Rumah untuk Rakyat di Normal Baru
loading...
A
A
A
Nirwono Joga
Pusat Studi Perkotaan
MEMBANGUN rumah yang layak huni dan sehat sama artinya membangun ketahanan bangsa. Karena pada hakikatnya, rumah adalah tempat berlindung bagi keluarga. Dalam arti yang lebih luas, rumah adalah tempat membina generasi bangsa.
Peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) (25/8) merupakan momentum untuk memastikan pemenuhan perumahan rakyat yang berkeadilan dan dan berkelanjutan. Sebab, rumah (papan) merupakan salah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia, yakni sandang, pangan, dan papan.
Pembangunan perumahan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia memerlukan proses panjang. Kenyataannya, lebih dari 80% pembangunan rumah di Indonesia justru dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Konsep rumah tumbuh diterapkan dalam membangun rumah secara bertahap menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan jumlah anggota keluarga.
Kehadiran pengembang properti dari skala kecil, menengah, hingga besar sedikit banyak membantu percepatan penyediaan perumahan, terutama di kota-kota menengah dan besar. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat angka kekurangan rumah berdasarkan kepemilikan sebanyak 11,4 juta unit, untuk kepenghunian 7,7 juta unit, serta rumah tidak layak huni 3,4 juta unit (2019).
Menyediakan rumah yang layak kian menantang di tengah keterbatasan lahan dan pertambahan jumlah penduduk perkotaan, seiring meningkatnya arus urbanisasi. Perebutan lahan di perkotaan yang ketat membuat praktik spekulasi lahan turut melambungkan harga lahan secara tidak terkendali. Harga rumah tapak maupun hunian vertikal (rumah susun, apartemen), semakin mahal tidak lagi terjangkau masyarakat umum.
Tingkat jangkauan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengakses rumah tapak atau rumah susun semakin jauh. Mimpi mendapatkan rumah layak tinggal impian. Intervensi pemerintah untuk meningkatkan daya beli melalui berbagai skema pembiayaan baru yang inovatif dan inklusif sangat diharapkan. Pemerintah sebagai regulator untuk berbagai sektor dan pemangku kepentingan di sektor perumahan dapat berperan dalam pengadaan tanah, perizinan, konstruksi, pembiayaan, dan pemasaran.
Pemerintah melalui badan usaha milik negara dan dengan kewenangannya sebagai regulator bisa memangkas biaya perizinan, membangun infrastruktur dasar permukiman, menyediakan jaringan utilitas (air bersih, gas, listrik), mengolah sampah dan limbah, mengadakan material bangunan terjangkau.
Pemerintah dapat membuat sistem terpadu dari penyediaan material hingga pelaksanaan pembangunan. Banyak komponen material bangunan yang dapat dilakukan pemerintah untuk bisa menekan biaya.
Pemerintah harus menyediakan perumahan yang layak, terjangkau, dan memadai bagi masyarakat. Pemerintah harus mengubah hubungan dengan sektoral finansial (sumber pendanaan, subsidi silang), mengendalikan penuh pengembang (pengawasan tata ruang, perizinan selektif), serta mendesak pasar properti menyediakan rumah terjangkau.
Pusat Studi Perkotaan
MEMBANGUN rumah yang layak huni dan sehat sama artinya membangun ketahanan bangsa. Karena pada hakikatnya, rumah adalah tempat berlindung bagi keluarga. Dalam arti yang lebih luas, rumah adalah tempat membina generasi bangsa.
Peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) (25/8) merupakan momentum untuk memastikan pemenuhan perumahan rakyat yang berkeadilan dan dan berkelanjutan. Sebab, rumah (papan) merupakan salah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia, yakni sandang, pangan, dan papan.
Pembangunan perumahan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia memerlukan proses panjang. Kenyataannya, lebih dari 80% pembangunan rumah di Indonesia justru dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Konsep rumah tumbuh diterapkan dalam membangun rumah secara bertahap menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan jumlah anggota keluarga.
Kehadiran pengembang properti dari skala kecil, menengah, hingga besar sedikit banyak membantu percepatan penyediaan perumahan, terutama di kota-kota menengah dan besar. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mencatat angka kekurangan rumah berdasarkan kepemilikan sebanyak 11,4 juta unit, untuk kepenghunian 7,7 juta unit, serta rumah tidak layak huni 3,4 juta unit (2019).
Menyediakan rumah yang layak kian menantang di tengah keterbatasan lahan dan pertambahan jumlah penduduk perkotaan, seiring meningkatnya arus urbanisasi. Perebutan lahan di perkotaan yang ketat membuat praktik spekulasi lahan turut melambungkan harga lahan secara tidak terkendali. Harga rumah tapak maupun hunian vertikal (rumah susun, apartemen), semakin mahal tidak lagi terjangkau masyarakat umum.
Tingkat jangkauan masyarakat berpenghasilan rendah untuk mengakses rumah tapak atau rumah susun semakin jauh. Mimpi mendapatkan rumah layak tinggal impian. Intervensi pemerintah untuk meningkatkan daya beli melalui berbagai skema pembiayaan baru yang inovatif dan inklusif sangat diharapkan. Pemerintah sebagai regulator untuk berbagai sektor dan pemangku kepentingan di sektor perumahan dapat berperan dalam pengadaan tanah, perizinan, konstruksi, pembiayaan, dan pemasaran.
Pemerintah melalui badan usaha milik negara dan dengan kewenangannya sebagai regulator bisa memangkas biaya perizinan, membangun infrastruktur dasar permukiman, menyediakan jaringan utilitas (air bersih, gas, listrik), mengolah sampah dan limbah, mengadakan material bangunan terjangkau.
Pemerintah dapat membuat sistem terpadu dari penyediaan material hingga pelaksanaan pembangunan. Banyak komponen material bangunan yang dapat dilakukan pemerintah untuk bisa menekan biaya.
Pemerintah harus menyediakan perumahan yang layak, terjangkau, dan memadai bagi masyarakat. Pemerintah harus mengubah hubungan dengan sektoral finansial (sumber pendanaan, subsidi silang), mengendalikan penuh pengembang (pengawasan tata ruang, perizinan selektif), serta mendesak pasar properti menyediakan rumah terjangkau.