Pilpres Usai, Rajut Persatuan dan Galakkan Rekonsiliasi Kebangsaan

Rabu, 03 Juli 2019 - 04:17 WIB
Pilpres Usai, Rajut Persatuan dan Galakkan Rekonsiliasi Kebangsaan
Pilpres Usai, Rajut Persatuan dan Galakkan Rekonsiliasi Kebangsaan
A A A
JAKARTA - Kompetisi pemilu telah menciptakan ruang perbedaan dan perselisihan di antara kontestan, baik di dunia nyata maupun dunia maya terutama media sosial (medsos).

Pemilu pun telah selesai. Kini saatnya melakukan rekonsiliasi kebangsaan dengan menghapus segala perbedaan dan perselisihan tersebut.

“Kita harus kembali merajut persatuan dengan melakukan rekonsiliasi kebangsaan. Kita harus move on dan menatap Indonesia yang lebih baik ke depan. Akhirilah politik identitas, akhirilah pilihan diksi yang membuat posisi orang lain tidak nyaman, akhirilah memvonis orang lain seperti menuduh berbuat curang. Sudahlah kita tinggalkan saja segala bentuk hoaks, hate speech, dan lain-lain,” kata Direktur Eksekutif Emrus Corner, Dr Emrus Sihombing di Jakarta, Selasa 2 Juli 2019.

Emrus menilai, selama kampanye Pemilu kemarin, ada semacam komunikasi politik yang kadang memunculkan pilihan diksi yang tidak edukatif di tengah masyarakat. Bahkan ada lontaran-lontaran yang membuat pihak tertentu tidak nyaman dengan pesan tersebut. Hal itu jelas tidak sesuai dengan nilai sila Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

“Saya garis bawahi kata beradab. Komunikasi politik juga harus beradab jadi semua aktivitas kehidupan kita harus beradab, ekonomi beradab, politik beradab, komunikasi politik juga beradab, lontaran pesan yang disampaikan juga harus pilihan diksi yang beradab, karena itu landasan Pancasila,” tuturnya.

Untuk itu, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan mengajak seluruh bangsa kembali ke alam realitas dengan kembali berkontribusi membangun bangsa dan negara sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD ’45 yaitu memajukan kesejahteraan umum, kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, masyarakat juga tidak lagi memperbincangkan perbedaan atas dasar agama, suku, atau apa pun yang bersifat mempertajam perpecahan. Tetapi memperbincangkan tentang program atau segala perbaikan program pembangunan juga mengkritisi hal-hal yang dinilai dari melenceng dari komitmen kebangsaan.

“Sekarang kita bersyukur sudah ada presiden terpilih, 2019-2024. Biarlah presiden terpilih menyusun kabinet dan programnya untuk mewujudkan janji-janjinya di masa kampanye. Dan mari kita dukung dengan memberikan masukan dan kritik dan sifatnya konstruktif,” tuturnya.

Dia juga mengingatkan masyarakat untuk bijak dalam menyikapi keriuhan media sosial (medsos). Dia melihat medsos seakan kebablasan. Banyak pesan di medsos yang isinya hoaks, hate speech, dan pesan yang tidak memiliki rasa tanggung jawab.

Dalam pandangannya, Emrus mengungkapkan beberapa pesan medsos dikendalikan oleh seseorang atau pun komputer. Jadi seolah-oleh medsos satu dan yang lain saling berseberangan, saling mengkritik, saling menjatuhkan, padahal yang mengendalikan satu orang atau satu kekuatan politik tertentu dan seolah-olah mereka berhadapan-hadapan satu dengan yang lain.

“Yang dibutuhkan sekarang adalah kecerdasan masyarakat terhadap medsos, sehingga tidak mudah tergiring dan percaya begitu saja,” tuturnya.

Untuk menyikapi konten medsos seperti itu, Emrus menyarankan agar masyarakat tidak menanggapi bila ada pesan atau konten medsos yang tidak beradab. Kedua perlu dipikirkan bersama ke depan dibuat Perppu agar nanti ada Undang-undang medsos, dimana setiap pemilik medsos harus dimulai dengan mendaftarkan KTP sehingga segala bentuk pesan dan konten yang dibuat bisa teridentifikasi.

Menurut dia, langkah itu bukan bagian dari membatasi kebebasan berpendapat, tetapi untuk mempermudah mengidentifikasi pembuat konten. Pasalnya, ruang publik itu bukan hanya milik pegiat medsos, tetapi milik bersama.

“Semua harus bertanggungjawab sehingga masyarakat harus didik segala perilakukanya, termasuk perilaku komunikasi. Jadi tidak boleh sekehendak melontarkan pesan di medsos karena kita bersinggungan dengan manusia lain dan semua orang bisa mengakses. Kalau ingin bebas sendiri, teriak saja di ruang pribadi,” tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6002 seconds (0.1#10.140)