Ustaz Miftah Pertanyakan Logika Disertasi Zina Abdul Aziz
A
A
A
JAKARTA - Disertasi Abdul Aziz, mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berjudul Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual non Marital mendapat bantahan telak dari seorang dai muda yang merupakan pakar linguistik dan tafsir Alqur'an, Ustaz Miftah el-Banjary.
Disertasi Abdul Aziz mendadak ramai menjadi perbincangan publik karena kesimpulannya menghalalkan zina di luar nikah. Menurut Ustaz Miftah yang juga Alumni Institute of Arab Studies Kairo-Mesir, dia (Abdul Aziz) membangun konstruksi logikanya dari pandangan Muhammad Syahrur ketika memahami istilah "Malakat Aiman" pada surah Al-Mu'minun.
"Ini siapa sih promotornya? Nalar konstruksi berpikirnya dibangun dari logika apa?" tanya doktor asal Banjar, Kalimantan Selatan ini.
Berikut penjelasan Ustaz Miftah terkait disertasi yang dibuat Abdul Aziz tersebut:
Pengakuan penelitinya, Abdul Aziz mendasarkan pendapatnya pada pandangan Muhammad Shahrur. Muhammad Shahrur mencoba membongkar pasang tafsiran kalimat "Maa Malakat Aimanuhum" yang terdapat pada surah Al-Mu'minun ayat ke-5 dan 6: ".. dan orang-orang beriman, yaitu mereka yang menjaga kemaluan mereka, terkecuali terhadap pasangan-pasangan mereka atau budak wanita yang mereka miliki."
Dalam pandangannya, Abdul Aziz, menyokong pendapat Muhammad Shahrur yang memahami bahwa "Malakat Aiman" ditafsirkan sebagai "Pasangan diluar Nikah" pada surah al-Mu'minun tersebut, sehingga pada kesimpulannya bahwa kehalalan zina diperbolehkan menurut Alqur'an. Na'udzubillah! (Baca Juga: Disertasi Keabsahan Hubungan Seksual Non Marital Dikritisi Penguji) Dia mendasarkan bahwa hubungan seksual diperbolehkan dengan pasangan halal, juga dengan pasangan di luar nikah atas dasar suka sama suka. Baik, sekarang mari kita preteli disertasi Abdul Aziz satu persatu:
1. Mari Kita Lihat dari Semantik Dilalah!
Secara bahasa kata "Malakat" dalam bentuk ism mufradah mu'annatsah yang berarti "memiliki". Raja disebut "Malik", karena dia memiliki kekuasaan.
Sedangkan tafsir dari kalimat "Maa Malakat Aimanuhum" berarti budak-budak wanita yang dimiliki, bukan "pasangan di luar nikah".
Dimana korelasi antara makna "kepemilikan budak wanita" dengan "partner pasangan di luar nikah?!" Sungguh betul-betul absurd! Tidak masuk akal sama sekali! Jelas sekali, Abdul Aziz tidak memahami semantik atau dilalah dalam penggunaan bahasa Arab.
2. Mari Kita Lihat Asbabun Nuzul Ayatnya.
Perlu diketahui bahwa surah Al-Mu'minun merupakan surah Makiyyah yang turun di Kota Makkah. Surah ini menjelaskan tentang sifat dan karakter orang-orang beriman yang salah satunya menjaga kemaluan mereka dari berhubungan zina. Jadi jelas sekali, ayat ini menegasikan tentang pelarangan berperilaku seksual menyimpang, seperti zina.
Namun, oleh Abdul Aziz dipahami jungkir balik, sebagai ayat yang menghalalkan zina. Logika akal sehatnya dimana? Secara rasional saja sudah tidak mengena?
3. Mari Kita Lihat Pandangan Mufassirnya.
Berdasarkan para pakar mufassir, seperti Imam Ibnu Katsir dalam tafsir "Alqur'an al-Adzhim" menyebutkan bahwa ayat ke-6 surah Al-Mu'minun terkait hukum keharaman melakukan onani/masturbasi bagi orang yang tidak memiliki pasangan.
Imam Syafii dan kelompok yang menyepakati pendapatnya menyatakan tentang keharaman onani dengan melandaskan pada dalil ayat: ".. dan orang-orang beriman yang mereka itu menjaga kemaluan mereka, terkecuali terhadap pasangan-pasangan mereka atau budak wanita yang mereka miliki." (Silakan lihat, "Tafsir Ibn Katsir", Juz 3, hal. 314, penerbit: Maktabah as-Tsaqafah ad-Diniyyah, Cairo-Mesir)
Jadi, persoalannya tidak ada sama sekali terkait tentang kehalalan zina, namun perbedaan pandangan tentang hukum onani. Meskipun Imam Abu Hanifah memperbolehkan dengan beberapa syarat.
Nah, dari sini Abdul Aziz, tidak mengerti persoalan pada pokok ayat yang dibahasnya. Mari juga kita lihat pandangan Mufasir lainnya, seperti Imam Fakhrurazi dalam karya tafsir "Fakhrurazi" dan Imam Al-Alusi dalam karya tafsirnya "Rouhul Ma'ani".
Imam Fakhrurazi menjelaskan bahwa ayat tentang kehalalan melakukan hubungan seksual dengan budak-budak wanita adalah budak yang telah dinikahi secara syar'i, bukan disetubuhi tanpa nikah alias dizinahi.
Jelas, persoalan yang dibicarakan para ulama tafsir di sini bukan pada kehalalan zina, justru keharaman melakukan onani, lebih-lebih lagi melakukan zina.
Demikian pandangan yang sama ditafsirkan oleh Imam al-Alusi dalam kitab "Rouhul Ma'ani" dengan menjelaskan tentang hukum pernikahan mut'ah serta hukum perkara onani yang dilarang menurut pandangan sebagian besar ulama dengan mendalilkan pada hadits Nabi yang artinya: "Tidak sah shalat melainkan dengan suci, dan tidak sah menikah, terkecuali dengan adanya wali". (Lihat, Tafsir Fakhrurazi juz 23 hal 79, Maktabah Taufiqiyyah, Mesir dan Tafsir Rouhul Ma'ani Juz 10 hal 10 Maktabah Taufiqiyyah, Mesir).
Dari sini, jika Abdul Aziz mendasarkan analisanya dari teks-teks Alqur'an, jelas sekali sangat kontradiktif dan bertentangan dengan apa yang sebenarnya ada di dalam Alqur'an.
Merujuk pada pandangan Prof Dr Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah, menjelaskan bahwa syariat diperbolehkannya menikahi para budak dalam rangka cara Islam mengangkat derajat manusia dari tradisi perbudakan serta cara menghapusnya dengan cara pernikahan yang halal. (Lihat, Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, juz 8 hal. 324).
4. Mari Kita Lihat Dari Dalil Nash Muhkamatnya!
Dari sekian banyak dalil ayat-ayat tekstual yang bersifat Muhkamat, jelas-jelas Islam datang menghalalkan pernikahan serta mengharamkan perzinahan.
Berikut dalil-dalil nash muhkamat tentang kesyariatan pernikahan menurut Alqur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas:
A. Nash Alqur'an
- Surah An-Nisa ayat 3: "Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.."
Ayat ini menegaskan tentang syariat pernikahan dalam Alqur'an.
- Surah an-Nur ayat 32: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan."
Ayat ini juga menegaskan tentang syariat pernikahan dalam Alqur'an.
B. Nash Hadits Nabi
"Wahai para pemuda, jika kalian mampu menikah, maka menikahlah, sesungguhnya hal itu dapat menjaga pandangan dan menjaga kesucian kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup, hendaklah dia berpuasa, karena dia akan menjadi pelindung (nafsu syahwat)."
Hadits ini menunjukkan dalil yang jelas tentang syariat pernikahan.
"Tidak sah pernikahan, melainkan beserta wali dan dua orang saksi yang adil." Hadits ini juga menunjukkan dalil yang jelas tentang syariat pernikahan.
C. Ijma Ulama
"Para ulama dalam umat ini sepakat tentang kehalalan menikah". Secara mafhum mukhalafah, kesepakatan para ulama mereka mengharamkan hubungan intim diluar nikah.
D. Qiyas
"Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup menyendiri dari pasangannya. Pria akan sempurna dengan keberadaan wanita, dan sebaliknya.
Dan hubungan keduanya adalah hubungan yang didasarkan pada hubungan saling membantu, harmonis, dan saling menyempurnakan kekurangan masing-masing.
Keinginan untuk hidup secara berpasang-pasangan merupakan fitrah manusiawi. Islam datang membawa sistem tata nilai melalui hubungan akad pernikahan."
Lanjut, mari kita lihat juga nash-nash keharaman Zina. Ada begitu banyak ayat-ayat tentang keharamam perzinahan, di antaranya: (Baca Juga: MUI Sesalkan Penguji yang Loloskan Disertasi Zina Abdul Aziz)
1. Firman Allah SWT
- Surah al-Isra ayat 32: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Secara analisa kaidah Ushul Fiqh, redaksi di atas merupakan bentuk Mafhum Muwafaqah, hukum pelarangan yang tidak tertulis, dibalik teks yang tertulis.
Maknanya apa? Maknanya, mendekati saja "tidak boleh, apalagi melakukan zina-nya!"
- Surah An-Nur ayat 30: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat"
- Surah An-Nur ayat 4: "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik."
2. Ancaman Hadits Nabi
"Tidaklah terjadi perzinahan dalam satu masyarakt, melainkan Allah tampakkan Wabah penyakit, kelaparan yang tidak pernah terjadi pada para orang sebelum mereka."
"Gadis yang berzina, maka cambuklah mereka 100 kali dan asingkan dalam setahun. Mereka yang sudah pernah menikah cambuklah 100 kali dan rajamlah!"
Dari dalil-dalil di atas merupakan nash-nash Qathi'e yang bersifat Muhkamat yang tidak perlu lagi membutuhkan penafsiran dan penakwilan lagi, disebabkan dalil yang sudah terang benderang.
Kesimpulannya:
Jadi, dari sekian dalil-dalil di atas menegaskan bahwa kseimpulan Abdul Aziz sangat menyimpang dan menyesatkan. Lebih dari itu menunjukkan kecacatan logika berpikir yang sangat akut dan fatal. Wallahu A'lam. (Baca Juga: Banjir Kritik, Abdul Aziz Revisi Disertasi Seks Bebas Tak Melanggar Islam)
Disertasi Abdul Aziz mendadak ramai menjadi perbincangan publik karena kesimpulannya menghalalkan zina di luar nikah. Menurut Ustaz Miftah yang juga Alumni Institute of Arab Studies Kairo-Mesir, dia (Abdul Aziz) membangun konstruksi logikanya dari pandangan Muhammad Syahrur ketika memahami istilah "Malakat Aiman" pada surah Al-Mu'minun.
"Ini siapa sih promotornya? Nalar konstruksi berpikirnya dibangun dari logika apa?" tanya doktor asal Banjar, Kalimantan Selatan ini.
Berikut penjelasan Ustaz Miftah terkait disertasi yang dibuat Abdul Aziz tersebut:
Pengakuan penelitinya, Abdul Aziz mendasarkan pendapatnya pada pandangan Muhammad Shahrur. Muhammad Shahrur mencoba membongkar pasang tafsiran kalimat "Maa Malakat Aimanuhum" yang terdapat pada surah Al-Mu'minun ayat ke-5 dan 6: ".. dan orang-orang beriman, yaitu mereka yang menjaga kemaluan mereka, terkecuali terhadap pasangan-pasangan mereka atau budak wanita yang mereka miliki."
Dalam pandangannya, Abdul Aziz, menyokong pendapat Muhammad Shahrur yang memahami bahwa "Malakat Aiman" ditafsirkan sebagai "Pasangan diluar Nikah" pada surah al-Mu'minun tersebut, sehingga pada kesimpulannya bahwa kehalalan zina diperbolehkan menurut Alqur'an. Na'udzubillah! (Baca Juga: Disertasi Keabsahan Hubungan Seksual Non Marital Dikritisi Penguji) Dia mendasarkan bahwa hubungan seksual diperbolehkan dengan pasangan halal, juga dengan pasangan di luar nikah atas dasar suka sama suka. Baik, sekarang mari kita preteli disertasi Abdul Aziz satu persatu:
1. Mari Kita Lihat dari Semantik Dilalah!
Secara bahasa kata "Malakat" dalam bentuk ism mufradah mu'annatsah yang berarti "memiliki". Raja disebut "Malik", karena dia memiliki kekuasaan.
Sedangkan tafsir dari kalimat "Maa Malakat Aimanuhum" berarti budak-budak wanita yang dimiliki, bukan "pasangan di luar nikah".
Dimana korelasi antara makna "kepemilikan budak wanita" dengan "partner pasangan di luar nikah?!" Sungguh betul-betul absurd! Tidak masuk akal sama sekali! Jelas sekali, Abdul Aziz tidak memahami semantik atau dilalah dalam penggunaan bahasa Arab.
2. Mari Kita Lihat Asbabun Nuzul Ayatnya.
Perlu diketahui bahwa surah Al-Mu'minun merupakan surah Makiyyah yang turun di Kota Makkah. Surah ini menjelaskan tentang sifat dan karakter orang-orang beriman yang salah satunya menjaga kemaluan mereka dari berhubungan zina. Jadi jelas sekali, ayat ini menegasikan tentang pelarangan berperilaku seksual menyimpang, seperti zina.
Namun, oleh Abdul Aziz dipahami jungkir balik, sebagai ayat yang menghalalkan zina. Logika akal sehatnya dimana? Secara rasional saja sudah tidak mengena?
3. Mari Kita Lihat Pandangan Mufassirnya.
Berdasarkan para pakar mufassir, seperti Imam Ibnu Katsir dalam tafsir "Alqur'an al-Adzhim" menyebutkan bahwa ayat ke-6 surah Al-Mu'minun terkait hukum keharaman melakukan onani/masturbasi bagi orang yang tidak memiliki pasangan.
Imam Syafii dan kelompok yang menyepakati pendapatnya menyatakan tentang keharaman onani dengan melandaskan pada dalil ayat: ".. dan orang-orang beriman yang mereka itu menjaga kemaluan mereka, terkecuali terhadap pasangan-pasangan mereka atau budak wanita yang mereka miliki." (Silakan lihat, "Tafsir Ibn Katsir", Juz 3, hal. 314, penerbit: Maktabah as-Tsaqafah ad-Diniyyah, Cairo-Mesir)
Jadi, persoalannya tidak ada sama sekali terkait tentang kehalalan zina, namun perbedaan pandangan tentang hukum onani. Meskipun Imam Abu Hanifah memperbolehkan dengan beberapa syarat.
Nah, dari sini Abdul Aziz, tidak mengerti persoalan pada pokok ayat yang dibahasnya. Mari juga kita lihat pandangan Mufasir lainnya, seperti Imam Fakhrurazi dalam karya tafsir "Fakhrurazi" dan Imam Al-Alusi dalam karya tafsirnya "Rouhul Ma'ani".
Imam Fakhrurazi menjelaskan bahwa ayat tentang kehalalan melakukan hubungan seksual dengan budak-budak wanita adalah budak yang telah dinikahi secara syar'i, bukan disetubuhi tanpa nikah alias dizinahi.
Jelas, persoalan yang dibicarakan para ulama tafsir di sini bukan pada kehalalan zina, justru keharaman melakukan onani, lebih-lebih lagi melakukan zina.
Demikian pandangan yang sama ditafsirkan oleh Imam al-Alusi dalam kitab "Rouhul Ma'ani" dengan menjelaskan tentang hukum pernikahan mut'ah serta hukum perkara onani yang dilarang menurut pandangan sebagian besar ulama dengan mendalilkan pada hadits Nabi yang artinya: "Tidak sah shalat melainkan dengan suci, dan tidak sah menikah, terkecuali dengan adanya wali". (Lihat, Tafsir Fakhrurazi juz 23 hal 79, Maktabah Taufiqiyyah, Mesir dan Tafsir Rouhul Ma'ani Juz 10 hal 10 Maktabah Taufiqiyyah, Mesir).
Dari sini, jika Abdul Aziz mendasarkan analisanya dari teks-teks Alqur'an, jelas sekali sangat kontradiktif dan bertentangan dengan apa yang sebenarnya ada di dalam Alqur'an.
Merujuk pada pandangan Prof Dr Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah, menjelaskan bahwa syariat diperbolehkannya menikahi para budak dalam rangka cara Islam mengangkat derajat manusia dari tradisi perbudakan serta cara menghapusnya dengan cara pernikahan yang halal. (Lihat, Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, juz 8 hal. 324).
4. Mari Kita Lihat Dari Dalil Nash Muhkamatnya!
Dari sekian banyak dalil ayat-ayat tekstual yang bersifat Muhkamat, jelas-jelas Islam datang menghalalkan pernikahan serta mengharamkan perzinahan.
Berikut dalil-dalil nash muhkamat tentang kesyariatan pernikahan menurut Alqur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas:
A. Nash Alqur'an
- Surah An-Nisa ayat 3: "Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.."
Ayat ini menegaskan tentang syariat pernikahan dalam Alqur'an.
- Surah an-Nur ayat 32: "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan."
Ayat ini juga menegaskan tentang syariat pernikahan dalam Alqur'an.
B. Nash Hadits Nabi
"Wahai para pemuda, jika kalian mampu menikah, maka menikahlah, sesungguhnya hal itu dapat menjaga pandangan dan menjaga kesucian kemaluan. Barangsiapa yang tidak sanggup, hendaklah dia berpuasa, karena dia akan menjadi pelindung (nafsu syahwat)."
Hadits ini menunjukkan dalil yang jelas tentang syariat pernikahan.
"Tidak sah pernikahan, melainkan beserta wali dan dua orang saksi yang adil." Hadits ini juga menunjukkan dalil yang jelas tentang syariat pernikahan.
C. Ijma Ulama
"Para ulama dalam umat ini sepakat tentang kehalalan menikah". Secara mafhum mukhalafah, kesepakatan para ulama mereka mengharamkan hubungan intim diluar nikah.
D. Qiyas
"Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup menyendiri dari pasangannya. Pria akan sempurna dengan keberadaan wanita, dan sebaliknya.
Dan hubungan keduanya adalah hubungan yang didasarkan pada hubungan saling membantu, harmonis, dan saling menyempurnakan kekurangan masing-masing.
Keinginan untuk hidup secara berpasang-pasangan merupakan fitrah manusiawi. Islam datang membawa sistem tata nilai melalui hubungan akad pernikahan."
Lanjut, mari kita lihat juga nash-nash keharaman Zina. Ada begitu banyak ayat-ayat tentang keharamam perzinahan, di antaranya: (Baca Juga: MUI Sesalkan Penguji yang Loloskan Disertasi Zina Abdul Aziz)
1. Firman Allah SWT
- Surah al-Isra ayat 32: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Secara analisa kaidah Ushul Fiqh, redaksi di atas merupakan bentuk Mafhum Muwafaqah, hukum pelarangan yang tidak tertulis, dibalik teks yang tertulis.
Maknanya apa? Maknanya, mendekati saja "tidak boleh, apalagi melakukan zina-nya!"
- Surah An-Nur ayat 30: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat"
- Surah An-Nur ayat 4: "Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik."
2. Ancaman Hadits Nabi
"Tidaklah terjadi perzinahan dalam satu masyarakt, melainkan Allah tampakkan Wabah penyakit, kelaparan yang tidak pernah terjadi pada para orang sebelum mereka."
"Gadis yang berzina, maka cambuklah mereka 100 kali dan asingkan dalam setahun. Mereka yang sudah pernah menikah cambuklah 100 kali dan rajamlah!"
Dari dalil-dalil di atas merupakan nash-nash Qathi'e yang bersifat Muhkamat yang tidak perlu lagi membutuhkan penafsiran dan penakwilan lagi, disebabkan dalil yang sudah terang benderang.
Kesimpulannya:
Jadi, dari sekian dalil-dalil di atas menegaskan bahwa kseimpulan Abdul Aziz sangat menyimpang dan menyesatkan. Lebih dari itu menunjukkan kecacatan logika berpikir yang sangat akut dan fatal. Wallahu A'lam. (Baca Juga: Banjir Kritik, Abdul Aziz Revisi Disertasi Seks Bebas Tak Melanggar Islam)
(rhs)