Jangan Terpancing Rayuan Kapal Selam China
loading...
A
A
A
Selain untuk menjaga wilayah NKRI yang sangat luas dan sebagian besar terdiri dari lautan, akuisisi kapal selam menjadi urgen melihat konteks geopolitik yang berkembang di Laut China Selatan (LCS), yang diwarnai agresivitas China mengklaim mayoritas wilayah ini, dan progresivitas Amerika Serikat memperkuat pengaruh dan kehadirannya di LCS dan Indo Pasifik, termasuk dengan alasan menjamin kebebasan navigasi.
Karena itulah, keputusan akuisisi kapal selam harus mempertimbangkan aspek strategis, dengan kebutuhan mutlak bahwa kapal selam Indonesia tidak boleh kalah saing dengan kapal selam yang lalu lalang di kawasan. Sebagai perbandingan, negara tetangga Singapura memiliki empat kapal selam tipe kelas 218SG buatan Thyssen Krupp Marine System (tk MS) Jerman. Juga Australia tengah menanti kehadiran lima kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia dari Amerika Serikat.
Belum lagi China. Berdasar Global Fire Power 2020, negeri Panda ini memiliki 74 kapal selam, di antaranya tipe 094 bertenaga nuklir yang dilengkapi rudal balistik. Karena itulah, perlu kembali ditekankan pertanyaan apakah pembelian kapal selam baru, termasuk untuk memenuhi kebutuhan ad interim bisa menjawah kebutuhan strategis atau hanya malah sia-sia karena tidak memenuhi kapabilitas diharapkan?
Cacat Sejak Lahir
Urgensi akuisisi kapal selam interim disampaikan langsung KSAL Muhammad Ali di sela seminar tentang kapal selam di Jakarta, pada pertengahan Mei 2023. Alasannya, pembangunan Scorpene Evolved membutuhkan waktu 5-7 tahun lagi. Di satu sisi dimahfumi bahwa jumlah kapal selam TNI AL jauh dari memadahi, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
baca juga: Rusia Pensiunkan Kapal Selam Nuklir Terbesar di Dunia
Untuk tujuan tersebut, mantan komandan kapal selam Nanggala tersebut telah mengunjungi pabrikan utama kapal selam dunia. Target kapal selam yang dicari adalah kapal selam konvensional dan non-nuklir yang menggunakan air-independent propulsion (AIP) system hingga lithium ion-battery. Beberapa galangan kapal yang sudah dikunjungi antara lain berada di China dan Jerman.
Di China, pabrik yang dikunjungi adalah Jiangnan Shipyard di Shanghai dan Wuchang Shipyard di Wuhan. Pada momen tersebut, KSAL mendapatkan penjelasan tentang kemampuan industri pertahanan strategis Cina seperti memproduksi destroyer kelas 052D dan kapal selam S26. Sedangkan di Jerman, yang dikunjungi adalah tkMS. Di tempat tersebut KSAL menerima penjelasan mengenai kapal selam tipe Howaldtswerke Deutsche Werft (HWD) 212, dan tipe 214 yang menjadi salah satu kapal selam tercanggih dengan teknologihybrid.
Dalam perjalanannya, China menunjukkan agresivitasnya merayu Indonesia. Termasuk menawarkan kapal selam S26 beserta paket destroyer kelas 052D dengan diskon besar. Sekilas tawaran sangat menarik. Namun sayangnya, kapal selam yang diajukan sudah cacat sejak lahir. Bagaimana bisa? Kapal selam S26 yang disodorkan ternyata kapal selam yang batal diakuisisi Thailand karena persoalan mesin.
Berbagai informasi menyebut, kapal selam tersebut awalnya dipesan negeri Gajah Putih pada 2017, dengan mesin MTU-396 made in Motoren und Turbinen Union GmbH, Jerman. Namun persoalan muncul karena Jerman membatalkan kesepakatan dengan alasan kendala kebijakan yang mencegah mesin kapal selam produksinya dimasukkan ke dalam peralatan militer China alias terdampak embargo.
Karena itulah, keputusan akuisisi kapal selam harus mempertimbangkan aspek strategis, dengan kebutuhan mutlak bahwa kapal selam Indonesia tidak boleh kalah saing dengan kapal selam yang lalu lalang di kawasan. Sebagai perbandingan, negara tetangga Singapura memiliki empat kapal selam tipe kelas 218SG buatan Thyssen Krupp Marine System (tk MS) Jerman. Juga Australia tengah menanti kehadiran lima kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia dari Amerika Serikat.
Belum lagi China. Berdasar Global Fire Power 2020, negeri Panda ini memiliki 74 kapal selam, di antaranya tipe 094 bertenaga nuklir yang dilengkapi rudal balistik. Karena itulah, perlu kembali ditekankan pertanyaan apakah pembelian kapal selam baru, termasuk untuk memenuhi kebutuhan ad interim bisa menjawah kebutuhan strategis atau hanya malah sia-sia karena tidak memenuhi kapabilitas diharapkan?
Cacat Sejak Lahir
Urgensi akuisisi kapal selam interim disampaikan langsung KSAL Muhammad Ali di sela seminar tentang kapal selam di Jakarta, pada pertengahan Mei 2023. Alasannya, pembangunan Scorpene Evolved membutuhkan waktu 5-7 tahun lagi. Di satu sisi dimahfumi bahwa jumlah kapal selam TNI AL jauh dari memadahi, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
baca juga: Rusia Pensiunkan Kapal Selam Nuklir Terbesar di Dunia
Untuk tujuan tersebut, mantan komandan kapal selam Nanggala tersebut telah mengunjungi pabrikan utama kapal selam dunia. Target kapal selam yang dicari adalah kapal selam konvensional dan non-nuklir yang menggunakan air-independent propulsion (AIP) system hingga lithium ion-battery. Beberapa galangan kapal yang sudah dikunjungi antara lain berada di China dan Jerman.
Di China, pabrik yang dikunjungi adalah Jiangnan Shipyard di Shanghai dan Wuchang Shipyard di Wuhan. Pada momen tersebut, KSAL mendapatkan penjelasan tentang kemampuan industri pertahanan strategis Cina seperti memproduksi destroyer kelas 052D dan kapal selam S26. Sedangkan di Jerman, yang dikunjungi adalah tkMS. Di tempat tersebut KSAL menerima penjelasan mengenai kapal selam tipe Howaldtswerke Deutsche Werft (HWD) 212, dan tipe 214 yang menjadi salah satu kapal selam tercanggih dengan teknologihybrid.
Dalam perjalanannya, China menunjukkan agresivitasnya merayu Indonesia. Termasuk menawarkan kapal selam S26 beserta paket destroyer kelas 052D dengan diskon besar. Sekilas tawaran sangat menarik. Namun sayangnya, kapal selam yang diajukan sudah cacat sejak lahir. Bagaimana bisa? Kapal selam S26 yang disodorkan ternyata kapal selam yang batal diakuisisi Thailand karena persoalan mesin.
Berbagai informasi menyebut, kapal selam tersebut awalnya dipesan negeri Gajah Putih pada 2017, dengan mesin MTU-396 made in Motoren und Turbinen Union GmbH, Jerman. Namun persoalan muncul karena Jerman membatalkan kesepakatan dengan alasan kendala kebijakan yang mencegah mesin kapal selam produksinya dimasukkan ke dalam peralatan militer China alias terdampak embargo.