Warisan Budaya Ritual Muwon Namo Dihadirkan di Festival Suku Batin IX

Selasa, 23 Juli 2024 - 12:49 WIB
loading...
Warisan Budaya Ritual...
Warisan budaya tradisi kuno Ritual Muwon Namo di Kabupaten Batanghari yang telah lama hilang kembali digelar. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Festival Suku Batin IX yang digelar di Desa Muaro Singoan, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi pada 20-22 Juli 2024 menjadi festival budaya pertama dalam rangkaian Kenduri Swarnabhumi 2024. Dalam Festival Suku Batin IX itu, warisan budaya tradisi kuno Ritual Muwon Namo di Kabupaten Batanghari yang telah lama hilang kembali digelar.

Diketahui, Ritual Muwon Namo adalah warisan budaya yang dilakukan Suku Batin IX dalam permohonan kepada Sang Maha Kuasa untuk menurunkan hujan demi kesuburan dan berkah bagi tanah dan masyarakat. Ritual tersebut dihadirkan demi mengingat kembali nilai yang terkandung dalam warisan budaya masyarakat setempat.

Direktur Lokal Festival Kabupaten Batanghari Agung Habibilah mengungkapkan alasan pelestarian ritual Muwon Namo yang disajikan dalam festival tersebut. Dia mengatakan, Ritual Muwon Namo ini sudah lama ditinggalkan masyarakat.



“Namun, melalui festival ini, kita menunjukkan kepada masyarakat bahwa kebudayaan yang diwariskan leluhur perlu kita jaga dan lestarikan,” ujarnya dikutip Selasa (23/7/2024).

Ritual Muwon Namo di Festival Suku Batin IX ini diharapkannya bisa memberi gambaran betapa pentingnya menjaga nilai-nilai leluhur. Dia menambahkan, Ritual Muwon Namo perlu dipandang sebagai warisan budaya yang perlu dijaga agar memberi dampak positif bagi keberlanjutan kearifan lokal.

“Semoga tradisi kita dikenal masyarakat luas, tidak hanya masyarakat Jambi tapi masyarakat luar berbagai daerah,” pungkasnya.

Pemimpin Ritual Muwon Namo Festival Suku Batin IX Datuk Raden Sulaiman mengatakan bahwa persiapan khusus untuk menggelar ritual dan asal muasal ritual Muwon Namo. “Ritual Muwon Namo membutuhkan persiapan khusus. Beberapa bahan yang harus disediakan antara lain minyak wangi, kemenyan, kapur sirih, dan kain hitam. Persiapan ini penting untuk memastikan ritual berjalan dengan khidmat dan lancar," ungkapnya.

Pria bergelar adat Datuk Raden Mudo Mulyo ini menjelaskan, ritual ini dilaksanakan di pinggir Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, terutama saat musim kemarau dengan tujuan untuk meminta hujan demi membantu pertanian tumbuh subur. Dia melanjutkan, warisan lisan asal usul ritual ini dimulai dari pasangan suami-istri Suku Batin Sembilan yang tinggal di tengah hutan.

Sang istri menemukan dua telur ular yang dibawa ke rumah dan tak sengaja dikonsumsi oleh suaminya. Seketika sang suami merasakan panas pada tubuhnya dan terus menerus meminum air hingga aliran air sekitar habis.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1700 seconds (0.1#10.140)