Buktikan Predatory Pricing, Politikus Gerindra Sambangi KPPU
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPR terpilih periode 2019-2024, Andre Rosiade memenuhi undangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang (UU) yang dilakukan perusahaan semen asal Tiongkok menggunakan sistem predatory pricing atau jual rugi di pasar semen Indonesia.
"Saya diundang oleh KPPU untuk klarifikasi bukti-bukti permulaan dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 pasal 20 tentang aktivitas jual rugi (predatory pricing) yang dilakukan oleh pabrik semen asal Tiongkok," kata Andre melalui siaran pers, Selasa (26/8/2019).
Didampingi oleh rekan-rekan dari Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI), Andre menjelaskan, terdapat sinyal jual rugi yang dilakukan oleh Semen Tiongkok dengan indikasi perbedaan harga yang sangat jauh antar produk semen lokal dengan semen pabrikan Tiongkok.
Padahal menurutnya, komponen bahan, sistem pembuatan dan biaya produksi relatif sama. "Memang secara rata-rata biaya produksi semen lokal lebih mahal salah satunya karena komponen upah buruh yang berbeda antara pabrik lokal dengan pabrik asal China, namun bila dihitung dalam skala ekonomi perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Tapi kok selisih harganya bisa begitu jauh? Ini ada apa?” jelasnya.
Tak luput, politikus Partai Gerindra ini mengapresiasi kinerja KPPU yang menindaklanjuti laporannya tersebut. Dia berharap, nantinya akan ada hasil yang baik bagi perusahaan semen nasional melalui proses di KPPU.
"Proses penyelidikan yang dilakukan segera rampung sehingga kita bisa mengetahui secara jelas dugaan pelanggaran pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 sehingga industry strategis kita bisa selamat dari marabahaya," kata Andre.
Andre menerangkan, saat ini pemanfaatan pabrik semen di Indonesia hanya sekitar 65% dari kapasitas terpasang. Hal ini karena kondisi oversupply pasar semen nasional.
"Sejak 2015 pemerintah gencar memberikan izin pembangunan pabrik semen baru. Pabrik-pabrik semen baru ini didominasi oleh pabrik semen asal Tiongkok. Pemain baru tersebut antara lain Conch Cement, Jui Shin, Panasia, Haohan, Hippo/Sun Fook dan Hongshi," papar Andre.
"Saya diundang oleh KPPU untuk klarifikasi bukti-bukti permulaan dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 pasal 20 tentang aktivitas jual rugi (predatory pricing) yang dilakukan oleh pabrik semen asal Tiongkok," kata Andre melalui siaran pers, Selasa (26/8/2019).
Didampingi oleh rekan-rekan dari Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI), Andre menjelaskan, terdapat sinyal jual rugi yang dilakukan oleh Semen Tiongkok dengan indikasi perbedaan harga yang sangat jauh antar produk semen lokal dengan semen pabrikan Tiongkok.
Padahal menurutnya, komponen bahan, sistem pembuatan dan biaya produksi relatif sama. "Memang secara rata-rata biaya produksi semen lokal lebih mahal salah satunya karena komponen upah buruh yang berbeda antara pabrik lokal dengan pabrik asal China, namun bila dihitung dalam skala ekonomi perbedaan ini tidak terlalu signifikan. Tapi kok selisih harganya bisa begitu jauh? Ini ada apa?” jelasnya.
Tak luput, politikus Partai Gerindra ini mengapresiasi kinerja KPPU yang menindaklanjuti laporannya tersebut. Dia berharap, nantinya akan ada hasil yang baik bagi perusahaan semen nasional melalui proses di KPPU.
"Proses penyelidikan yang dilakukan segera rampung sehingga kita bisa mengetahui secara jelas dugaan pelanggaran pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 sehingga industry strategis kita bisa selamat dari marabahaya," kata Andre.
Andre menerangkan, saat ini pemanfaatan pabrik semen di Indonesia hanya sekitar 65% dari kapasitas terpasang. Hal ini karena kondisi oversupply pasar semen nasional.
"Sejak 2015 pemerintah gencar memberikan izin pembangunan pabrik semen baru. Pabrik-pabrik semen baru ini didominasi oleh pabrik semen asal Tiongkok. Pemain baru tersebut antara lain Conch Cement, Jui Shin, Panasia, Haohan, Hippo/Sun Fook dan Hongshi," papar Andre.
(maf)