Aksi Heroik Jenderal Kopassus JS Prabowo di Timtim, Buru dan Kalahkan Fretilin di Hutan Bambu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Timor Timur (Timtim) yang sekarang telah menjadi Negara Timor Leste memberikan banyak kenangan tersendiri bagi Letjen TNI (Purn) J. Suryo Prabowo. Bagaimana tidak, selama 36 tahun menjadi tentara hampir sebagian besar pengabdiannya dihabiskan di Timtim.
Di daerah penugasan tersebut, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) 1976 dari satuan Kopassus yang dianugerahi penghargaan Adhi Makayasa dan Tri Sakti Wiratama ini harus bertempur menyabung nyawa menghadapi kelompok bersenjata Fretilin.
Salah satu kenangan yang tidak akan pernah bisa dilupakan dan masih terekam kuat dalam ingatan Suryo, panggilan akrabnya adalah peristiwa penghadangan di daerah hutan bambu Illiomar oleh Fretilin.
Dikutip dalam buku biografinya berjudul “Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste” diceritakan, saat itu Suryo yang menjabat sebagai Kasrem 164/WD tengah melaksanakan kegiatan Aventurar as Terras de Timor. Tur kegiatan sepeda motor mengelilingi Timor Timur dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ini digelar dalam rangka HUT ke-19 Timor Timur, yang saat ini masih masuk dalam aprovinsi ke-27 Indonesia.
Kegiatan tur yang diikuti peserta dari Timor Timur, NTT, dan Jakarta ini bertujuan untuk menunjukkan pada dunia bahwa kondisi Timor Timur aman.
”Ketika memasuki jalan tanah dan berdebu di daerah hutan bambu Illiomar, saya melihat percikan debu-debu kecil depan sepeda motor saya yang berasal dari gerumbul di sebelah kanan depan. Saya tidak mendengar suara sekitar, mungkin direna mengenakan helm fullface,” kenangnya, Senin (15/7/2024).
Namun ketika melirik Gubernur Timor Timur Jose Abilio Osorio Soares atau dikenal dengan panggilan Abilio yang mengendarai sepeda motor di sebelah kiri, tampak Abilio menunjuk ke arah depan sambil memberi kode ada tembakan. Mobil Patroli dan Pengawalan (Patwal) di depan yang dikendarai oleh Kapten Pol. Paulo de Fatima Martin beserta motor yang lain ternyata sudah tidak terlihat.
“Pengawal saya, Sersan Sonny dari Detasemen Intelijen (Denintel) Koman Resort Militer (Korem) 164/Wira Dharma dan Kopral Satu (Koptu) Tarman dari Yonif 512 menyusul saya dan menyampaikan kode bahwa kami dihadang,” tuturnya.
Mendapat informasi tersebut, Jenderal Kopassus kelahiran Semarang, Jawa Tengah 15 Juni 1954 bersama Abilio dan kedua pengawal langsung memacu sepeda motornya dengan cepat menuju posisi penghadang. Sesampainya di daerah terlindung, bak di film action, Suryo menjatuhkan motor, melepas helm, lalu menyerbu secepatnya sambil melepaskan tembakan balasan ke arah asal suara tembakan.
“Saya menggunakan HK- MP5, Abilio hanya bersenjatakan pistol, Sonny menembakkan Grenade Launcher Module (GLM) dari M-203 nya dan Pak Tarman bergerak di kanan saya sambil menembakan SS-1 nya,” ujarnya.
Baku tembak antara Suryo Prabowo dengan kelompok bersenjata Fretilin pun tak terelakkan. Tembakan penghadang akhirnya dapat segera dibungkam. Salah seorang penghadang tewas dalam pertempuran tersebut.
“Kami menemukan satu orang mayat musuh tergeletak di tanah dengan senjatanya yang telah hancur pecah popor dan lade-nya (pegangan pada senjata) akibat terkena GLM,” ucapnya.
Suryo bersama pasukan kecilnya kemudian melakukan pembersihan dan melihat percikan darah di beberapa titik dan menemukan selongsong peluru 7.62 x 51 mm NATO. Amunisi HK-G3 yang di 1976 sangat populer dalam pertempuran di Timor Timur. “Setelah konsolidasi dan memeriksa peserta tur yang ternyata hanya tersisa 18 orang termasuk kami berempat,” katanya.
Letda JS Prabowo bersama partisan di Lariguto awal 1977. Foto/koleksi pribadi
Sedangkan rombongan yang lain telah kembali ke Dili melalui rute semula yaitu Lospalos, Lautem, Laga, Baucau, Manatuto, Dili. Meski tidak ada korban jiwa di pihaknya dalam pertempuran tersebut, Suryo yang dikemudian hari menjadi Wagub Timtim ini mengaku kerugian yang dialaminya hanya badan lecet dan kerusakan ringan pada motor milik Tarman karena terkena tembakan pada shockbreaker depan.
Meski pertempuran tersebut mempertaruhkan nyawa, namun Suryo dan Abilio sempat saling menertawakan.
”Kami tertawa bukan karena baru saja bisa memenangkan pertempuran kecil-kecilan, melainkan karena melihat lutut dan tangan kami berdua masih terlihat gemetar. Mungkin karena adrenalin yang baru saja terpacu deras. Kami juga tertawa melihat rombongan tinggal 18 orang dan Patwal yang tak lagi kelihatan di hutan bamboo,” tuturnya.
Pascapertempuran tersebut, Suryo bersama rombongan tanpa Patwal melanjutkan perjalanan dan tiba di Viqueque menjelang malam untuk beristirahat. Di lokasi tersebut, Suryo melaporkan kontak tembak yang terjadi di Illiomar kepada Dandim 1630/Vqq yang dijabat oleh temannya bernama Letkol Inf. Edy Sunadi dan kepada Danrem 164/WD Kolonel Inf. M Simbolon.
Keesokan harinya, Suryo melanjutkan perjalanannya melintasi perbatasan Timor Timur dengan NTT di Betun, Kabupaten Perjalanan yang cukup jauh menuju Kupang membuat rombongannya tiba menjelang malam.
“Di Kupang, kami bermalam di kediaman Gubernur NTT Herman Musakabe yang sebelumnya pernah menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komandan TNI Angkatan Darat (Seskoad) ketika saya menjadi siswanya,” ucapnya.
Hari keempat, Suryo bersama romobongan kembali melanjutkan perjalanan ke Ambeno, Oecussi dan dari Ambeno kembali ke Dili. Perjalanan mengelilingi Pulau Timor (Timor Timur dan NTT) akhirnya dapat diselesaikan dengan berbagai dinamikanya.
Lihat Juga: Profil Susilo Adi Purwantoro, Pati TNI Jenderal Bintang Dua Wakil Rektor Universitas Pertahanan
Di daerah penugasan tersebut, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) 1976 dari satuan Kopassus yang dianugerahi penghargaan Adhi Makayasa dan Tri Sakti Wiratama ini harus bertempur menyabung nyawa menghadapi kelompok bersenjata Fretilin.
Salah satu kenangan yang tidak akan pernah bisa dilupakan dan masih terekam kuat dalam ingatan Suryo, panggilan akrabnya adalah peristiwa penghadangan di daerah hutan bambu Illiomar oleh Fretilin.
Baca Juga
Dikutip dalam buku biografinya berjudul “Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste” diceritakan, saat itu Suryo yang menjabat sebagai Kasrem 164/WD tengah melaksanakan kegiatan Aventurar as Terras de Timor. Tur kegiatan sepeda motor mengelilingi Timor Timur dari Nusa Tenggara Timur (NTT) ini digelar dalam rangka HUT ke-19 Timor Timur, yang saat ini masih masuk dalam aprovinsi ke-27 Indonesia.
Kegiatan tur yang diikuti peserta dari Timor Timur, NTT, dan Jakarta ini bertujuan untuk menunjukkan pada dunia bahwa kondisi Timor Timur aman.
”Ketika memasuki jalan tanah dan berdebu di daerah hutan bambu Illiomar, saya melihat percikan debu-debu kecil depan sepeda motor saya yang berasal dari gerumbul di sebelah kanan depan. Saya tidak mendengar suara sekitar, mungkin direna mengenakan helm fullface,” kenangnya, Senin (15/7/2024).
Namun ketika melirik Gubernur Timor Timur Jose Abilio Osorio Soares atau dikenal dengan panggilan Abilio yang mengendarai sepeda motor di sebelah kiri, tampak Abilio menunjuk ke arah depan sambil memberi kode ada tembakan. Mobil Patroli dan Pengawalan (Patwal) di depan yang dikendarai oleh Kapten Pol. Paulo de Fatima Martin beserta motor yang lain ternyata sudah tidak terlihat.
“Pengawal saya, Sersan Sonny dari Detasemen Intelijen (Denintel) Koman Resort Militer (Korem) 164/Wira Dharma dan Kopral Satu (Koptu) Tarman dari Yonif 512 menyusul saya dan menyampaikan kode bahwa kami dihadang,” tuturnya.
Mendapat informasi tersebut, Jenderal Kopassus kelahiran Semarang, Jawa Tengah 15 Juni 1954 bersama Abilio dan kedua pengawal langsung memacu sepeda motornya dengan cepat menuju posisi penghadang. Sesampainya di daerah terlindung, bak di film action, Suryo menjatuhkan motor, melepas helm, lalu menyerbu secepatnya sambil melepaskan tembakan balasan ke arah asal suara tembakan.
“Saya menggunakan HK- MP5, Abilio hanya bersenjatakan pistol, Sonny menembakkan Grenade Launcher Module (GLM) dari M-203 nya dan Pak Tarman bergerak di kanan saya sambil menembakan SS-1 nya,” ujarnya.
Baku tembak antara Suryo Prabowo dengan kelompok bersenjata Fretilin pun tak terelakkan. Tembakan penghadang akhirnya dapat segera dibungkam. Salah seorang penghadang tewas dalam pertempuran tersebut.
“Kami menemukan satu orang mayat musuh tergeletak di tanah dengan senjatanya yang telah hancur pecah popor dan lade-nya (pegangan pada senjata) akibat terkena GLM,” ucapnya.
Suryo bersama pasukan kecilnya kemudian melakukan pembersihan dan melihat percikan darah di beberapa titik dan menemukan selongsong peluru 7.62 x 51 mm NATO. Amunisi HK-G3 yang di 1976 sangat populer dalam pertempuran di Timor Timur. “Setelah konsolidasi dan memeriksa peserta tur yang ternyata hanya tersisa 18 orang termasuk kami berempat,” katanya.
Letda JS Prabowo bersama partisan di Lariguto awal 1977. Foto/koleksi pribadi
Sedangkan rombongan yang lain telah kembali ke Dili melalui rute semula yaitu Lospalos, Lautem, Laga, Baucau, Manatuto, Dili. Meski tidak ada korban jiwa di pihaknya dalam pertempuran tersebut, Suryo yang dikemudian hari menjadi Wagub Timtim ini mengaku kerugian yang dialaminya hanya badan lecet dan kerusakan ringan pada motor milik Tarman karena terkena tembakan pada shockbreaker depan.
Meski pertempuran tersebut mempertaruhkan nyawa, namun Suryo dan Abilio sempat saling menertawakan.
”Kami tertawa bukan karena baru saja bisa memenangkan pertempuran kecil-kecilan, melainkan karena melihat lutut dan tangan kami berdua masih terlihat gemetar. Mungkin karena adrenalin yang baru saja terpacu deras. Kami juga tertawa melihat rombongan tinggal 18 orang dan Patwal yang tak lagi kelihatan di hutan bamboo,” tuturnya.
Pascapertempuran tersebut, Suryo bersama rombongan tanpa Patwal melanjutkan perjalanan dan tiba di Viqueque menjelang malam untuk beristirahat. Di lokasi tersebut, Suryo melaporkan kontak tembak yang terjadi di Illiomar kepada Dandim 1630/Vqq yang dijabat oleh temannya bernama Letkol Inf. Edy Sunadi dan kepada Danrem 164/WD Kolonel Inf. M Simbolon.
Keesokan harinya, Suryo melanjutkan perjalanannya melintasi perbatasan Timor Timur dengan NTT di Betun, Kabupaten Perjalanan yang cukup jauh menuju Kupang membuat rombongannya tiba menjelang malam.
“Di Kupang, kami bermalam di kediaman Gubernur NTT Herman Musakabe yang sebelumnya pernah menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komandan TNI Angkatan Darat (Seskoad) ketika saya menjadi siswanya,” ucapnya.
Hari keempat, Suryo bersama romobongan kembali melanjutkan perjalanan ke Ambeno, Oecussi dan dari Ambeno kembali ke Dili. Perjalanan mengelilingi Pulau Timor (Timor Timur dan NTT) akhirnya dapat diselesaikan dengan berbagai dinamikanya.
Lihat Juga: Profil Susilo Adi Purwantoro, Pati TNI Jenderal Bintang Dua Wakil Rektor Universitas Pertahanan
(cip)