Kasus E-KTP, Politikus Golkar Didakwa Perkaya Diri USD1,4 Juta

Rabu, 14 Agustus 2019 - 17:29 WIB
Kasus E-KTP, Politikus Golkar Didakwa Perkaya Diri USD1,4 Juta
Kasus E-KTP, Politikus Golkar Didakwa Perkaya Diri USD1,4 Juta
A A A
JAKARTA - Markus Nari didakwa memperkaya diri sebesar USD1,4 juta dalam proyek pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dan menghalang-halangi proses penyidikan hingga persidangan perkara korupsi proyek tersebut.

Markus Nari adalah anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 dan 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar.

Surat dakwaan nomor 75/TUT.01.04/24/08/2019 atas nama Markus Nari dibacakan secara bergantian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Ahmad Burhanuddin dan Abdul Basir dengan anggota Mohamad Nur Azis, Andhi Kurniawan, Ni Nengah Gina Saraswati, dan Nur Haris Arhadi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (14/8/2019).

JPU Ahmad Burhanuddin mengatakan, Markus Nari selaku anggota DPR periode 2009-2014 telah melakukan perbuatan pidana secara bersama-sama dan melawan hukum yakni Nari telah memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau KTP elektronik (e-KTP) Tahun Anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Tujuannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dalam proyek dengan anggaran lebih dari Rp5,9 triliun yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu sebesar Rp2.314.904.234.275,39.

"Memperkaya Terdakwa sebesar USD1.400.000. Uang yang diterima oleh Terdakwa sebesar USD400.000 dari Anang Sugiana Sudihardjo melalui Sugiharto dan sebesar USD1.000.000 dari Andi Agustinus alias Andi Narogong melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya untuk membiayai proyek penerapan KTP elektronik tahun 2011-2013," tegas JPU Burhanuddin saat membacakan surat dakwaan atas nama Markus Nari.

Dia melanjutkan, perbuatan Nari dilakukan bersama-sama dengan sembilan orang. Pertama, terpidana Irman selaku Plt Direktur Jenderal dan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Kedua, terpidana Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri. Ketiga, Diah Anggraini (belum tersangka) selaku Sekretaris Jenderal Kemendagri. Keempat, terpidana Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR.

Kelima, terpidana Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong. Keenam, tersangka Isnu Edhi Wijaya selaku Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) dan Ketua Konsorsium PNRI.

Ketujuh, terpidana Direktur Utama PT Quadra Solutions kurun 2012-2013 Anang Sugiana Sudihardjo. Kedelapan, keponakan Setya Novanto dan mantan wakil sekretaris jenderal Partai Golkar Irvanto Hendra Pambudi Cahyo selaku Direktur PT Murakabi Sejahtera dan Ketua Konsorsium Murakabi. Terakhir, Drajat Wisnu Setyawan (belum tersangka) selaku Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan Ditjen Dukcapil Kemendagri.

JPU Mohamad Nur Azis membeberkan, orang perorangan yang diperkaya lebih dari 50 orang. Mereka di antaranya Setya Novanto sebesar USD7,3 juta, Irman Rp2.371.250.000, USD877.700, dan
SGD6.000, Sugiharto USD3.473.830, Andi Narogong USD2,5 juta dan Rp1,186 miliar, Gamawan Fauzi selaku Menteri Dalam Negeri dan Pengguna Anggaran Rp50 juta serta satu unit Ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya III melalui adik Gamawan sekaligus Direktur PT Gajendra Adhi Sakti Azmin Aulia.

Berikutnya Diah Anggraeni USD500.000 dan Rp22,5 juta, Drajat Wisnu Setyawan USD40.000 dan Rp25 juta, enam orang anggota Panitia Pengadaan Barang/Jasa Rp10 juta, penyedia produk automated finger print identification sistem (AFIS) merek L1 sekaligus petinggi Biomorf Mauritius Limited dan executive director pada PT Biomorf Lone Indonesia (almarhum) Johannes Marliem USD14.880.000 dan Rp25.242.546.892, terpidana keterangan palsu dan tersangka proyek e-KTP sekaligus mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani USD1,2 juta.

"Ade Komarudin sejumlah USD100.000, M Jafar Hafsah sejumlah USD100.000, dan beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009-2014 sejumlah USD12.456.000Bdan Rp44.000.000.000," tegas JPU Azis.

Berikutnya, tersangka PNS sekaligus perekayasa pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknolog (BPPT) merangkap mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi USD20.000 dan Rp10 juta, delapan orang anggota Tim Fatmawati masing-masing Rp60 juta, auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mahmud Toha Siregar Rp3 juta, Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri (Persero) Rp2 miliar, dan mantan Direktur PT LEN Industri (Persero) yang sekarang Direktur Utama PT Pindad (Persero) Abraham Mose.

"Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku Direksi PT LEN Industri masing-masing mendapatkan sejumlah Rp1 miliar serta untuk kepentingan gathering dan SBU masing-masing sejumlah Rp1 miliar," tutur JPU Azis.

Korporasi yang diperkaya yakni Manajemen Bersama Konsorsium PNRI sejumlah Rp137.989.835.260, Perum PNRI Rp107.710.849.102, PT Sandipala Artha Putra Rp145.851.156.022, PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp148.863.947.122,
PT LEN Industri Rp3.415.470.749, PT Sucofindo sejumlah Rp8.231.289.362, dan PT Quadra Solution sejumlah Rp79 miliar.

Atas perbuatan korupsi penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP, JPU mendakwa Markus Nari dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6221 seconds (0.1#10.140)