Imparsial Sebut TNI Bukan Penegak Hukum Tapi Alat Pertahanan Negara

Jum'at, 16 Agustus 2024 - 15:46 WIB
loading...
Imparsial Sebut TNI...
Imparsial menyebut TNI adalah alat pertahanan negara dan bukan penegak hukum. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Imparsial menyebut TNI adalah alat pertahanan negara dan bukan penegak hukum. Perluasan peran TNI menjadi aparat penegak hukum adalah keliru dan betentangan dengan UUD NRI 1945.

Wakil Direktur Imparsia Ardi Manto Adiputra menjelaskan, DIM dalam rancangan perubahan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI salah satunya mengusulkan TNI khususnya TNI AD diberikan kewenangan untuk melakukan penegakan hukum di darat.

Pada Pasal 8 huruf b dalam DIM tersebut menyatakan, Angkatan Darat bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah darat sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional.



”Imparsial mendesak DPR fokus untuk menegakan konstitusi dan TAP MPR dengan meletakkan TNI sebagai alat pertahanan negara dan bukan penegak hokum,” katanya, Jumat (16/8/2024).

Ardi menilai usulan tersebut sangat mengancam demokrasi dan HAM serta melenceng jauh dari rel UUD NRI 1945. ”Kami memandang, perluasan peran TNI menjadi aparat penegak hukum adalah keliru dan betentangan dengan amanat Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 ayat 1 TAP MPR VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri yang berbunyi Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang berberan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.



Menurut dia, dibentuknya militer semata-mata sebagai alat pertahanan negara untuk menghadapi ancaman perang. Militer tidak pernah dimaksudkan untuk bertugas sebagai aparat penegak hukum. Sebaliknya militer dilatih, dididik, dipersiapkan dan dipersenjatai untuk perang.

“Pelibatan militer dalam penegakan hukum akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum lain,” paparnya.



Dia meminta, Baleg DPR yang saat ini tengah membahas revisi UU TNI wajib menolak usulan pasal dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang memberikan kewenangan kepada TNI untuk terlibat dalam penegakan hukum.

“Sebagai wakil rakyat, anggota DPR harus dengan sungguh-sungguh menjalankan konstitusi dan tidak melanggar konstitusi,” katanya.

Selain itu, kata dia, terdapat juga usulan TNI ingin menghapus larangan berbisnis bagi anggotanya. Ketentuan ini merupakan pandangan keliru serta mencerminkan kemunduran upaya reformasi di tubuh TNI. Prajurit militer dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya dalam bidangnya yaitu pertahanan, bukan berbisnis.

”Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit yang akan berdampak pada disorientasi tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara,” katanya.

Pada titik ini, sudah seharusnya pemerintah tidak lempar tanggung jawab dalam menyejahterakan prajurit dengan menghapus larangan berbisnis bagi prajurit TNI. Penting untuk diingat bahwa, tugas menyejahterakan prajurit merupakan kewajiban negara dan bukan tanggung jawab prajurit secara individu.

“Seharusnya alih-alih menghapus larangan berbisnis bagi TNI aktif, pemerintah dan TNI fokus di dalam mensejahterakan prajurit dan bukan malah mendorong prajurit berbisnis,” ucapnya.

Sebelumnya, draf RUU TNI versi Baleg DPR RI juga mengusulkan perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Perluasan ruang bagi perwira TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil tidak lebih sebagai langkah untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Ombudsman RI mencatat sebanyak 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN. Belakangan ini juga ada perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah seperti di Kabupaten Seram Bagian Barat dan Penjabat Gubernur Provinsi Aceh.

Imparsial menilai, substansi perubahan yang diusulkan oleh TNI dan pemerintah di dalam DIM yang beredar bukannya memperkuat agenda reformasi TNI yang telah dijalankan sejak 1998, tapi justru malah sebaliknya. Alih-alih mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, sejumlah usulan perubahan memundurkan kembali agenda reformasi TNI.

“Kami mendesak DPR dan pemerintah untuk menghentikan segala bentuk pembahasan agenda revisi UU TNI. Karena selain tidak urgen untuk dilakukan saat ini, sejumlah subtansi usulan perubahan juga membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum dan pemajuan HAM.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1541 seconds (0.1#10.140)