Jangan Terpancing Rayuan Kapal Selam China

Selasa, 30 Juli 2024 - 05:04 WIB
loading...
A A A
Sebagai solusi, Beijing menawarkan CHD620, mesin lokal yang telah disertifikasi MTU Jerman. Namun PM Thailand Prayut Chan-o-chamenolak perihal tersebut dengan alasan kualitas, dan tetap bersikukuh memegang ketentuan awal. Akhirnya pada akhir Oktober 2023, Bangkok memutuskan menunda hingga waktu tidak tentukan dan menunggu kesiapan China memenuhi kontrak awal. Padahal awalnya, kapal selam senilai USD402 juta itu akan dikirim pada tahun ini.

Persoalan lain yang mengemuka terkait keandalan teknis. Seperti disampaikan pemerhati alutsista Alman Helvas Ali bertajuk ‘Tawaran Kapal Selam S62 Made In China dan Dinamika Geopolitik Global’, terungkap keandalan teknis kapal selam S26 di bawah kapal selam asal Eropa, seperti Scorpene Evolved dan U214. Parameternya dinilai dari indiscretion rate (waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan isi ulang baterai). Scorpene Evolved mendapat nilai sebesar 6%, sedangkan S26 mencapai 15%. Semakin besar indiscretion rate, maka waktu isi ulang baterai S26 lebih lama.

Kualitas kapal selam China bisa disebut belum teruji. Salah satu indikatornya adalah tragedi hilangnya kapal selam Type 093 milik Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA-N) saat melakukan misi di Laut Kuning pada 22 Agustus 2023 lalu. Dugaan yang muncul, kapal selam terperangkap rantai dan jangkar yang sengaja dipasang untuk menjerat kapal-kapal AS dan sekutunya, serta kegagalan alat pengontrol atmosfer.

baca juga: Mengenal Virginia, Kapal Selam Paling Mematikan Milik AS

Jika memahami berbagai persoalan tersebut, kapal selam S26 tidak layak dibeli karena salah satu aspek strategis yang menjadi keunggulan kapal selam tidak terpenuhi, yaitu kerahasiaan atau kesenyapan di bawah laut. Bagaimana bisa senyap jika mesin yang digunakan masih dipertanyakan kualitasnya. Begitupun tingginya tingkat indiscretion rate membuat kapal lebih lama muncul di permukaan untuk isi ulang baterai.

Tak kalah penting adalah jaminan keamanan. Belum lekang dari ingatkan karamnya (subsunk) kapal selam KRI Nanggala-402 di perairan Bali, pada 24 April 2022. Atas tragedi tersebut, 53 putra terbaik bangsa yang mengawaki alutsista tersebut menjadi korban. Siapa yang tidak was-was mengawaki kapal selam yang tidak mampu maksimal menggaransi safety?

Melihat kondisi tersebut dan komitmen memegang aspek strategis kapal selam sebagai parameter akuisisi, maka tidak ada alasan bagi Kemhan untuk menolak tawaran tersebut. Walaupun berstatus interim, jangan sampai akuisisi sia-sia karena kapal selam tidak bisa beroperasi secara optimal, seperti kelas Changbogo. Kemhan lebih tepat mengambil kapal selam battle proven dari negara produsen utama kapal selam, seperti tipe HWD 212 dan 214 produksi TKMS Jerman yang sudah dikunjungi KSAL.

Bila pertimbangan transaksi juga melihat variabel geopolitik untuk menjaga keseimbangan hubungan persahabatan dengan China, Kemhan perlu mencari terobosan negosiasi untuk mengambil alutsista made in China lain, seperti destroyer Type 052D yang memang dibutuhkan untuk memperkuat armada perang Indonesia.

Poin utamanya, pilihan jenis kapal selam murni berdasarkan keputusan rasional yang menitikberatkan pada jaminan kualitas yang bisa mewujudkan aspek strategis kapal selam, hingga akuisisi yang dilakukan tidak sia-sia karena kapal selam benar-benar bisa diandalkan menjaga wilayah laut NKRI. Mestinya keputusan Thailand menolak S26 yang sudah dipesan menjadi banch mark para decision maker negeri ini. Jangan sampai kepentingan nasional dikorbankan karena berbagai rayuan. (*)
(hdr)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1266 seconds (0.1#10.140)