Merdeka dari Fintech Lending Ilegal

Senin, 24 Agustus 2020 - 06:59 WIB
loading...
A A A
Yang mengkhawatirkan, korban fintech lending ilegal bukan saja menyasar masyarakat di kota besar. Banyak masyarakat desa yang karena kurangnya informasi akhirnya terjebak dalam lingkaran fintech lending ilegal yang sangat merugikan. Salah satu korban fintech lending ilegal adalah saudari Lola, yang tinggal di daerah Kabanjahe, Sumatera Utara, yang berjarak sekitar 3 jam perjalanan darat dari Medan. Sebuah kota kecil di kaki Gunung Sinabung.

Lola karena merasa membutuhkan uang, dia tanpa diketahui oleh keluarga melakukan pinjaman ke sebuah fintech lending ilegal yang menawarkan pinjaman melalui SMS ke handphone-nya. Tanpa memperhitungkan tingginya bunga, akhirnya Lola gagal membayar pinjaman sesuai waktu perjanjian. Di tengah kebingungan karena tekanan teror penagihan dari debt collector, Lola akhirnya mencari pinjaman dari fintech lending ilegal lainnya guna membayar tagihan fintech lending ilegal yang pertama.

Kejadian itu kemudian berulang karena Lola harus melakukan gali lubang tutup lubang untuk membayar tagihan fintech lending ilegal sehingga akhirnya dia harus meminjam di 23 fintech lending ilegal dengan total tagihan mencapai Rp43 juta. Padahal pinjamannya total hanya Rp18 juta, sedang sisanya adalah bunga yang berbunga.

Saat bergelut dengan penagihan 23 fintech lending ilegal itu, Lola mendapatkan banyak intimidasi dari debt collector dengan berbagai kata makian dan ancaman kekerasan. Tidak hanya itu, keluarga dan rekan korban yang ada di kontak handphone pun dihubungi oleh debt collector dan mempermalukan korban dengan sangat kejam. Korban juga diancam debt collector akan didatangi langsung dan disakiti secara fisik.

Korban fintech lending ilegal seperti Lola pasti banyak terjadi di masyarakat. Literasi keuangan yang rendah menjadi salah satu penyebab masyarakat mudah menjadi sasaran fintech lending ilegal ini. Media massa menjadi salah satu corong komunikasi yang paling memungkinkan untuk menyebarkan informasi ini. Namun sosialiasi itu tentu belum cukup untuk mengedukasi ke ratusan juta penduduk Indonesia sampai ke pelosok pedesaan nan terpencil.

Sehingga, kerja sama OJK dan AFPI dengan berbagai pihak seperti Kemenkominfo dan Pemerintah Daerah dalam rangka mensosialisasikan pemanfaatan fintech lending ini juga sangat penting untuk dilakukan, agar korban di masyarakat tidak lagi bertambah dan keberadaan industri fintech lending benar-benar bermanfaat untuk mendukung pembiayaan usaha mikro dan kecil.

Dari sisi hukum, tidak adanya Undang-Undang fintech lending membuat pihak berwajib tidak bisa menindak para pelaku fintech lending ilegal di masyarakat. Pihak Kepolisian hanya bisa menunggu adanya aduan dari masyarakat yang menjadi korban penagihan dengan kekerasan ataupun pelecehen yang dilakukan para debt collector. Perang melawan fintech lending ilegal harus segera dikobarkan bersama semua pihak terkait untuk mencegah korban dan kerugian masyarakat yang semakin besar. Perjuangan melawan serangan fintech lending ilegal sangat diperlukan untuk memerdekakan industri fintech peer to peer lending dalam meningkatkan pembiayaan ke sektor usaha mikro dan kecil. Dirgahayu Indonesia ke-75.
(ras)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0714 seconds (0.1#10.140)