Pengunduran Airlangga Dianggap Wajar, Pengamat Singgung Kepemimpinan Setnov hingga Akbar Tandjung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Airlangga Hartarto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Pengamat Politik Adi Prayitno menilai mundurnya Airlangga dinilai wajar berkaca dari situasi politik berkembang saat ini.
"Kondisi-kondisi yang semacam ini sebenarnya membuat pergantian Ketum Golkar memang selalu diawali oleh situasi yang sebenarnya tidak normal dan tidak kondusif. Jadi kalau tiba-tiba Pak Airlangga mundur ya ini tentu semakin memperpanjang betapa suksesi kepemimpinan di Golkar itu selalu diwarnai oleh kondisi-kondisi yang tidak normal," ujar Adi, Minggu (11/8/2024).
Karena itu, mundurnya Airlangga merupakan kecenderungan yang sering terjadi di Partai Golkar yakni pergantian pemimpin di tengah kondisi yang tidak normal.
Namun, kepemimpinan Airlangga di Golkar diakui cukup positif yang membuat perolehan kursi di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 melonjak tajam.
"Saya kira semua orang kaget dengan pengunduran Airlangga yang terkesan tiba-tiba dan mendadak karena selama ini memang isu terkait munaslub itu tak pernah sukses, ya itu tentu sepertinya Airlangga mendapat dukungan dari internal Golkar," katanya.
"Tentu membuat tanda tanya publik karena memang Airlangga itu dinilai sebagai ketum yang sebenarnya sukses membuat suara Golkar naik di Pileg 2024 dan dianggap sebagai menteri ekonomi yang juga sukses, ya jadi itu yang sebenarnya membuat tanda tanya," sambung Adi.
Kendati demikian, Adi berpandangan bahwa kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar.
Dia mencontohkan ketika Setya Novanto (Setnov) akhirnya menjabat Ketua Umum Partai Golkar. Terpilihnya Setnov lantaran terjadi konflik intenal di partai berlambang pohon beringin itu.
"Tapi memang yang kedua kalau kita melihat kecenderungan secara umun Ketum Golkar itu selalu lahir dari situasi yang tidak normal. Ketum Golkar sebelum Airlangga, Pak Setnov itu jadi Ketum Golkar di tengah konflik internal Golkar saat itu kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono," ungkapnya.
Tak hanya itu, terpilihnya Airlangga sebagai ketua umum juga lantaran Setnov harus berurusan dengan hukum. Sehingga, Airlangga ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Bahkan, tahun 2004 kala itu Akbar Tandjung menjabat Ketua Umum Partai Golkar dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak harus disingkirkan dan diganti Jusuf Kalla (JK).
"Pada 2004 yang kita tahu Golkar berhasil tampil sebagai partai pemenang pileg saat itu Ketum Golkar Akbar Tandjung tapi juga terlempar digantikan Jusuf Kalla," ucapnya.
"Kondisi-kondisi yang semacam ini sebenarnya membuat pergantian Ketum Golkar memang selalu diawali oleh situasi yang sebenarnya tidak normal dan tidak kondusif. Jadi kalau tiba-tiba Pak Airlangga mundur ya ini tentu semakin memperpanjang betapa suksesi kepemimpinan di Golkar itu selalu diwarnai oleh kondisi-kondisi yang tidak normal," ujar Adi, Minggu (11/8/2024).
Karena itu, mundurnya Airlangga merupakan kecenderungan yang sering terjadi di Partai Golkar yakni pergantian pemimpin di tengah kondisi yang tidak normal.
Namun, kepemimpinan Airlangga di Golkar diakui cukup positif yang membuat perolehan kursi di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 melonjak tajam.
"Saya kira semua orang kaget dengan pengunduran Airlangga yang terkesan tiba-tiba dan mendadak karena selama ini memang isu terkait munaslub itu tak pernah sukses, ya itu tentu sepertinya Airlangga mendapat dukungan dari internal Golkar," katanya.
"Tentu membuat tanda tanya publik karena memang Airlangga itu dinilai sebagai ketum yang sebenarnya sukses membuat suara Golkar naik di Pileg 2024 dan dianggap sebagai menteri ekonomi yang juga sukses, ya jadi itu yang sebenarnya membuat tanda tanya," sambung Adi.
Kendati demikian, Adi berpandangan bahwa kepemimpinan di Partai Golkar selalu berubah dalam situasi yang tidak wajar.
Dia mencontohkan ketika Setya Novanto (Setnov) akhirnya menjabat Ketua Umum Partai Golkar. Terpilihnya Setnov lantaran terjadi konflik intenal di partai berlambang pohon beringin itu.
"Tapi memang yang kedua kalau kita melihat kecenderungan secara umun Ketum Golkar itu selalu lahir dari situasi yang tidak normal. Ketum Golkar sebelum Airlangga, Pak Setnov itu jadi Ketum Golkar di tengah konflik internal Golkar saat itu kalau tidak salah konflik internal antara kubu Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono," ungkapnya.
Tak hanya itu, terpilihnya Airlangga sebagai ketua umum juga lantaran Setnov harus berurusan dengan hukum. Sehingga, Airlangga ditunjuk sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Bahkan, tahun 2004 kala itu Akbar Tandjung menjabat Ketua Umum Partai Golkar dan berhasil meraih perolehan pileg terbanyak harus disingkirkan dan diganti Jusuf Kalla (JK).
"Pada 2004 yang kita tahu Golkar berhasil tampil sebagai partai pemenang pileg saat itu Ketum Golkar Akbar Tandjung tapi juga terlempar digantikan Jusuf Kalla," ucapnya.
(jon)