Perpres Pelibatkan TNI dalam Pemberantasan Terorisme Bikin Gaduh

Senin, 24 Agustus 2020 - 12:44 WIB
loading...
Perpres Pelibatkan TNI...
Menkopolhukam Mahfud MD. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Hukum Politik dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyinggung rencana pemerintah mengeluarkan peraturan presiden (perpres) untuk melibatkan TNI dalam pemberantasan terorisme menuai banyak kritik dari sejumlah kalangan. Mahfud mengakui perpres ini membuat gaduh masyarakat.

Muncul penolakan dari sejumlah lembaga. Misalnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang menganggap pelibatan TNI melanggar aturan karena terorisme sudah menjadi ranah tindak pidana sesuai UU No 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. (Baca: Komisioner Komnas HAM Ungkap Kelemahan Pelibatan TNI Atasi Terorisme)

Mahfud memastikan bahwa TNI hanya dilibatkan dalam menangani aksi terorisme dan ranah yang tidak bisa diselesaikan polisi. “Harus ada perpres dalam penanganan aksi terorisme yang bukan tindak pidana, misal kantor kedutaan besar itu polisi tidak bisa masuk. Di zona ZEE itu polisi tidak bisa masuk,” kata ujar Mahfud ujar Mahfud dalam acara rilis survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Minggu (23/8/2020).

Survei SMRC dilakukan pada 12-15 Agustus lalu. Menurut hasil survei itu, 74% masyarakat menginginkan TNI menjaga pertahanan dari ancaman asing. Lalu, 59% menyatakan keamanan, ketertiban, dan penegakan hukum dalam negeri merupakan urusan polisi.

Sementara itu, kesuksesan polisi menangani dan mengantisipasi sejumlah peristiwa yang dikhawatirkan mengancam keamanan sepanjang tahun politik 2019 membuahkan persepsi yang bagus. ”Saya ingin mengatakan polisi itu semakin kuat karena peristiwa 22 Mei, pengepungan kantor Bawaslu dan menangkapi yang bawa bom. Penanganan polisi sudah baik dan polisi sudah berubah, lebih ramah,” tuturnya. (Baca: Menko Polhukam Tegaskan Dokumen Perkara Kejagung Telah Diamankan)

Namun sayangnya, persepsi publik yang terbangun positif itu kembali hancur seketika lantaran skandal di Mabes Polri dalam kasus Djoko Tjandra. Dalam kasus ini, ada beberapa perwira tinggi Trunojoyo yang diduga membantu menerbitkan surat jalan hingga menghilang nama Djoko Tjandra dalam dari daftar red notice Interpol.

”Tetapi kemarin anjlok, Djoko Tjandra yang melihat polisi. Wah ini polisi yang menyuruh menghapus Djoko Tjandra dan memang betul polisi,” ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2056 seconds (0.1#10.140)