Megawati Berperan Besar Wujudkan Pertemuan Jokowi-Prabowo

Minggu, 14 Juli 2019 - 13:39 WIB
Megawati Berperan Besar Wujudkan Pertemuan Jokowi-Prabowo
Megawati Berperan Besar Wujudkan Pertemuan Jokowi-Prabowo
A A A
JAKARTA - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dinilai sangat berperan dalam pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Prabowo Subianto di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta pada Sabtu, 13 Juli 2019.

“Yang menarik juga dibahas soal inisiasi, kemungkinan besar yang bisa menyatukan Prabowo dan Jokowi ini Megawati,” kata pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Minggu (14/7/2019).

Hendri menjelaskan, sudah menjadi rahasia umum bahwa hubungan antara Presiden RI ke-5 dan Prabowo itu sangat baik karena pernah dalam satu koalisi yang sama. Terlebih antara Megawati dan Jokowi. Sehingga, Megawati menjadi sangat berperan dalam pertemuan kemarin.

“Sudah jadi rahasia umum kalau Megawati sangat baik hubungannya dengan Prabowo apalagi dengan Jokowi,” ujarnya.

Apalagi dalam pertemuan itu hadir Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan serta Sekretaris Kabinet yang juga politikus PDI Perjuangan (PDIP) Pramono Anung.

Dengan demikian, Hendri menilai bahwa dengan hadirnya Budi Gunawan dan Pramono Anung dalam pertemuan tersebut menjadi semacam simbol bahwa Megawati berperan besar dalam proses rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo.

“Dengan simbol adanya pak Budi Gunawan dan Pramono Anung, saya rasa peran bu Mega sekali lagi tidak bisa dikesampingkan,” tandasnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menyatakan, jika Partai Gerindra bergabung dalam koalisi pemerintahan, maka bisa jadi menimbulkan kekecewaan dari partai-partai pendukung Presiden Jokowi.

“Apalagi jika masuknya Gerindra membawa implikasi berkurangnya jatah menteri oleh partai pendukung awal Jokowi,” ujar Burhanuddin di Jakarta, Minggu (14/7/2019).

Burhanuddin menilai, partai gabungan oposisi dalam hal ini Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat idealnya berada di luar koalisi pemerintah.

Apalagi kubu oposisi sudah kalah dalam kontestasi, maka sebaiknya tetap menjadi pihak oposisi demi membangun demokrasi yang baik.

“Idealnya dalam demokrasi, narasi dalam pemilu itu dilanjutkan atau bersambung dengan narasi naskah pemilu. Umumnya yang kalah itu berada di luar pemerintah. Namun di Indonesia, sering kali partai yang kalah dalam pemilu bisa loncat ke rombongan pemenang," jelasnya.

Burhanuddin menambahkan, Gerindra bakal berada di luar pemerintahan dan menjadi oposisi jika tetap menjaga komitmen idealis. Namun diakuinya praktik politik tidak bisa diprediksi.

“Kalau komitmen dengan hal-hal idelalis tentang demokrasi, Gerindra ada di luar. Tapi praktik politik kita tidak bisa seidealis yang kita bayangkan,” tuturnya.
(shf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4809 seconds (0.1#10.140)