optimisme pemerintah untuk melewati resesi ekonomi memudar dengan sendirinya. Terlihat jelas dari pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati yang membeberkan bahwa outlook pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga 2020 berada dikisaran 0% hingga minus 2%, yang ditandai belum terjadinya pembalikan ekonomi nasional yang solid. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kunci ekonomi berada pada zona positif tergantung konsumsi rumah tangga dan investasi.
Karena itu, Sri Mulyani tidak bisa menjamin apakah pertumbuhan ekonomi akan berada di zone netral atau nol meski pemerintah sudah all out dari sisi belanja, bila konsumsi rumah tangga dan investasi berada di zone negatif. Menkeu yang sudah dua periode mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran minus 1,1% hingga positif 0,2% pada tahun ini.
Keprihatinan pemerintah untuk lolos dari lubang resesi ekonomi semakin pesimistis menyusul terjurumusnya perekonomian Malaysia dan Jepang dalam jurang resesi ekonomi. Pelemahan ekonomi di Negeri Jiran Malaysia menunjukkan jauh lebih rendah dari Indonesia. Pada kuartal kedua 2020, pertumbuhan ekonomi negara serumpun itu tercatat minus di atas 17%, sementara Indonesia berada di level kontraksi 5,3%. Sementara itu, Jepang dengan posisi perekonomian terbesar ketiga di dunia juga terjungkal. Pertumbuhan perekonomian Jepang sudah meraih minus dalam dua kuartal berturut-turut.
Tercatat, perekonomian Negeri Matahari Terbit berada di level minus 7,8% pada kuartal kedua 2020, setelah sebelumnya tercatat minus 2,2% pada kuartal pertama 2020. Adapun kontributor penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang adalah anjloknya konsumsi domestik, yang selama ini berkontribusi lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi Jepang. Dan, sisi ekspor juga terjun bebas akibat perdagangan global dihempas pandemi Covid-19. Saat ini, teradapat sebanyak 14 negara sudah masuk jurang resesi ekonomi, dan diperkirankan segera menyusul sebanyak 13 negara, di antaranya Lebanon, Portugal, Austria, Belgia dan Finlandia.
Terlepas dari persoalan resesi ekonomi yang kini sedang mengintip pada kuartal ketiga ke depan terhadap perekonomian nasional, ternyata asumsi ekonomi makro hingga Juli 2020 lalu semua meleset dari yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Sementara itu, penerimaan hingga akhir Juli 2020 sudah mencapai sebesar Rp922,2 triliun atau setara 54,3% dari ketentuan Perpres Nomor 72/2020 yang menjadi landasan APBN 2020 terbaru. Penerimaan negara tersebut dibandingkan periode yang sama tahun lalu tercatat minus 12,4%.
Lebih rinci, realisasi penerimaan pajak mencapai sebesar Rp711 triliun hingga akhir Juli 2020 atau turun sekitar 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Terdiri atas pajak sektor minyak dan gas (migas) sebesar Rp19,8 triliun dan nonmigas sebesar Rp582 triliun. Lalu, penerimaan dari Bea dan Cukai sebesar Rp109,1 triliun. Sebelumnya, telah dipatok target penerimaan negara sebesar Rp1.699,9 triliun di mana penerimaan dari perpajakan sebesar Rp1.404,5 triliun atau sekitar 82,62% dari total penerimaan negara. Dalam suasana pandemi virus korona ini pemerintah berupaya agar kontraksi dalam penerimaan pajak tidak terlalu dalam. Kini perhatian pemerintah serius untuk mengenakan pajak pada bisnis digital.
Dengan merujuk perkembangan perekonomian nasional setelah kuartal kedua memang besar kemungkinan Indonesia bakal mengikuti jejak Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand yang kini dalam resesi ekonomi. Untuk selamat dari jurang resesi ekonomi salah satu kuncinya adalah bagaimana mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menyiapkan dana sebesar Rp695,2 triliun sehingga pertumbuhan pada kuartal ketiga 2020 tidak minus.
Sayangnya, dana PEN yang menjadi harapan penyelamat dari resesi ekonomi sepertinya jauh api dari panggang dengan tolak ukur daya serap yang masih rendah. Pemerintah mengakui realisasi dana PEN baru mencapai sebesar Rp174,79 triliun per 19 Agustus 2020 atau sekitar 25,1% dari total anggaran PEN. Realisasi anggaran kesehatan yang sempat disoroti Presiden Jokowi kini mulai meningkat tercatat sebesar Rp7,36 triliun atau 84% dari total anggaran sebesar Rp87,5 triliun, perlindungan sosial sudah terserap Rp93,18 triliun atau 49,7% dari total anggaran sebesar Rp203,91 triliun. Jadi, sudah terbayang di depan mata apa yang akan terjadi pada pertumbuhan ekonomi di kurtal ketiga 2020 mendatang.
Karena itu, Sri Mulyani tidak bisa menjamin apakah pertumbuhan ekonomi akan berada di zone netral atau nol meski pemerintah sudah all out dari sisi belanja, bila konsumsi rumah tangga dan investasi berada di zone negatif. Menkeu yang sudah dua periode mendampingi Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran minus 1,1% hingga positif 0,2% pada tahun ini.
Keprihatinan pemerintah untuk lolos dari lubang resesi ekonomi semakin pesimistis menyusul terjurumusnya perekonomian Malaysia dan Jepang dalam jurang resesi ekonomi. Pelemahan ekonomi di Negeri Jiran Malaysia menunjukkan jauh lebih rendah dari Indonesia. Pada kuartal kedua 2020, pertumbuhan ekonomi negara serumpun itu tercatat minus di atas 17%, sementara Indonesia berada di level kontraksi 5,3%. Sementara itu, Jepang dengan posisi perekonomian terbesar ketiga di dunia juga terjungkal. Pertumbuhan perekonomian Jepang sudah meraih minus dalam dua kuartal berturut-turut.
Tercatat, perekonomian Negeri Matahari Terbit berada di level minus 7,8% pada kuartal kedua 2020, setelah sebelumnya tercatat minus 2,2% pada kuartal pertama 2020. Adapun kontributor penurunan pertumbuhan ekonomi Jepang adalah anjloknya konsumsi domestik, yang selama ini berkontribusi lebih dari separuh pertumbuhan ekonomi Jepang. Dan, sisi ekspor juga terjun bebas akibat perdagangan global dihempas pandemi Covid-19. Saat ini, teradapat sebanyak 14 negara sudah masuk jurang resesi ekonomi, dan diperkirankan segera menyusul sebanyak 13 negara, di antaranya Lebanon, Portugal, Austria, Belgia dan Finlandia.
Terlepas dari persoalan resesi ekonomi yang kini sedang mengintip pada kuartal ketiga ke depan terhadap perekonomian nasional, ternyata asumsi ekonomi makro hingga Juli 2020 lalu semua meleset dari yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Sementara itu, penerimaan hingga akhir Juli 2020 sudah mencapai sebesar Rp922,2 triliun atau setara 54,3% dari ketentuan Perpres Nomor 72/2020 yang menjadi landasan APBN 2020 terbaru. Penerimaan negara tersebut dibandingkan periode yang sama tahun lalu tercatat minus 12,4%.
Lebih rinci, realisasi penerimaan pajak mencapai sebesar Rp711 triliun hingga akhir Juli 2020 atau turun sekitar 14,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Terdiri atas pajak sektor minyak dan gas (migas) sebesar Rp19,8 triliun dan nonmigas sebesar Rp582 triliun. Lalu, penerimaan dari Bea dan Cukai sebesar Rp109,1 triliun. Sebelumnya, telah dipatok target penerimaan negara sebesar Rp1.699,9 triliun di mana penerimaan dari perpajakan sebesar Rp1.404,5 triliun atau sekitar 82,62% dari total penerimaan negara. Dalam suasana pandemi virus korona ini pemerintah berupaya agar kontraksi dalam penerimaan pajak tidak terlalu dalam. Kini perhatian pemerintah serius untuk mengenakan pajak pada bisnis digital.
Dengan merujuk perkembangan perekonomian nasional setelah kuartal kedua memang besar kemungkinan Indonesia bakal mengikuti jejak Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand yang kini dalam resesi ekonomi. Untuk selamat dari jurang resesi ekonomi salah satu kuncinya adalah bagaimana mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang menyiapkan dana sebesar Rp695,2 triliun sehingga pertumbuhan pada kuartal ketiga 2020 tidak minus.
Sayangnya, dana PEN yang menjadi harapan penyelamat dari resesi ekonomi sepertinya jauh api dari panggang dengan tolak ukur daya serap yang masih rendah. Pemerintah mengakui realisasi dana PEN baru mencapai sebesar Rp174,79 triliun per 19 Agustus 2020 atau sekitar 25,1% dari total anggaran PEN. Realisasi anggaran kesehatan yang sempat disoroti Presiden Jokowi kini mulai meningkat tercatat sebesar Rp7,36 triliun atau 84% dari total anggaran sebesar Rp87,5 triliun, perlindungan sosial sudah terserap Rp93,18 triliun atau 49,7% dari total anggaran sebesar Rp203,91 triliun. Jadi, sudah terbayang di depan mata apa yang akan terjadi pada pertumbuhan ekonomi di kurtal ketiga 2020 mendatang.
(ras)